NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] Darenimo Natsukanai Soro Gyaru ga Mainichi O Tomari Shita Gatte Kuru - Volume 1 - Chapter 3 [IND]

 


Translator: Rion.

Editor: Rion.


Chapter 3 - Kenyataan lebih manis daripada puding




 Pengakuanku....


Aku, Machikawa Iori, mengalami bullying saat masih SD.

Ini bukanlah cerita yang luar biasa.

Aku pernah membaca dalam sebuah buku akademis tentang hewan yang dibeli ibuku sebagai referensi untuk sebuah buku komiknya saat itu, bahwasannya lumba-lumba pun adalah mahluk pengganggu. 

Mereka menyiksa, mengganggu, bahkan kadang membunuh individu yang lemah dalam kelompok mereka hanya karena stres.

Manusia juga sama seperti lumba-lumba. 

Di sekolah, tempat kerja, media sosial, dan bahkan di rumah, tidak mengherankan jika orang menyerang orang lemah sebagai bentuk pelepasan stres mereka.


Waktu itu, pada bulan April saat aku masuk kelas 2 SD, aku tergabung dalam kelompok ‘individual lemah’ seperti itu. 

Alasannya cukup sederhana, yaitu karena aku gemuk. 

Meskipun tinggi badanku di bawah rata-rata, berat badanku sekitar 8 kilogram lebih berat dari rata-rata berat badan kebanyakan, dan 8 kilogram itu benar-benar memberatkan hidupku saat itu.

Aku ditunjuk dengan jari dari jauh dan ditertawakan dengan keras, ditinju oleh banyak orang di toilet laki-laki, mendapati buku pelajaranku dicoret-coret dengan kata-kata ‘gemuk’ atau ‘gumpalan berlemak’ .....dan sebagainya.

Setiap hari, menjadi konsumsi bagi para perundung.


Kenapa aku tak meminta bantuan dari keluarga, guru, atau teman yang lain saja?

Bahkan anak-anak pun punya harga diri.

Fakta bahwa aku sedang di-bully membuatku merasa malu, sungguh memalukan, hingga membuatku hampir menangis hanya dengan memikirkannya. 

Banyak orang di negeri ini yang tak bisa meminta pertolongan kepada siapa pun, karena malu akan kenyataan kondisi mereka.

Dan lagi, bagaimana jika saat aku sudah mengungkapkan semuanya tapi bullying tak kunjung berhenti? 

Hanya dengan memikirkannya saja, membuatku tak bisa tidur di malam hari.

Tapi, ya...


Beruntungnya, pada musim dingin saat aku duduk di kelas 3 SD, bullying terhadapku tiba-tiba berakhir. 

Ini terjadi setelah satu setengah tahun aku menjadi sasaran pelepasan stres bagi para perundung.

Ironisnya, aku juga terkena tukak lambung yang disebabkan oleh stres berlebih, hingga membuatku menghabiskan tiga minggu di rumah sakit. 

Dan baru setelah itu, ibu, ayah, dan adikku mengetahui bahwa aku menjadi target bullying.

Orangtuaku berhasil mendapatkan janji dari wali kelas untuk "menghilangkan bullying terhadap Iori-kun!" 

Walaupun sebagai seorang anak yang mengalaminya, aku tahu realitasnya tidak semudah itu.


Setelah keluar dari rumah sakit, meskipun berat badanku turun sekitar 10 kilogram karena sakit, aku kembali ke sekolah dengan beban yang lebih berat.

Tapi, setelah satu minggu kemudian, aku mulai melihat perubahan. 

Aku tidak dipanggil oleh para perundung.

Aku berpikir, "Wow, guru berhasil meyakinkan mereka dan menghentikan perundungannya!". Aku bersyukur dengan mata berkaca-kaca. 

Tapi kemudian aku menyadari bahwa itu hanyalah kesalahpahamanku.


"Makin kurus aja lu. Dulu lu mainan kita, tapi ga seru mainin orang yang nggak gemuk. Jadi, kita biarin aja!"

Demikianlah pernyataan yang diucapkan dengan senyuman oleh pemimpin geng perundung pada salah satu hari setelah pulang sekolah.

Ternyata bukan karena guru. Itulah saat aku di kelas 3, akhirnya menyadari fakta yang sangat sederhana: bahwa satu-satunya alasan bullying terjadi adalah karena aku gemuk.


Dengan kebodohan yang menghantui, saat itu Machikawa Iori yang masih terlalu muda tidak pernah memikirkannya.

Bahwa hanya karena dia sedikit berbeda dari yang lain.

Menjadi penyebab ia harus menderita, hanya karena hal sepele itu.


Aku yakin bahwa ada masalah serius dalam kepribadianku. Jadi, ketika aku menyadari kenyataannya, meskipun tukak lambungku semestinya sembuh, aku merasa mual.


Kenyataan tidak semanis anime yang kita tonton setiap hari Minggu.

Manusia dengan mudah dapat menyakiti sesamanya.

Ternyata hal-hal yang menjadi pengetahuan umum yang diketahui oleh siapa pun yang sudah dewasa jauh lebih berat daripada fakta bahwa aku sedang di-bully.

Selain itu, aku memiliki seorang adik perempuan. 

Untungnya, dia tidak pernah menjadi target bullying sepertiku. 

Tapi aku membayangkan jika ada kesempatan baru dan bullying terjadi lagi, bahkan adikku bisa saja menjadi korban selanjutnya...!


Dengan berpikir seperti itu, aku segera mengambil tindakan.

Aku mencoba untuk membuat banyak teman. Semakin banyak teman, semakin kuat perlindungan terhadap bullying.


Walaupun pada saat itu Machikawa Iori, anak kelas 3 belum mengenal kata "perlindungan" dengan jelas, dia mungkin merasakannya secara naluriah. 

Seperti ikan teri kecil yang membentuk kelompok besar untuk melindungi diri mereka.


Setiap hari, aku berusaha keras agar disukai oleh semua orang dan meningkatkan prestasi fisik dan akademikku. 

Untungnya, aku memiliki satu kelebihan: kemampuan membaca ekspresi orang lain. 

Dalam kehidupan sehari-hari yang terus memperhatikan ekspresi para perundung, aku semakin terampil dalam merasakan emosi orang lain melalui ekspresi wajah mereka.

Aku memanfaatkan kelebihanku sebaik mungkin. 

Aku melakukan hal-hal yang orang lain ingin aku lakukan, mencari tahu apa yang orang lain ingin bicarakan, dan menciptakan suasana yang membuat orang lain merasa nyaman.

Sebelumnya, aku tidak terlalu mahir dalam berbicara dengan orang lain, tapi kini aku berusaha menjadi sosialis. 

Yang penting adalah senyuman. 

Senyuman adalah senjata efektif untuk meredakan kewaspadaan orang lain dan mempersempit jarak. 

Jadi, aku berusaha menjadi lebih mahir dalam senyuman daripada siapapun.


Setelah masuk SMP, aku berusaha meningkatkan kemampuan komunikasiku sebanyak mungkin. 

Aku bahkan meminta ibuku agar aku bisa membantu menjadi pengganti dalam mengirim email pekerjaan dan berinteraksi dengan orang dewasa.

Aku juga menjaga postur tubuh agar tegap, tidak berbicara terlalu cepat, berbicara dengan tegas sambil memandang mata lawan bicara.

Aku belajar cara menggunakan hair wax dari YouTube. 

Dan lagi, belakangan ini banyak pilihan pakaian yang bagus dengan harga terjangkau di internet. Jadi aku membeli beberapa.

Aku bahkan mengumpulkan keberanian untuk pergi ke salon kecantikan.


Aku melakukan segala usaha yang aku bisa untuk memperbaiki penampilanku. 

Dan setelah berlalu waktu... Machikawa Iori masuk ke SMA Ayasaka, sekolah swasta di Prefektur Kanagawa dengan peringkat yang baik. 

Aku, yang sudah terlatih menjadi ahli senyum palsu sejati, masuk ke kelas 1-A sebagai salah satu ‘anggota utama’ di kelas. 

Aku tidak lagi menjadi target bullying.

Berkat kemampuan komunikasi yang kuperkuat, aku memiliki banyak teman. 

Jika dilihat dari luar, ini tampak seperti hidup yang sangat bahagia setiap harinya.

Namun, teman sejati yang bisa benar-benar membuka hatiku tidak ada di sekolah. 


Karena aku terbiasa menyembunyikan semuanya dengan senyuman, menganalisis ekspresi wajah untuk memahami keinginan lawan bicara, dan terbiasa menyesuaikan diri dengan orang lain.

Itulah sebabnya aku begitu tertarik pada Suzuhara Ayana, yang tidak pernah dekat dengan siapapun.

Anehnya, aku merasa seolah-olah sudah pernah bertemu dengannya sebelumnya. 

Ada perasaan deja vu seolah-olah kami pernah bertukar kata-kata di masa lalu yang jauh.


