NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] Kioku Soushitsu no Ore ni wa, Sannin Kanojo ga Iru Rashii - Volume 1 - Chapter 2.2 [IND]

 



Translator: Nakama

Editor: Rion


Chapter 2 - Tiga Orang Pacar (part 2)




 ...Benar, yang tadi itu jelas pasti tangisan palsu.

Tapi hal itu, terpisah dari percakapan saat ini.


"Hei, apakah kamu benar-benar baik-baik saja memaafkan tindakan sembrono ku seperti ini? Aku belum pernah mendengar bahwa bermain perasaan dengan dua wanita bisa diterima seperti ini. Biasanya dalam hubungan, kamu hanya punya satu pasangan, kan?"

"Ahaha, itu karena kamu mengalami amnesia sekarang, jadi tentu saja kamu tidak akan pernah mendengarnya."

"Tidakkah kamu punya sedikit rasa sopan?"

Aku tidak bisa menahan diri untuk membalas, mengabaikan tindakan masa laluku. 

Arisugawa menggelengkan bahunya dan tertawa. Kulit putihnya yang terlihat dari balik kamisolnya seolah mengejekku.


"Itulah mengapa tak apa. Orang lain yang kau maksudkan adalah Asuka, kan? Dengan persetujuanku, kini membuat perselingkuhanmu menjadi sah. Hore, sungguh surgawi rasanya dikelilingi oleh dua gadis cantik."

"Tunggu sebentar. Arisugawa dan Asuka saling kenal? Apa itu berarti kalian bahkan juga pergi ke sekolah yang sama?! Itu terlalu berbeda dari apa yang kuingat, dan itu menakutkan!"


Meskipun aku memiliki ingatan selain hubungan personal, rasanya tidak nyaman untuk terbangun dan menyadari bahwa aku tidak lagi memahami apa itu rasa umum.


"Tunggu, bagaimana kamu tahu bahwa Asuka adalah..."

"Hehe, kamu heran bagaimana aku bisa tahu itu? Oh, aku tahu! Mari kita tanyakan pada Asuka." 

Arisugawa menyarankan, lalu mengeluarkan ponsel pintarnya.

"T-Tidak, berhenti!"

Aku berusaha dengan tergesa-gesa menghentikan Arisugawa yang hendak menelepon. 

Mengungkapkan kebenaran ini tidak akan membuat siapa pun bahagia. 

Ini mungkin merupakan konsekuensi dari tindakanku sendiri, meskipun aku kehilangan ingatan. 

Tapi Asuka tidak bersalah dalam semua ini.


Biasanya, siapa pun tidak akan senang memiliki pacar yang selingkuh, namun Arisugawa dengan santainya membicarakannya seolah-olah itu bukan masalah besar. Dia benar-benar tak bisa ditebak.

Namun, meninggalkan situasi seperti ini akan menjadi masalah. 

Ada risiko bahwa Arisugawa mungkin mengatakan kebenaran pada Asuka, dan jika ingatanku kembali, hubungan ini mungkin berlanjut dengan cara yang penuh tipu muslihat. 

Setelah beberapa pertimbangan, aku mengumpulkan keberanian dan mulai berbicara.


"Hei, bagaimana jika kita putus saja?"

"Hah? Tapi aku sudah menyetujuinua, jadi tidak apa-apa bukan?"

Asuka memberiku kesan sebagai seseorang yang tegas, berbeda dengan Arisugawa yang sulit dipahami. 

Aku tidak bisa membayangkan dia sebagai seseorang yang akan melanjutkan hubungan sambil mentolerir perselingkuhan.


"Ini bukan hanya tentang setuju atau tidak. Ini soal apakah Asuka setuju dengan hubungan ini? Jadi begitu, seharusnya kita akhiri saja semuanya."

Seperti Arisugawa bisa membaca pikiranku, dia mengerutkan matanya padaku.

"Oh, begitu? Kenapa?"

"Jika ini terbongkar, kita akan mendapat banyak kritik dari orang lain. Dari orang di sekitar kita, dari orang yang berbeda. Jika ini karena aku, seseorang tanpa ingatan, baik kamu maupun Asuka akan terganggu."