"Suzuhara memang keren dan menarik, kan?"

"Hah!? Kamu suka cewek kutu buku seperti itu?"

"Wajahnya seperti model, kan? Tapi dia nol dalam sikap, jadi tidak layak untuk dijadikan target cinta."

"Katanya, orang seperti itu bisa terlihat menggemaskan ketika mereka tersenyum!"

"Hahaha! Jangan membuatku tertawa! Tidak ada yang pernah melihat senyuman gadis penyendiri seperti dia!"


Teman sekelas mengomentarinya seperti itu, karena dia tak seperti Machikawa Iori yang selalu menunjukkan senyuman kepada siapa pun. 

Suzuhara adalah siswa yang bertolak belakang denganku. 

Dia tidak pernah berusaha bergabung dengan kelompok dan lebih memilih mengarungi lautan besar yang disebut SMA seorang diri.


"Hehe."


Namun, walaupun hanya sekali, aku pernah melihat senyuman Suzuhara.

Pada suatu hari saat istirahat di kelas, dia duduk di kursi paling dekat dengan jendela, memandangi layar ponselnya, dan sedikit mengendurkan pipi dengan senyuman yang samar.


"Apa kamu sedang berkomunikasi dengan temanmu lewat LINE?"

"......Itu bukan urusanmu." 


Saat aku bertanya karena terkejut, dia memberikan respon dingin seperti biasa. 

Namun, anehnya aku tidak merasa buruk hati. 

Mungkin Suzuhara juga memiliki teman. 

Seseorang yang bisa membuatnya tersenyum hanya dengan berkomunikasi.

Saat aku memikirkannya, aku sangat bisa merasakannya.

Karena aku juga memiliki teman yang serupa, dan kami sedang berbicara tentang hobi kami melalui DM. 


Itu adalah Sabatora-san. 

Dia adalah teman otaku online yang tidak perlu bagiku untuk membaca emosi dari ekspresi wajahnya. 

Dia adalah teman dekat satu-satunya yang bisa aku percayai sepenuh hati. 

Aku senang ketika kami memutuskan akan tinggal bersama dalam satu apartemen.

Aku yakin kami akan baik-baik saja jika bertemu di dunia nyata setelah kami membuka hati satu sama lain selama ini.

Aku berpikir seperti itu, tapi...


"Maaf. Aku harap kamu tidak banyak berbicara denganku di dunia nyata."


Suzuhara mengatakan hal itu di ruang tamu apartemen tipe 3LDK ini, yang terletak di lantai 7 gedung apartemen 10 lantai, 15 menit berjalan kaki dari Stasiun Shin-Himekaoka.


"Maaf, sungguh-sungguh minta maaf. Aku bersikap seperti ini bahkan setelah membuatmu membiarkanku tinggal di sini. Bukan berarti aku tidak menyukai Machikawa-kun. Hanya saja, aku... sulit bagiku berinteraksi dengan orang di dunia nyata..." 


Dia benar-benar meminta maaf dengan sangat dalam sambil menundukkan kepala.


"Tidak, aku yang harusnya minta maaf. Aku tidak memperhatikanmu." 


Meskipun aku terkejut dengan pengumumannya yang mendadak, aku mulai memikirkannya.

'Aku benar-benar mempercayai Iori dari lubuk hatiku.'

Dia berkata begitu di stasiun, tapi Sabatora-san adalah orang yang pemalu.

-- Sudah jelas bahwa berinteraksi dengan seorang pria sebaya di bawah satu atap itu sulit.

Itulah sebabnya, mungkin dia berubah pikiran setelah datang ke rumah. 

Atau mungkin juga...


"Kamu sudah menyiapkan kamar untukku, bukan? Selama kamu berada di rumah, aku akan mencoba tidak keluar dari kamar itu sebanyak mungkin."

"Jadi kamu akan mengisolasi diri?" 

"Dengan begitu, kita bisa mengurangi kontak antara kita. Setelah satu bulan berlalu, aku akan meninggalkan rumah ini. Itu pasti. Setelah itu, mari kembalikan hubungan kita seperti semula."

"Baiklah, jika itulah yang kamu inginkan."


Setelah menganggukkan kepala, aku mengajaknya berkeliling dalam rumah.

Dapur. 

Toilet. 

Ruang ganti dan kamar mandi. 

Lalu sebuah ruangan sekitar 6 tatami yang telah kusiapkan untuk Suzuhara-san. 

(TL/N: 1 tatami = 1,62 m², jadi 6 tatami = 9,72 m²)


Kami berdua membawa masuk kotak karton yang berisi barang-barang pribadi Suzuhara-san yang tiba melalui pengiriman, lalu aku memberikan kunci apartemen padanya.


"Baiklah..."


Setelah itu, teman sekelas yang sekarang menjadi teman seatap itu menghilang ke dalam kamar. 


Kehidupan bersama teman otaku...

Makan bersama, berbagi kesan saat menonton anime secara real-time, bermain game di ruang tamu hingga larut malam, duduk berdekatan sambil berdiskusi tentang manga...


"Aku berharap bisa menjalani kehidupan seperti itu... tapi yah, kurasa seperti ini pun tak apa." 


Di kamar sebelah dari kamar Suzuhara-san, di atas tempat tidur, aku berbaring sambil berbisik dengan volume yang tidak akan terdengar olehnya. 

Dalam keadaan seperti ini, hal yang tidak tercapai dari daftar yang ingin dia lakukan, seperti "[Makan bersama Iori!]" itu tidak mungkin terjadi.

Apa lagi “[Tidur bersama Iori!]”... Yah, tidak perlu dipikirkan lagi, itu jelas tidak mungkin bisa dilakukan.

(Sabatora-san bukanlah sesama jenis)

Dia adalah seorang gadis berusia 15 tahun.

Dalam kisah fiksi, sering kali terjadi perkembangan yang cepat di mana protagonis dan heroine berinteraksi sejak hari pertama tinggal bersama, tetapi dalam kehidupan nyata, jarak antara orang asing jarang berkurang dengan sendirinya.


"Selain pemalu, ada alasan lain juga, bukan?"


Meskipun hanya perasaanku sebagai sahabat, aku merasa bahwa ada alasan lain di balik perubahan sikapnya yang tiba-tiba.

(Tapi mari kita hentikan dugaan-dugaan ini.)

Kehidupan bersama dalam satu atap ternyata terasa agak membosankan, tapi aku senang jika sahabatku bisa tinggal dengan nyaman. Itu sudah cukup bagiku.

Ya, Tidak akan ada masalah apa pun.



Namun, hanya dalam empat hari kemudian, masalah muncul.

[Aku akan absen sekolah hari ini karena kena flu] Itu terjadi pukul 07:28.

Aku menulis pesan di grup LINE bernama ‘Kelompok Matsuoka’.

Tidak lama setelah itu, Mitsuya Matsuoka, yang merupakan pendiri grup, segera memberi balasan.


[Wah, serius? Sekarang bagaimana keadaanmu, Iori?]

[Aku baik-baik saja.]

[Baru-baru ini memang ada musim flu yang lumayan parah. Jaga dirimu, Iori! Ayo pergi ke tempat olahraga setelah sembuh!]

[Istirahatlah dengan tenang, Machikawa. Jika kamu membutuhkan bantuan, beritahu saja kapan saja.]

Anggota lain yang ada di grup juga mengirim pesan.

[Terima kasih atas kekhawatiran kalian!]  


Aku membalas dengan respon lalu, 

[Haruskah aku pergi menjenguk setelah sekolah? Aku khawatir karena kamu tinggal sendirian."]

Aku menerima DM dari adikku.

[Aku baik-baik saja. Ini bukan masalah besar kok.]

[Apa kamu yakin? Aku khawatir kamu menahan diri hanya karena tak mau merepotkan.] 


Adikku memang tajam.

Pagi ini, aku terbangun pukul 05:00 karena menggigil disertai rasa tidak enak di seluruh tubuh.

Aku mengukur suhu tubuh dengan hati-hati agar tidak membangunkan Suzuhara-san di kamar sebelah, dan hasilnya 37,8 derajat.

Tenggorokanku terasa terbakar dan aku merasa sangat lelah, bahkan bergerak saja terasa sulit.


[Aku baik-baik! Gejala yang kualami cukup ringan!] 

Aku berpura-pura hanya merasakan gejalanya ringan.

Jika aku memanggil adikku untuk menjengukku, dia akan bolos dari klubnya, dan lagi aku tidak ingin menularkan penyakit padanya.

(Aku akan pergi ke dokter, mendapatkan obat, dan tidur di rumah)

Aku menggerakkan tubuhku yang terasa berat dan mengganti pakaian untuk keluar, ketika aku mendengar suara langkah di lorong.


"Mungkin itu Suzuhara-san?"


Dia pasti akan pergi ke sekolah sekarang.

Barusan aku memberitahunya lewat DM,

[Maaf, sepertinya aku kena flu jadi tidak bisa membuat sarapan pagi.]

(Aku memberitahunya bahwa ada croissant di lemari dapur untuk sarapan, dan dia seharusnya sudah makan sekarang)

(TL/N: Croissant - semacam pastry atau kue kering yang berasal dari Perancis)


Kami tidak berbicara secara langsung, tapi kami masih saling mengirim DM.

Kami tidak pernah duduk bersama di meja makan, tapi saat aku menyajikan hidangan yang aku buat di depan kamarnya, dia selalu membawanya masuk dan memakannya habis.

Setelah Suzuhara-san mandi, aku mengganti air di bak mandi dan kemudian mandi sendiri.

Aku bertanggung jawab atas semua cucian kecuali pakaian dalam Suzuhara-san.

Pengeluaran sehari-hari dan biaya makanan kita, dibagi dua.

Sebagai imbalan untuk pekerjaan rumah, terkadang aku meminta dia menggambar ilustrasi karakter dua dimensi yang aku inginkan

(aku sangat senang jika dia yang mana seorang ilustrator menggambar sesuatu khusus untukku).

Tentu saja, kami mengatur waktu berangkat dari rumah pada pagi hari agar tidak bersamaan, dan kami tidak pergi dan pulang sekolah bersama.

Itulah rutinitas kami.

(Dalam manga, biasanya jika seseorang sakit flu, mereka akan dirawat oleh teman seatap mereka)

Tapi hal itu tidak mungkin terjadi antara aku dan Suzuhara-san.


"Begitulah, aku baik-baik saja."


Ini pertama kalinya aku sakit flu sejak tinggal sendirian selama tiga bulan terakhir, tapi aku yakin aku akan baik-baik saja.


"Ugh..."


Namun, aku menyadari bahwa pemikiran itu salah sekitar empat jam kemudian.

Setelah aku kembali ke apartemen dari rumah sakit yang berjarak 20 menit berjalan kaki.


"... 38,4 derajat?”


Termometer menunjukkan kenyataan yang tidak menyenangkan.

Aku berbaring di tempat tidur, tapi sakit kepala membuatku sulit tidur.

Selain itu, aku sama sekali tidak nafsu makan.

Setidaknya aku tidak mual, begitulah pikirku, ketika aku mendapat pesan DM di ponselku,


[Apa kamu baik-baik saja?] --Pengirimnya adalah Sabatora-san.


"Apa sekarang waktunya istirahat siang...?"

Waktu menunjukkan pukul 12:35.

Aku membayangkan Suzuhara-san sedang makan siang sendirian di kantin sambil melihat ponselnya.

Bagaimana ekspresi wajahnya saat ini?

Apakah dia tetap menunjukkan wajah dingin yang tenang seperti biasanya?

Atau apakah dia tampak cemas dengan kerutan di dahinya karena mengkhawatirkan keadaanku, sebagai seorang sahabat? 

(Yah, itupum jika dia benar-benar khawatir sih...)

Akankah dia akan merawatku setelah sekolah jika aku mengaku bahwa kondisiku semakin memburuk?

Tapi apapun itu, aku tak boleh bergantung padanya, apalagi mengingat bahwa dia adalah seseorang yang pemalu.


[Maaf jika aku membuatmu khawatir, sebenarnya aku sudah baik-baik saja!"]


Aku mengirim pesan DM yang penuh semangat untuk menyingkirkan khayalan yang muncul akibat demam.

Dengan ini, seharusnya dia tidak perlu khawatir tentangku.

Namun...


"Ya ampun...." 

Tak kusangka aku akan merasa sangat kesepian saat sendirian di rumah.

Saat ibuku, yang seorang mangaka shoujo, bekerja di rumah.

Dia merawatku ketika aku sakit flu.


"...Aku akan tidur saja."

Aku tidak punya pilihan selain mempercayai bahwa obat yang baru saja kuminum akan bekerja.

Dengan pikiran itu, aku memaksa mataku untuk tertutup.


Aku merasa lega saat aku bisa tidur.

Aku menyadari hal itu karena aku sedang bermimpi.

"Baiklah, sudah selesai diunggah."

Aku dalam mimpiku adalah seorang siswa kelas 3 SMP.

Itu adalah ingatan dari hari ketika aku sebagai IORI pertama kali mengunggah sebuah novel ke internet.

Alasan aku mulai menulis novel adalah karena aku ingin bersantai sejenak.

Setiap hari, aku menciptakan dan memperluas lingkup pertemananku untuk menghindari perundungan dan memperluas lingkaran pertemanan.

(Mungkin aku sedikit lelah saat itu)

Saat aku memikirkan apakah ada hobi yang bisa membuatku terlibat sepenuh hati, aku terpikir untuk membuat sebuah cerita.

Aku terpengaruh oleh ibuku.

Awalnya, aku mengunggah komik dengan nama ‘IORI’ tetapi mendapatkan sedikit kecaman karena gambarnya sangat buruk.

Aku berhasil pulih setelah mendapat dorongan dari salah satu pembaca dan mengubah arah haluanku kedalam novel.

(Ketika aku menulis, aku ingin membuat para pembaca senang)

Itulah sebabnya aku mencoba menulis novel debut dengan tema antagonis putri yang sedang populer saat itu.

Aku menganalisis dan meneliti banyak karya yang populer, tidak hanya dalam genre tapi juga pengaturan karakter, gaya penulisan, dan struktur cerita.

Berkat itu, novel yang aku tulis berhasil mendapatkan peringkat yang cukup baik di sebuah situs webnovel.

Aku puas bahwa usahaku terbayar dan pembaca pun merasakan kesenangan karena membaca novelku.

Dan kemudian, hal yang lebih menggembirakan terjadi.


[Karya IORI-san sangat aku sukai! Membacanya saja membuat hatiku tergetar!]


Aku mendapat DM setelah mengikuti akun seorang ilustrator yang aku ikuti dengan akun penulisanku. 

Nama akunnya adalah Sabatora. Ikon Twitter-nya adalah gambar kucing bergaris-garis yang terdeformasi sesuai namanya. 

Meskipun tidak berkegiatan komersial, ia memiliki lebih dari 500.000 pengikut yang membuktikan bahwa dia adalah ilustrator hebat. 

Ilustrasi yang dia buat seperti laut. Kehalusan dan kejernihan yang berkilauan seperti permukaan air biru yang membuatku terasa terhisap ke dalamnya. 

Aku terpesona oleh karakter-karakter yang digambar dengan gaya yang berani dan halus seperti ombak putih, dan menjadi terpesona oleh gaya gambar yang lembut seperti lautan yang meliputi semuanya.

(Bagi seseorang sepertiku yang sangat tidak pandai menggambar, dia seakan sebuah entitas dari dimensi lain yang seperti dewa)

Aku tidak bisa mempercayai bahwa aku mendapatkan kontak dari seseorang seperti itu. 


"Tidak mungkin, kan?" 

Sambil membalas DM-nya dengan mengatakan [Terima kasih! Aku juga sangat suka gambaran Sabatora-san! Aku sangat terinspirasi ketika melihat gambarmu!]

Aku tidak bisa merasakan keberadaannya dengan nyata. Dia adalah seorang kreator yang sangat populer, selevel dengan profesional. Aku pikir dia hanya memberiku pujian sebagai formalitas sosial... tapi, hingga kemudian dia mengirimkan tanggapan sekitar 7000 kata tentang novelku, yang membuatku terkejut. 

Sejak itu, kami mulai berinteraksi. 

Kami ternyata seumuran dan tinggal di prefektur Kanagawa yang sama, dan kita menemukan kesamaan minat diantara kami.

Kami berbicara tentang otaku setiap malam, mendalami pertemanan kami dalam dunia game online, dan bahkan...


[Hey, IORI? Bagaimana kalau kita mencoba membuat manga bersama?]

Tiga bulan setelah kami saling kenal, Sabatora datang dengan tawaran.


[Kita pasti bisa membuat karya luar biasa jika bekerja sama, IORI!]

[Aku senang dengan ajakanmu. Tapi, apakah aku cocok menjadi berpasangan denganmu?]

[Tentu saja! Kau bisa menulis novel yang sangat menarik! Lalu, komentarmu selalu memberikan saran yang objektif dan hangat, sangat membantu bagiku!]


Kata-kata polos dari sahabatku itu membuatku bahagia, dan tanpa sadar, aku setuju untuk membuat sebuah manga.

Manga ini akan diadaptasi dari novel debut seorang villain wanita.

Aku akan mengatur ulang skenario untuk manga, sementara Sabatora akan bertanggung jawab pada ilustrasinya.

Berkat kemampuan seniman hebatnya, begitu bab pertama selesai, kami langsung mempublikasikannya di internet, dan sangat mengejutkan bahwa itu langsung menjadi viral....


[Sabatora-sensei, seharusnya kamu bekerja dengan penulis lain!]