"Itu bukan masalah."

"Iya, itu masalah. Dan selain itu, aku..."

Dengan bunyi gedebuk, dia mendorongku dengan keras.

Aku terjatuh kembali ke tempat tidur dengan suara keras.


Ketika aku mencoba memprotes tindakannya, mulutku ditutup oleh tangannya.

Aku tidak bisa bergerak ketika dia menekan berat badannya di atas dadaku dan wajahku. 

Arisugawa Saki hanya beberapa sentimeter dariku, bahkan lebih dekat dari sebelumnya.

Dan kali ini, dia tidak berhenti.

Dengan sangat lembut, dia menutup bibirku dengan bibirnya. 


Rasanya seperti pikiranku meledak. 

Sensasi yang memikat menghampiriku, membuatku sulit untuk mengolah emosi luar biasa yang disampaikan oleh ciuman singkat itu. 

Arisugawa Saki kemudian melepaskan ciumannya, bibirnya berkilau saat dia berbicara dengan nada yang sama sekali berbeda.


"...Jika ada yang berbicara buruk tentangmu, aku akan membunuh mereka."

Angin dingin berhembus melalui jendela di antara kami, meskipun ini adalah musim semi.

"...Tidak akan ada yang mati (berbicara buruk), sama seperti sebelumnya."

Pandangan dinginnya menusuk tubuhku. 

Pandangan dingin yang terpancar dari Arisugawa sangat intens. 

Aku merasa seolah telah mengalami sensasi ini sebelumnya, seolah-olah versi sebelumnya dari diriku sedang mengingat sesuatu. Dokter mengatakan bahwa fenomena seperti ini tidak mungkin terjadi.

Tak bisa memberikan respon, aku menutup muluthku dan Arisugawa mulai cekikikan.


"Huhu, aku hanya bercanda. Jangan terlalu memikirkannya."

Aku menatapnya, dengan tercengang.

"....Bukankah lelucon seharusnya berhenti sebelum melanggar batas?" 

"Begitu? Terima kasih, aku belajar sesuatu." 

Arisugawa tertawa pelan dan menempelkan tangannya di bibirnya.

Bibirnya, berwarna seperti bunga sakura.

Tampilannya mungkin terlihat lemah lembut, tapi baru saja aku sadar bahwa bibirnya memiliki elastisitas yang tak terbantahkan.


"Hei, aku merasa seperti aku tahu mengapa kamu hanya kehilangan ingatan tentang hubungan."

Akumenatap wajah Arisugawa dengan penuh perhatian.

"Lalu apa yang kamu ketahui?" 

"Iya, aku tahu sesuatu." 

Arisugawa memasang senyuman yang mengejutkan dan meletakkan jari telunjuknya di bibirnya.


"Jika kamu ingin aku memberimu informasi, mari kita lanjutkan hubungan ini. Toh, nanti kamu mungkin akan belajar sesuatu." 

"Mengapa kamu sangat bersemangat untuk melanjutkannya?" 

"Karena aku suka padamu, bukankah itu jelas?" ucap Arisugawa dengan nada datar.

...Dengan tangisan palsunya tadi lalu sekarang hal ini, aku tidak bisa berhenti merasa ada yang salah dengan dirinya. 

Kemungkinan diriku yang dulu terlibat dalam segitiga cinta dan kemungkinan Arisugawa yang berbohong.

Namun, jika Arisugawa benar-benar tahu sesuatu yang bisa menjadi penyebab amnesia ku...


"Tapi serius, ingatanmu masih belum kembali. Padahal, kupikir mungkin bisa sama seperti cerita Putri Salju. Disaat aku menciummu, maka bisa mengembalikan ingatanmu." 

"Jenis perkembangan romantis semacam itu memang tidak untuk situasi seperti ini, bukan!?" 

"Hehe, kamu benar. Baiklah, tolong ciptakan suasana yang lebih romantis lain kali." 

"Kamu yang pertama menciumku tadi, ingat?"

Arisugawa sepenuhnya mengabaikan reaksiku sambil meregangkan tubuhnya.


Angin musim semi yang hangat berhembus melalui jendela, dan akhirnya keheningan kembali ke ruang rumah sakit. 