[Skenario IORI ini hanya meniru tren, itu membosankan!]

[Dia hanya ingin dihargai. Itulah sebabnya dia memilih genre yang populer di internet.]

Tak terhindarkan, jumlah pengkritik dari penulis ‘IORI’ meningkat secara drastis.

"Yah, wajar saja."

Mengomparasikan seni dan tulisan itu seperti membandingkan keindahan laut dan gunung, benar-benar tidak masuk akal.

Namun, memang terdapat perbedaan kemampuan yang jelas antara diriku dan Sabatora.

Aku memilih genre yang sedang populer karena aku ingin banyak pembaca yang membaca karyaku.

Fakta bahwa Sabatora memiliki jumlah pengikut sekitar 50 kali lebih banyak dari punyaku juga tidak perlu membuatku marah... begitulah aku meyakinkan diriku sendiri, walaupun dampaknya memang terasa.

Aku masih bisa mengadaptasi novel yang pernah aku tulis sebelumnya menjadi skenario manga. Namun, aku tidak bisa lagi menulis novel baru.

Aku mengalami kebuntuan yang sangat nyata, seperti dalam cerita fiksi. Ketika aku berkonsultasi dengan sahabatku tentang hal itu,


[Mereka semua tidak mengerti bakat IORI! Novel IORI adalah yang paling menarik di dunia! Ban lagi, padahal aku bukanlah orang yang pantas mendapatkan perhatian!]

[Tapi faktanya, aku memang menulis skenario dengan hanya menargetkan genre yang sedang populer]

[Aku mengerti! Tapi dengar!]

Kurasa dia hanya mencoba menghiburku dengan mengatakan bahwa ceritaku tetap menarik, bukan? 

Tapi dia memberiku semangat dengan sungguh-sungguh.


[Kamu tahu kan kata-kata para kreator profesional? Mereka mengatakan untuk membuat karya yang memiliki keunikanmu sendiri, tanpa terpaku pada tren. Tentu saja, pendapat itu masuk akal]

[Aku juga berpikiran seperti itu]

[Tapi aku tidak berpikir ada yang salah dengan menulis karya yang mengikuti tren. Menemukan keunikanmu sendiri memang sulit, tetapi sama sulitnya dengan mempelajari tren dan menciptakan karya berdasarkan hal itu]

Sepertinya kita memiliki pandangan yang sama.

Aku sangat merasakan empati terhadap teori kreativitas dari sahabatku.


[Aku mengerti. IORI, kamu melakukan banyak penelitian dengan membaca banyak manga dan light novel untuk menulis novel kan?]

[Tapi bahkan dengan semua itu, di internet, mereka bilang ‘Dia hanya ingin perhatian’]

[Lalu, apa yang salah dengan ingin dihargai?]

[Ha?]

[Apakah kau pikir Sabatora hanya menggambar manga agar dihargai di internet? Itu benar sekali! Aku menggambar lebih dari enam jam setiap hari karena aku ingin dihargai di dunia maya!]

[Jangan merusak kutipan terkenal Rohan-sensei begitu saja. Tetapi aku mengerti perasaanmu. Merasa viral itu menyenangkan, bukan?]


Aku ingat ada buku psikologi di ruang kerja ibuku yang mengatakan bahwa manusia secara tidak sadar menyukai pujian dari orang lain. 

Ketika karyanya, yang ia kerjakan selama berminggu-minggu, dipuji, kebutuhan persetujuan terpenuhi. 

Kesuksesan sebuah karya viral juga berarti memberikan kebahagiaan kepada banyak pembaca. 

Menggunakan fakta itu sebagai motivasi dalam kreativitas tidaklah salah.

Selain itu─


[Yang penting bukanlah motif dalam pembuatan karya! Yang penting adalah apakah karya itu mampu menggerakkan hati orang lain!]

[─Sangat benar, kita memiliki pandangan yang sama. Dan dalam hal itu, karya Sabatora tanpa diragukan lagi sangat menarik]

[Hal yang sama berlaku untuk novel IORI juga! Novelmu menarik tanpa tergantung pada tren! Karakter-karakternya bersinar dan membawa perasaan yang menggembirakan saat dibaca! Jadi, tak perlu peduli dengan pendapat para pengkritik!]

[... Maafkan aku. Meskipun kau begitu mendukungku, aku sekarang ...]

[Ah, maaf jika terdengar terburu-buru! Tidak perlu memaksakan diri untuk karya baru, ya? Hubungan kita tidak akan berubah karena hal seperti itu!]

[Mengapa kau mengatakan semuanya begitu ...]

[Aku sangat mencintai novel-novel IORI! Saat aku merasa kesulitan dalam kehidupan nyata, karyamu telah menyelamatkanku! Ini bukan hanya tentang mengikuti tren! Cerita-ceritamu memiliki kekuatan untuk memberikan keberanian kepada para pembaca! Itulah keunikanmu sebagai seorang penulis!]

Kata-kata itu telah menyelamatkan hati Machikawa Iori yang berusia 14 tahun.


"Dia benar, aku tidak perlu marah hanya karena hal ini," begitu kataku pada diriku sendiri, tapi sejujurnya aku sangat terluka oleh kritik mereka. 

Trauma masa kecil saat aku diintimidasi datang kembali.


[Terima kasih banyak. Mendengar itu, membuatku merasa terselamatkan]

[Hehe, mendengarmu mengatakan itu, memalukan tahu...]

[Apa aku harus mengatakan sesuatu yang lebih memalukan? Bagiku, Sabatora sudah seperti seorang pahlawan]

[Apa yang kau katakan? Bagiku, kami adalah─]

[Apa?]

[Tidak ada, tidak apa-apa! Aku hanya bercanda! Meskipun pembuatan manga sangat sulit, jangan ragu untuk mengandalkanku! Lalu, jika IORI sedang kesulitan, aku akan selalu membantumu!]

Kata-kata sahabatku terdengar seperti suara seorang pahlawan bagiku.

Walau, aku masih belum bisa keluar dari keresahan ini. Meski begitu, aku merasa sangat terinspirasi.


(Tapi,)

Setelah beberapa waktu berlalu, aku mulai merasakannya pelan-pelan.

Alasan mengapa sahabatku begitu terobsesi dengan mendapatkan pengakuan di dunia maya.

Dan itu adalah──.


*


Aku terbangun oleh suara ketukan di pintu.


"...Jam berapa ini?"

Aku mencoba memeriksa jam di ponsel yang diletakkan di samping bantal, tetapi layarnya tidak menyala.

Baterainya habis.

(Aku lupa untuk mengisi dayanya...)

Padahal waktu itu memang sudah hampir habis ketika aku pulang dari rumah sakit.

Mungkin karena suhu tubuhku yang tinggi, pikiranku tidak berfungsi dengan sebagaimana mestinya.

Terima kasih kepada obat yang telah membantu mengurangi sakit kepala, tapi demam tinggi dan rasa lelah masih ada.

Aku melihat jam dinding, sudah pukul 15:18.


"Machikawa-kun!"

Aku terkejut dan tanpa sadar berseru.

Suara itu datang dari luar pintu, suara Suzuhara-san.


"Mengapa dia di rumah?"

Dengan langkah ragu, aku bergerak menuju pintu.

Ini masih terlalu awal untuk pulang sekolah.


"Sungguh lega. Jika kamu baik-baik saja."

Aku mendengar suara lega dari seberang pintu.


"Aku berpura-pura sakit dan pulang lebih awal."

"Eh!? Mengapa?"

"Aku mengirim pesan langsung (DM) tapi tidak ada balasan. Aku mencoba menelepon beberapa kali tapi tidak ada tanggapan. Aku khawatir kamu mungkin pingsan atau sesuatu."

"─Maaf. Aku membuatmu khawatir."


Aku merasa bersalah dan kecewa dengan diriku sendiri.

Padahal aku berusaha agar tidak merepotkan orang lain.

Aku telah melanggar aturan untuk tidak berhubungan di dunia nyata dengan teman yang pemalu seperti dirinya.


"Baterai ponselku habis. Jadi aku tidak bisa membalas, tapi kondisiku baik-baik saja."

"Jangan berbohong."

Dia dengan tegas mengatakan.


"Suaramu terdengar serak. Mungkin kamu punya demam yang cukup tinggi?"

"Tidak seperti itu─"

"Kamu yang biasanya cerdas pasti langsung menyadarinya. Jika kita berbicara dengan suara serak, orang akan menyadari bahwa kita dalam kondisi tidak sehat."

Itu adalah dugaan yang cerdas dan logis.

Kebenaran tentang ‘Aku baik-baik saja!’ beberapa jam yang lalu terungkap dengan mudah.


"Machikawa-kun."

Namun, Suzuhara-san dengan serius berkata tanpa marah karena dirinya telah kubohongi.


"Apa kamu sudah makan siang?"

"Eh, belum."