Pikiranku yang bingung perlahan mendapatkan ketenangan kembali, dan aku mengambil napas dalam-dalam.


"Ngomong-ngomong, aku dengar kamu akan segera keluar dari rumah sakit, kan? Aku meninggalkan beberapa buku sebagai hadiah, jadi jika kamu punya waktu luang, silahkan baca." 

Aku menundukkan kepala dan melihat ada sebuah kantong plastik dengan dua buku di samping tempat tidur.


"Oh, itu... Aku akan membacanya nanti." 

Jawabku pelan pada kata-kata pertama yang jelas dari dirinya hari ini.

Arisugawa menganggukkan kepala sekali dan berbalik pergi. 

Gerakan anggunnya menunjukkan bahwa dia telah selesai di sini dan akan pergi.

Masih ada banyak pertanyaan yang ingin kuajukan tentang Arisugawa, tapi sepertinya aku harus menyimpannya untuk lain waktu. 

Aku memandang punggungnya, seolah-olah mengucapkan selamat tinggal, ketika tiba-tiba Arisugawa berbalik.


"Oh, ngomong-ngomong, jika kita bertemu di sekolah, aku akan membantumu. Lagipula, aku adalah ratu dari tiga faksi besar. Jadi, kamu bisa mengandalkanku." 

"Apa maksud dengan gelar aneh ini..." 

"Eh, itu terdengar keren tau!" 

Arisugawa Saki, nama yang sesuai dengan sifat egoisnya, tanpa ragu merupakan perwujudan kepercayaan diri yang besar. 

Tidak diragukan lagi bahwa dia akan menjadi seseorang yang bisa kutumpangkan harapan dalam kehidupan masa depanku. 

Jika Arisugawa Saki menjadi sekutu dalam kehidupan sekolahku, tidak ada yang lebih menenangkan bagiku saat ini. 

Itu, tentu saja, jika bukan karena situasi aneh dimana dia mengklaim menjadi pacar keduaku. 

Jika bukan karena faktanya bahwa kita bertiga - aku, Arisugawa, dan Asuka - berada di sekolah yang sama. 

Sementara aku merenungkan pikiran-pikiran ini, wajah Arisugawa muncul melalui pintu yang hampir tertutup.


"Oh, benar. Aku akan membawa satu orang lagi. Tunggu di sini saja." 

"Satu orang lagi?"

Tak dapat mengerti artinya, tanpa sengaja aku mengulang kata-katanya. 

Namun, Arisugawa dengan cepat menghilang dari pandangan dan suara langkah kakinya terdengar semakin meredup.


Setelah beberapa detik berlalu, aku melompat keluar dari tempat tidur, berlari melintasi ruangan, dan membuka pintu.


Perawat, yang tampaknya menunggu di dekat sana sampai Arisugawa pergi, terkejut dan gemetar melihat gerakan tiba-tibaku.

Namun, itu sudah tidak penting lagi. Aku bertanya pada perawat, 


"Apa yang dia maksud dengan 'satu orang lagi'?"

"Aku... Kupikir itu berarti persis seperti apa yang sudah terdengar." 

 Perawat itu menjawab dengan suara yang lebih dingin dari sebelumnya.


*


Beberapa menit setelah Arisugawa meninggalkan ruangan, ketukan kecil terdengar dari pintu.

Ragu-ragu, aku melihat ke arah suara itu, tapi pintunya tetap tertutup. Ada keheningan selama beberapa detik. Lalu ada ketukan ringan lagi di pintu. 

Saat itu aku menyadari bahwa jika aku tidak menjawab, pintu tidak akan terbuka. 

Mengetuk sebelum masuk adalah kesopanan yang umum, tetapi sebelumnya Asuka pasti sudah berada di ruangan tanpa peringatan apapun, dan Arisugawa mengejutkan perawat dengan menerobos masuk tanpa pemberitahuan. 

Aku telah menduga bahwa mereka yang mengaku sebagai pacarku semuanya memiliki sifat yang sama, tetapi ini tidak terduga, namun begitulah seharusnya.