"Apa kamu merasa lapar?"

"Hanya sedikit."

Nafsu makanku sedikit pulih setelah obat yang kuminum tadi mulai bekerja.


"Baik, tunggulah di tempat tidur."

Aku mendengar suara langkah cepat teman seatapku itu berlari di koridor. 

Setelah sekitar 30 menit berlalu...


"Maaf membuatmu menunggu."

Aku mendengar suara langkah pelan seakan membawa sesuatu yang berat, kemudian Suzuhara-san berbicara lagi melalui pintu.

"Err... Bolehkah aku masuk? Aku membawa makanan untukmu, aku akan membawanya ke tempat tidur."

Aku terkejut sekali. Suzuhara-san yang pemalu telah menyiapkan makanan untukku. Bahkan dia mengatakan dia akan masuk ke dalam kamarku.

"Terima kasih. Jika kamu meletakkannya di depan pintu, aku akan mengambilnya."

"Aku khawatir kamu akan tersandung dan jatuh. Tolong tetaplah di atas tempat tidur."

Aku merasa jika dia mungkin terlalu khawatir, tetapi aku tidak bisa mengatakan itu padanya.


(Ini semua karena aku membuat Suzuhara-san khawatir...)

Selain itu, karena aku melemah baik secara fisik maupun mental akibat flu, aku merasa hangat saat Suzuhara-san memperhatikanku.


"Baik, silakan masuk."

"Permisi."

Saat melihat Suzuhara-san masuk ke dalam dengan ekspresi tegang, aku juga merasa tegang. 

Dia mengenakan apron berwarna biru langit di atas blus putih bersih seragam sekolah, itu adalah apron kesayangan Machikawa Iori yang biasa digunakannya saat memasak.


"Apa ada yang salah?"

"Ah... tidak, hanya terkejut melihatmu memakai apron."

"Maaf, aku meminjamnya tanpa izin."

"Jangan khawatir."

Aku menjawab dengan senyuman palsu. 

Aku sering melihat teman sekelas perempuan sebayaku mengenakan apron saat praktik memasak, tetapi entah mengapa aku merasa tegang.


"Aku membuat zōsui untukmu."

(TL/N: Zōsui, atau ojiya, adalah sup nasi Jepang yang ringan dan tipis mirip dengan sup sayuran berbahan dasar nasi.)


Suzuhara-san datang dengan membawa nampan.

Di atas nampan terdapat botol minuman energi berukuran 500 mililiter dan zōsui yang berisi potongan daging ayam dan daun bawang cincang. 

Aku tidak bisa mencium aromanya karena hidungku tersumbat, tetapi hanya dengan melihatnya, nafsu makanku langsung bangkit karena tubuhku membutuhkan energi.


"Terima kasih telah merawatku."

Aku menerima mangkuk zōsui dan mengangkat isinya ke mulutku menggunakan sendok.


"Uh, enak sekali."

Rasa kaldu yang kuat dan manis dari zōsui dan daging ayam menyebar di lidahku.

Tekstur segar dari daun bawang yang renyah juga memberikan sensasi yang menyenangkan. 

Selain itu, aroma lembut telur membuat suasana di dalam mulutku terasa sangat bahagia. 

Sayang sekali hidungku tidak bisa mencium aromanya. 

Zōsui hangat ini benar-benar meresap ke dalam tubuhku.


"Terima kasih sudah membuatnya."

Aku mengucapkan terima kasih, dan Suzuhara-san yang duduk di samping tempat tidur menundukkan kepalanya dengan ekspresi penyesalan.


"...Maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Aku mengatakannya seolah-olah aku yang membuatnya, tapi sebenarnya ini hanya makanan kalengan yang aku beli di supermarket sebentar tadi... Jika aku berpikir dengan jernih, aku sebenarnya tidak perlu mengenakan apron juga..."

"Aku tidak masalah dengan itu."

"...Apakah benar?"

"Tentu saja. Aku terlalu meremehkan makanan kalengan. Meskipun biasanya aku tidak memakannya, ini sangat lezat. Selain itu, menghangatkan makanan kalengan juga termasuk ke dalam proses memasak, kan?"

"Mungkin begitu..."

"Ya. Yang terpenting, kamu sudah berusaha membuatnya dengan baik. Itu adalah bumbu terbaik diatas semua itu."

Aku mengambil sendok dan mengambil sesuap zōsui lagi, dan seketika aku melihat wajah cantiknya memerah... tidak, tunggu. 

Apa yang aku katakan terlalu langsung, ya?

Mungkin karena aku sedang demam? Mungkin aku akan mengelak begitu, tapi kenyataannya, apa yang kukatakan adalah perasaan yang nyata, jadi tidak bisa dihindari.


"Selain itu, jika kamu tidak keberatan, silakan ambil ini juga."

Seperti mencoba menutupi wajah yang memerah, Suzuhara-san memasukkan tangan kanannya ke dalam saku apron.


"Jika kamu masih memiliki ruang di perutmu, silakan makan ini."

Dia mengeluarkan sebuah wadah plastik kecil berisi makanan penutup dan sendok berwarna perak. 

Pada awalnya, aku mengira itu adalah jeli, tapi...


"Puding?"

"Ketika sedang sakit, puding adalah pilihan yang tepat."

"Aku belum pernah mendengarnya."

"Puding adalah gumpalan protein. Bahan bakunya terdiri dari telur, gula, dan susu, jadi kandungan energinya cukup tinggi. Teksturnya juga lembut, sehingga relatif mudah dikonsumsi saat tenggorokan terasa sakit, tahu?"

Penjelasannya terdengar seperti informasi bermanfaat dari internet....


"Well, sebenarnya itu hanya pengetahuan yang aku cari di internet,"

Atau lebih tepatnya, ternyata memang begitu.


(Mungkin dia sedang gugup masuk ke kamar cowok.)

Mungkin Suzuhara-san berusaha menghubungkan percakapan dengan cara yang dia bisa.

Sifatnya yang dingin dan menjauh di sekolah, sikap yang bertolak belakang dengan kegigihan dan kebaikan hatinya yang dia perlihatkan khusus untukku, membuatku merasa bahwa dia sangat menggemaskan.


"Kenapa kamu tersenyum?"

Bukan hanya merasa, tapi sepertinya terlihat dari wajahku.

Karena Suzuhara-san menatapku dengan tatapan tajam, aku mencoba mengalihkan perhatiannya.


"Aku tidak sedang tertawa karena pengetahuan internetmu. Aku hanya berpikir tadi Suzuhara-san terlihat seperti suatu ‘robot kucing’."

"Iya?"

"Dari saku apron, kamu mengeluarkan item penyelamat untukku. Tetere tere....!"

"Tapi tidak ada latar belakang musik abad ke-22 seperti itu. Selain itu, ini lebih terlihat seperti beruang daripada kucing, bukan? Aku merusak wilayahmu."

"Memang benar, dapur adalah wilayahku sendiri."

"Aku telah menginvasi dapur keluarga Machikawa."

"Pernyataanmu terdengar mengancam."

“Dan si microwave bertahan dengan gigih. Ketika memanaskan sup sisa ‘Brooom!’ dia berteriak seperti bukan manusia.”

“Memang itu bukan manusia, hanya suara mesin yang sedang berfungsi, kan?”


Ketika aku mengoreksi, Suzuhara-san melemaskan sedikit pipinya dengan senyum samar, dan itu membuat suasana canggung kami sedikit lebih santai. 

Ada perasaan hangat di dada. Itu bukan karena demam atau makan nasi bubur, tetapi karena senyuman Suzuhara-san, yang menjadi senyuman ketiga dalam hidupku, telah menaklukkan satu bagian di dalam hatiku.


(Tapi ini aneh.)

Mengapa aku merasa begitu akrab dengan perasaan ini? 

Seorang gadis dengan warna rambut terang dan mengenakan headphone.

Sejak pertama kali bertemu di sekolah, aku merasakan hal itu, tapi entah mengapa, aku merasa seolah-olah aku sudah lama mengenal Suzuhara-san sejak dulu.


"Ahh."

Saat aku terlarut dalam pikiranku, Suzuhara-san seperti mengingat sesuatu,

"Maaf, aku baru ingat sekarang. Maaf sudah masuk ke kamarmu."

"Tidak apa-apa. Selama kamu tidak keberatan, tidak ada masalah—"

"Tidak bisa begitu."

Dengan terlihat enggan, Suzuhara-san menundukkan kepalanya sedikit.


"Meskipun ini untuk merawatmu, masuk ke kamar tidur seorang anak laki-laki yang memiliki pacar itu tidaklah pantas."

"Eh?"

"Kamu mengatakan bahwa kamu belum pernah merasakan cinta pertama, tapi aku teringat setelah datang ke rumah ini. Machikawa-kun kamu berpacaran dengan teman sekelas, Kotori Horiuchi kan? Aku mendengar rumor itu."

Ahh, jadi begitu.


Mungkin itulah alasan mengapa Suzuhara menjaga jarak hubungan dengan Machikawa Iori


Dia yang dikenal sebagai Solo Gal tidak memiliki teman. 

Aku pikir dia mungkin tidak tahu tentang rumor antara aku dan Kotori──.


"Tidak, kami tidak berpacaran. Meskipun kami dekat, kami tidak berkencan."

"Benarkah?"

"Kamu ingat, kita pernah berbicara melalui DM kan? Aku bilang kalau aku memiliki adik perempuan kembar."

"Eh—"


Matanya yang jernih dan tajam dengan bulu mata panjang terbuka lebar dengan keterkejutan.

Ya, itu adalah rahasia yang aku bagikan karena kami adalah sahabat. Tentang bagaimana orang tua kami bercerai ketika aku masih di kelas enam SD.

Dan aku memiliki adik perempuan yang diasuh oleh ayahku.


"Mungkin Kotori-san adalah—"

"Adik perempuan kandung. Karena orang tua kami bercerai, kami memiliki nama belakang yang berbeda sekarang."

"Tapi kamu tidak pernah mengatakannya di sekolah, kan?"

"Ketika kami memutuskan untuk bersekolah di SMA yang sama, aku berbicara dengan Kotori tentang hal itu. Menjadi saudara kandung yang nama belakangnya berubah karena perceraian adalah beban yang cukup berat dalam menjalani kehidupan sekolah menengah. Jadi kami memutuskan untuk merahasiakan bahwa kami kembar."

"Jadi, keakraban kalian sebelumnya adalah karena—"

"Karena kami adalah saudara kandung."

"Maaf. Aku tahu itu adalah rahasia, tapi aku membuatmu mengatakannya dengan paksa."

"Tidak masalah. Aku sangat mempercayaimu. Karena kamu bukanlah orang yang akan mengumbar rahasia temanmu kan?"


Mungkin karena efek dari demam, kemampuan penilaianku menjadi sedikit terganggu. 

Aku sekali lagi mengeluarkan pernyataan yang terlalu jujur.


"Terima kasih."

Wajah Suzuhara-san memerah dengan malu-malu... 

Ah, sekarang aku benar-benar merasakan bahwa Suzuhara-san memang bukanlah sesama jenis. 

Dia terlihat sangat malu-malu.


"Oh ya, tentang biaya makanan ini, kita urus nanti saja oke?"


Dalam usahanya untuk mengalihkan perasaan canggung, Suzuhara menggelengkan kepalanya dengan ragu-ragu.


"Tidak perlu." 

"Tapi ..."

"Aku makan makanan enak setiap hari berkatmu."

"Kita sudah sepakat untuk berbagi biaya makanan, kan?"

"Kamu bahkan memberiku kunci cadangan, aku ingin berterima kasih."

"Tapi kita melanggar janji untuk tidak saling kontak di dunia nyata... Oh, apakah janji itu sudah tidak berlaku lagi? Dan kamu sudah tahu bahwa Kotori bukanlah kekasihku. Kita tinggal bersama dalam satu rumah, jadi seharusnya kita juga dekat di dunia nyata ..."


Setelah mengatakan itu, aku menyesal.

Suzuhara menjaga jarak denganku bukan hanya karena masalah Kotori.

Itu karena dia pemalu terhadap orang asing... sial.


(Suhu tubuhku sepertinya masih tinggi.)

Aku terlalu tidak peka terhadap perasaannya.

Kekuatan hidupku sebagai seorang ‘otaku ekstrovert’, dan kemampuan komunikasiku, telah menghilang.


"Maaf, ucapan yang tidak peka tadi. Aku merasa agak berbeda hari ini," kataku sambil tersenyum dengan malu.

Untuk melumaskan kesalahpahaman yang menyedihkan, tersenyum adalah solusi untuk suasana canggung ini.

Ini sudah menjadi kebiasaan mesin pembuat senyuman berbentuk manusia sepertiku.


"Kamu tidak perlu memaksakan senyummu, aku baik-baik saja," 

Tapi...


Senyuman palsuku membeku setelah mendapat penilaian tajam dari sahabatku.


“Machikawa-kun, sejak aku masuk ke ruangan ini, kamu selalu berusaha memasang wajah ceria.”

“Aku senang karena kamu mau merawatku.” 

“Tapi itu bukan satu-satunya alasannya kan? Kamu berusaha sebanyak mungkin untuk mengatasi kecanggungan karena aku yang seorang pemalu, dan meskipun kamu merasa sakit karena demam, kamu tetap mencoba berperilaku seceria mungkin, bukan?"

“Terima kasih, dan maaf....” lanjutnya sambil tersenyum lembut, sebelum akhirnya wajahnya dipenuhi dengan penyesalan.


(Oh, benar juga.)

Suzuhara-san... tidak, Sabatora-san tahu tentang hal itu.

Dia tahu bahwa saat aku masih di sekolah dasar, aku pernah menjadi korban bullying.

Itulah yang membuatku terampil dalam membuat senyuman palsu.


[Bagaimana cara menjadi percaya diri sepertimu IORI?]

Ketika dia mengirimkan DM dengan pertanyaan seperti itu, aku tiba-tiba memberitahunya semuanya.

Aku tidak pernah berpikir bahwa dia adalah teman sekelasku.


"Kamu tak perlu minta maaf, bahkan atas apa yang kamu ucapkan tadi." 

Wajah Suzuhara-san terlihat memelas meminta maaf.

"Aku tidak bisa menjadi dekat denganmu di dunia nyata, itu adalah kesalahanku, hingga harus memaksamu seperti ini..."

"Jangan salahkan dirimu sendiri. Pemalu itu bukanlah sesuatu yang buruk," 

"Tidak, bukan hanya karena aku pemalu. Ini cerita yang memalukan, tapi..."

Dia menghela nafas dalam-dalam, seolah-olah mencoba menenangkan hatinya.


"Aku, tidak ingin kamu membenciku."

Dia mengatakan dengan suara kecil yang penuh rasa malu.

"Sebenarnya, sebelum kita mulai tinggal bersama, aku membaca beberapa buku."

"Itu berarti..."

"Itu adalah buku tentang persiapan sebelum tinggal bersama orang lain. Di sana tertulis bahwa meskipun orang itu sangat dekat dengan kita, hubungan bisa buruk setelah tinggal bersama."

"Ah, aku rasa itu masuk akal."


Semakin lama tinggal bersama dan menghabiskan waktu bersama, kita akan semakin mengenal satu sama lain. Saling memahami kelebihan dan kekurangan masing-masing, lebih daripada ketika kita tinggal terpisah.

Akibatnya, ada kemungkinan kita melihat sisi-sisi yang tidak disukai dari satu sama lain.


"Yah, aku memang sering mendengar bahwa pasangan sebelum menikah sering bertengkar dan putus setelah tinggal bersama... Eh, tunggu sebentar. Jadi maksudmu..."

"Seperti yang kamu duga, dan seperti yang aku katakan tadi, aku tidak ingin kamu membenciku. Itulah sebabnya..."

"Kamu memutuskan untuk tidak berinteraksi denganku di dunia nyata?"


Jika salah satu dari kita mengisolasi diri di dalam kamar, risiko untuk mengetahui sisi-sisi yang tidak disukai dari satu sama lain akan berkurang secara signifikan.

Tapi...


"Kamu tak perlu melakukannya sampai sejauh itu, kan? Jika kamu kecewa denganku, aku tidak akan mengeluh. Tapi..."

"Dalam kehidupan nyata, aku adalah orang yang sangat tidak menyenangkan," bisik Suzuhara-san.

Dengan bayangan kegelapan yang samar terpancar di matanya, dia berkata,

"Aku selalu canggung, pendiam, dan sendirian. Itulah diriku. Hubungan antar manusia di dunia nyata sangat merepotkan bagiku, jadi aku selalu menghindari orang lain."

"Tunggu sebentar. Itu berarti..."


Aku tahu alasan di balik itu semua.

Ya, aku telah berbagi tentang pengalaman penindasan yang aku alami, dan dia juga telah berbagi pengalamannya denganku.

Itu terjadi pada hari ketika aku bertanya mengapa sahabatku hidup ‘menyendiri’ di usia sekolah menengahnya.


[Sebenarnya, aku diusir dari rumah keluargaku.]


Hubungannya dengan wali yang tinggal bersamanya tidak baik, jadi dia diberikan sebuah apartemen yang terpisah dari rumah keluarganya.


-- Aku memberikan uang untuk biaya hidup, memberinya apartemen yang bagus, jadi tidak ada masalah, kan?


Aku mendengar tentang pernyataan walinya yang jelas-jelas merupakan sebuah masalah.

Aku tidak dapat bertanya lebih detail, tapi mungkin karena kondisi keluarganya, dia menjadi tidak terampil dalam membangun hubungan antar manusia.

Jika itu benar...


"Kamu bukanlah orang yang buruk. Bagiku, kamu bukanlah orang yang tidak menyenangkan sedikit pun," kataku dengan semangat untuk mendorong sahabatku.

"Tidak." 

Namun, suaraku tidak sampai padanya.

Bayangan kegelapan di mata Suzuhara-san tidak kunjung hilang.


"Aku juga memiliki bagian yang tidak menyenangkan yang ingin sekali aku hilangkan. Bagiku, kamu adalah sosok yang istimewa untukku. Kita adalah pasangan yang membuat manga bersama. Teman otaku dengan minat yang sama. Satu-satunya sahabat yang bisa kuceritakan segalanya tentangku."

"Ini bukan kesalahanmu, bukan begitu?"

"Tapi, aku salah mengira. Aku berpikir bahwa bagiku kamu adalah sosok istimewa, dan mungkin kamu juga menganggapku sebagai sosok yang istimewa juga," ucapnya dengan suara kecil.

"......"

"Ketika aku mendengar ceritamu tentang masa kecilmu yang dihantui oleh penindasan, dan bagaimana kamu melewati kehidupan sekolah dengan penuh senyuman palsu, aku tidak berpikir bahwa kamu adalah tipe orang yang memiliki banyak teman di dunia nyata."

"......"


Jadi begitulah.

Suzuhara-san berpikir bahwa ‘IORI’ tidak pandai membangun hubungan antar manusia di dunia nyata, sama seperti dirinya.

Tapi kenyataannya...


"Versi dirimu di dunia nyata... sangat bertolak belakang dengan apa yang kukira." ucap Suzuhara-san dengan kegelapan yang semakin dalam di matanya.

"Bagiku, ternyata Iori adalah tipe orang yang banyak memiliki teman di sekolah. Sementara bagimu... aku hanya salah satu dari banyak temanmu," kata Suzuhara-san dengan kegelapan yang semakin membingkai matanya.

Melihat kegelapan itu, rasanya membuatku seperti sedang disedot ke dalamnya.



"Aku... bukanlah sosok yang ceria seperti teman-temanmu. Bahkan, aku telah ditinggalkan oleh keluargaku..." kata Suzuhara-san seperti sebuah lubang hitam yang menelan segala cahaya di alam semesta.

"Ketika aku menyadari hal itu, aku merasa sangat tidak nyaman... Merasa bahwa aku tidak istimewa bagi Iori itu sendiri. Ketika aku menyadari bahwa ada banyak teman lain di sekitarmu, aku merasa cemburu bahkan kepada teman-temanmu. Aku merasa semakin terbebani dengan hubungan antar manusia di dunia nyata." ucap Suzuhara-san.


"Suzuhara-san..."

"Tapi, yang sebenarnya membuatku merasa tidak nyaman adalah... diriku sendiri yang berpikiran seperti ini. Aku sadar akan hal itu. Keadaan sekarang, Suzuhara Ayana, sangatlah buruk, egois, dan berpemikiran sempit. Aku adalah sosok yang paling buruk," lanjutnya.

"Jadi, untuk mencegah kenyataan itu terungkap, kamu menjaga jarak denganku di dunia nyata?"


Suzuhara-san mengangguk perlahan tapi pasti.


"Karena aku tidak ingin kamu, IORI, membenciku. Aku tidak ingin kamu melihat sisi burukku. Aku ingin tetap menjadi teman terbaik meski setelah berakhirnya kehidupan berbagi atap ini."

"......"


Aku merasa tidak enak.

Mungkin karena berusaha memikirkan percakapan ini, suhu tubuhku meningkat.

Namun, satu perasaan yang tajam terdalam terjaga di dalam benakku, menghubungkan kesadaranku yang mulai kabur.


(---Siapa yang membuat Suzuhara-san menjadi seperti ini?)


Aku menggenggam tangan dengan kuat, hingga serasa darah hampir menetes.

Saat ini, dia terlihat sangat tidak percaya diri.

Dia membenci dirinya sendiri, tidak mencoba mencintai dirinya sendiri, dan takut dibenci oleh teman terbaiknya, yaitu aku. 

Rasa harga diri yang begitu rendah. Tapi sebenarnya, aku sudah merasakannya terhadapnya sejak dulu.

Suzuhara-san selalu terobsesi dengan menggambar ilustrasi lalu mendapatkan pengakuan dari internet.


(Mungkin itu dipengaruhi oleh masalah keluarga?)


Aku membaca dalam sebuah buku ilmiah tentang penelitian novel. 

Orang tua adalah mereka yang paling mempengaruhi perkembangan harga diri anak. 

Menurut sebuah teori, anak-anak yang sering dipuji oleh orang tua mereka sejak kecil akan memiliki harga diri yang tinggi ketika dewasa.


- Kamu luar biasa!

- Kamu pasti bisa melakukannya dengan baik lagi!


Dengan mendengar kata-kata yang penuh kasih, mereka secara alami menjadi percaya diri. Di sisi lain,


- Kenapa kamu tak bisa melakukan ini?

- Kamu sudah pasti akan gagal, jadi kamu tak perlu berusaha.


Jika anak-anak terus-menerus mendengar kata-kata negatif, harga diri mereka tidak akan berkembang. 

Mereka kehilangan kepercayaan pada diri sendiri. Jika Suzuhara-san mengalami hal seperti itu, mungkin dia mencari pengakuan dari orang asing di internet untuk menggantikan apa yang seharusnya diberikan oleh orang tuanya.

Jika begitu----


(Yang dia butuhkan sekarang adalah seseorang yang bisa memahami keadaannya)

Bukan mendekati sosok Seniman Ahli - Sabatora.

Tapi yang dia butuhkan adalah seseorang yang bisa mendekati dirinya, sosok nyata Suzuhara Ayana yang dia sebut sebagai seorang pecundang dan pengecut.

Saat ini, hanya aku yang bisa melakukannya.


"Bagiku, Suzuhara-san adalah sosok yang tak tertandingi."

Segera setelah aku membuat keputusan itu, aku langsung bertindak.

"Terima kasih. Aku senang kamu bertindak untuk menjalin persahabatan denganku. Aku sangat senang kamu memperhatikanku."


Pertama, aku akan mengiyakan tindakannya.

Kemudian, aku akan menunjukkan empati.


"Aku sangat bisa memahami perasaanmu yang merasa cemas dalam kehidupan ‘berbagi’ ini. Jangan khawatir, hanya karena aku melihat sisi burukmu, bukan berarti aku akan membencimu, kan?"


Ayo, diriku purtar otakmu meski sedang terkena virus, bukankah aku telah menulis banyak cerita sejauh ini?

Gunakan pikiranmu untuk menciptakan kata-kata yang bisa menggerakkan hati seorang sahabat.


"Memang benar bahwa aku memiliki banyak teman. Tapi itu semua adalah hasil dari aku trauma ku dulu. Aku tersenyum ramah dan mendekati mereka, membaca situasi orang lain, dan bertindak sesuai itu. Aku berpikir dengan memiliki banyak teman, aku tidak akan menjadi sasaran perundungan."


Tentu saja, semua teman itu sangat berharga.

Aku senang bisa bersama mereka.

Aku ingin menghabiskan waktu bersama dalam menjalani kehidupan SMA bersama.

Tapi----


"Tidak ada teman lain selain dirimu yang bisa membuka hatiku sepenuhnya. Sebagai seorang penulis web, aku menyembunyikannya dari semua orang. Hanya kepada dirimu aku bisa mengungkapkan kekhawatiran dalam aktivitasku. Dan bahkan, karenamu aku bisa tetap melanjutkannya sejauh ini meskipun diserang dengan fitnah dan kritikan. Itu karenamu, karena ada Sabatora di sampingku."

Kritik dari para pengkritik menjadi pemicu trauma yang mengingatkanku pada masa lalu perundungan. 

Tapi, Suzuhara-san selalu melindungiku.


"Memang benar, citraku di dunia maya... Sabatora telah membantumu! Tapi di dunia nyata, aku adalah orang yang buruk, dan aku bahkan takut untuk berinteraksi denganmu...!"

Namun, dia terlihat sangat kurang percaya diri di dunia nyata, berbeda dengan citra penuh keyakinannya di dunia maya.

Sepertinya dia memiliki rasa penghargaan diri yang rendah.

Dan Suzuhara-san sangat membenci dirinya sendiri.


"Kalau begitu, bagaimana jika kamu mencoba mengubahnya sedikit demi sedikit?"

Aku ingin mendekati sahabatku yang sedang bimbang, memberinya dukungan, dan membantunya.

Aku harus mengambil langkah maju.


"Jika kamu tidak suka dengan dirimu sendiri, cobalah untuk mengubahnya sedikit demi sedikit. Suzuhara-san, kau pernah mengatakan bahwa bermimpi untuk berpelukan dengan teman nyata, kan?"

"......"

"Pada dasarnya, kau selalu mengidamkan teman nyata... kau ingin mengubah dirimu, bukan? Jika begitu, cobalah memiliki keyakinan untuk dapat memiliki teman nyata selain diriku."

Ini bukan berarti aku memintanya untuk menjadi orang yang populer secara sosial.

Dia tidak perlu menolak dirinya yang sekarang sepenuhnya.

(Setidaknya aku ingin dia bisa mencintai dirinya sendiri dan menjadi orang yang bisa menjalin hubungan dengan orang lain.)

Itu adalah cara untuk mengafirmasi diri sendiri.

Itu berarti mencintai diri sendiri.


"Tapi jika aku bisa berubah, aku ingin berubah......!"

"Mengubah diri secara nyata bukanlah hal yang mudah."

"Tentu saja. Aku tidak mampu melakukan itu─"

"Tapi itu bukanlah hal yang tidak mungkin, kan? Karena aku sendiri juga telah membuktikannya dengan mengubah diriku."

"......!"

"Aku dengan putus asa mengubah diriku demi menghindari perundungan. Aku mengerti betapa sulitnya mengubah diri sendiri. Itulah sebabnya aku yakin aku bisa membantumu."

"Macikawa-kun......"

"Hari ini kamu bahkan berpura-pura sakit hanya untuk merawatku. Aku sangat senang dan hatiku terasa hangat. Kamu tidak hanya baik di dunia maya, tapi juga di dunia nyata. Jika kebaikanmu bisa sampai kepada semua orang, kamu akan memiliki lebih banyak teman."

"Mengapa kamu bisa mengatakan hal-hal seperti itu padaku......"

"Karena kamu adalah Suzuhara-san. Tentu saja, aku tidak akan memaksamu. Aku tak akan memaksa. Hanya saja, jika kamu ingin mengubah dirimu sendiri, aku akan dengan sepenuh hati membantu."


‘Jika Iori kesulitan, aku pasti akan membantunya!' Kata-kata itulah yang diucapkan oleh seniman dewa yang aku kagumi.  

(TL/N: Kadang si Suzuhara dijuluki seniman dewa ama penggemarnya)


Dia tak tahu betapa terbantunya aku karenanya.

(Tapi mungkin lebih baik tidak melanjutkan percakapan hari ini.)

Aku tidak tahu berapa lama kepalaku yang terpengaruh demam akan tetap berfungsi dengan jernih. Tapi sebelum mengakhiri percakapan, ada satu hal yang ingin aku lakukan.

Dengan sengaja, aku mengacungkan jari telunjukku.


"Hanya ada satu hal yang tidak dapat dilakukan, seberapa keras pun kita berusaha."

"Eh... Ada hal yang tidak bisa dilakukan?"

"Yeah."

Dengan mengangguk tulus, aku berbicara dengan suara serius.


"Bercakap-cakap tentang eroge dengan teman sekelas. Tidak peduli seberapa banyak kita berubah, itu adalah hal yang tidak mungkin. Hanya dengan sahabat sejati seperti Suzuhara-san saja yang bisa membuatku berbagi hal memalukan seperti itu."

Ekspresi seriusku tiba-tiba berubah. Aku mengatakannya dengan senyuman terbaikku hari ini.

Sebagai respons terhadap senyumku, pipi Suzuhara-san melonggar seolah-olah tertarik oleh senyumku.


"Apa maksudnya?"

Dia tertawa kecil, mengibaskan rambutnya yang berkilauan, dan tersenyum.


“Aku adalah ‘alat pembicara game eroge’ mu, ya?”

“Kau tahu, aku terperosok dalam dunia game wroge sampai ke ujung rambutku karena kamu.”

"Hei hei, cara bicaramu..."

"Pertama kali kamu merekomendasikan 'Private Bunny Girl Academy ♥ Naughty Service Club!' bukan? Meskipun adegan dewasanya luar biasa, ceritanya yang membara cukup menyentuh hati──"

"Hei perhatikan cara bicaramu itu!" 

"Kenapa? Atau hei apa kamu tidak mau membicarakan eroge dalam kehidupan nyata?"

"Saat kita berbicara melalui DM, wajahmu tidak terlihat, jadi itu tidak masalah. Tapi ketika aku harus bicara sambil melihat wajahmu..."

"Apa kamu takut terangsang?"

"Tak mungkin!!!"

... Suzuhara-san tersenyum sambil mendesah, sambil berkata, “Ayo, makanlah makananmu.”


(Baiklah, akhirnya aku bisa membuatnya tersenyum.)

Percakapan itu mirip dengan tenis. Jika hanya satu pihak yang memukul bola, maka permainan tenis tidak akan berjalan. 

Kita harus sinkron dengan lawan, memukul bola yang mudah diambil oleh lawan, dan jika lawan gagal mengembalikannya, kita harus menolongnya dan melanjutkan percakapan.


(Kondisiku sangat buruk, tapi jika aku bisa sampai sejauh ini, itu sudah cukup.)

Sulit untuk membaca ekspresi misteriusnya. 

Jadi, aku mencoba menebak keinginannya dari ucapan dan tindakannya, menggerakkan hatinya dengan kata-kata, dan meyakinkannya.

Akhirnya, dengan sengaja aku menegangkan suasana sejenak sebelum melepaskannya dengan cepat, mengendurkan ketegangan dan menciptakan suasana yang lebih rileks.

Tentu saja, dalam percakapan yang aku susun, aku menyelipkan banyak pikiran sejatinya.

“Terima kasih atas makanannya. Rasanya enak, terima kasih.”

Aku menyelesaikan makanan yang dia sajikan dengan lezat lalu melegakan tenggorokanku dengan minuman energi.


"Apakah kita bisa melanjutkan pembicaraan, bahkan setelah aku sembuh?"

"Tentu saja. Maafkan aku. Niatku untuk menghiburmu justru malah kamu yang membuatku lebih termotivasi."

"Untuk Suzuhara-san, itu bukan masalah besar sama sekali."


Namun, di sinilah Machikawa Iori membuat kesalahan yang sangat fatal.

Perasaan lega karena berhasil menyelesaikan percakapan.

Perasaan bahagia karena bisa melihat senyuman khas Suzuhara.

Dan tentu saja, juga karena dipengaruhi oleh demam tinggi.



“Jika kamu bukan sesama jenis, pasti kita akan menjadi pasangan kekasih. Aku selalu sangat mencintaimu sampai-sampai aku berpikir seperti itu.”


Saat hari pertama ketika aku bertemu dengan sahabatku secara langsung di dunia nyata.

Aku secara tidak sengaja menggali perasaan. Perasaan yang telah aku sembunyikan, dan berjanji pada diriku sendiri sebelumnya untuk tidak pernah mengatakannya....



"Eh...?"

Suzuhara-san tidak tahu apa yang aku katakan.

Dia tampak kaku dan membeku.

Namun, perlahan-lahan dia tampak memahami makna kata-kata itu.

Dia berbalik menghadapku dengan cepat, menyembunyikan ekspresinya.


"Memang ini benar-benar kau, si otaku ekstrovert yang populer. Kamu memang terampil dalam memberikan rayuan-rayuan manis seperti biasanya."

Dengan gaya bicara dingin yang biasa, dia mengucapkan kata-kata itu sebelum meninggalkan ruangan.


"Pujian manis, ya."

Jika itu yang dia tangkap, itu baik-baik saja.

Aku mungkin terlalu dipengaruhi oleh demam saat mengucapkan itu, tapi sepertinya dia tidak terlalu mempermasalahkannya.

(Ayo makan penutup dan tenangkan diri.)

Dalam keadaan seperti ini, rasanya tidak mungkin aku bisa tidur... 

Pikiran itu muncul tepat pada saat itu.


"...bodoh."

Aku mendengar suara lirih itu datang da

ri ruangan sebelah.

Tentu saja, pemilik suara itu adalah sahabatku.


"...Jangan mengatakan hal-hal yang bisa menyebabkan kesalahpahaman."


Dia berbicara sendiri dalam mode sarat rasa malu.

Suara yang lucu dan menggemaskan, seolah dia sedang menekan perasaan malunya.

Oh ya, sepertinya aku lupa memberi tahu saat hari pertama kami tinggal bersama.

Bahwa dinding yang memisahkan kamar ini dengan kamar Suzuhara-san cukup tipis.


(‘Jangan mengatakan hal-hal yang bisa menyebabkan kekeliruan.’)

Aku memikirkan hal itu sambil membuka penutup puding karamel.

Kata-kata itu hampir sama dengan apa yang diucapkan saat aku menolak pengakuan dari teman sekelasku sambil dia menampar wajahku.

Tapi, mengapa kali ini...


"Uhh, ini manis sekali"

Setelah mencicipi puding dengan sendok perak, aku berbisik dengan suara kecil yang tidak terdengar oleh teman sekamarku.





Post a Comment

Post a Comment