 "Silakan masuk." jawabku, dan pintu terbuka dengan pelan, memperlihatkan celah kecil sekitar dua puluh sentimeter di mana aku bisa melihat lorong. 

Disaat berikutnya, seorang gadis dengan rambut coklatnya menjulurkan wajahnya melalui celah.

Ujung rambut bobnya melambung ke atas, memberikan kesan pertama yang sedikit berbeda dari gadis-gadis sebelumnya.


 "Senpai." katanya saat pintu terbuka dengan suara gemerincing dan gadis dengan rambut coklat bobnya berjalan mulus ke dalam ruangan. 

"Um ... halo."

Dia, terlihat gugup.

Itu menciptakan sedikit celah dalam harapanku, karena dia menanggapiku dengan normal, tidak seperti sebelumnya. 

Menurut Arisugawa, gadis ini juga sepertinya sadar kalau aku punya pacar lain.

Aku berharap bertemu seseorang yang eksentrik, tetapi dia bahkan lebih menawan daripada gadis-gadis lain. 

Jika dua lainnya dapat digambarkan sebagai cantik, gadis ini termasuk dalam kategori imut yang paling murni.



 Semua gadis yang pernah aku temui sejauh ini cantik dan imut, yang membuatku bertanya-tanya apakah semua gadis seusiaku bisa dibagi menjadi dua kategori: imut atau cantik.

Gadis itu berjalan mendekatiku dengan terburu-buru, matanya melihat ke sekeliling.


"Um, Senpai." 

"Hah?" 

"Ahem. Senpai." Dia memperbaiki dirinya.

Meskipun dia hanya memperbaiki dirinya, tatapan matanya yang ragu seolah memohon padaku agar tidak menanyakan lebih lanjut.

Aku pura-pura tidak menyadarinya dan mengajaknya melanjutkan dengan diam.


"Ka-kamu... baik-baik saja?" 

"...Apakah aku terlihat baik-baik saja?" 

"Hah!? Oh, maaf! Maaf!" serunya dengan tergesa-gesa.

"Tunggu, jika aku terlihat kasar, aku minta maaf! Tolong tunggu!"

Dengan cepat aku menghentikannya agar tidak berbalik dan pergi. 

Aku tidak bisa membiarkannya pergi tanpa mengetahui apapun.

Toh, aku bahkan belum bertanya namanya.


"Aku Yuki Sanada! Bisakah kamu memberitahuku namamu?"

Tangannya yang berada di gagang pintu tiba-tiba berhenti.

Dia berbalik, gemetar sedikit.


"Se-senpai... apa kamu melupakan tentangku?" Suaranya gemetar.

"Aku minta maaf,"

Aku meminta maaf secara refleks. 

Ketika melihat seseorang begitu sedih secara langsung, tidak ada kata lain yang terlintas dalam pikiran. 

Tidak bisa disangkal bahwa menghapus ingatan adalah hal yang mengerikan untuk dilakukan padanya.

Namun, ini adalah kali pertama aku meminta maaf dengan begitu alami.


"Jangan mengatakan maaf! Apa yang harus aku lakukan ketika kamu mati?" 

"Eh, aku masih hidup, tahu?" 

"Di dalam hatiku, Senpai telah mati!" 

"Itu benar-benar ucapan yang kasar! Apakah kamu seperti ini secara alami?" balasku, merasakan pukulan dari serangannya yang tak terduga.

Aku terbatuk batuk saat menjawab. Dia kembali tenang dan melanjutkan.


"Maaf, perasaanku yang sebenarnya tiba-tiba keluar..."

"Aku bahkan tak bisa membela diri, dan aku bahkan lebih terluka sekarang." 

Kesan pertama bahwa dia benar-benar berbeda dari Asuka dan Arisugawa tetap tidak berubah. 

Namun, menjadi berbeda tidak berarti bahwa dia tidak memiliki keunikan sendiri.

Itu cukup wajar mengingat dia mentolerir hubunganku dengan beberapa gadis.


"Lalu, kenapa kamu benar-benar bergantung padaku?"

Mendengarnya dari luar terasa sangat menyakitkan, tapi aku tidak punya pilihan selain mengungkapkan segalanya dengan kata-kata untuk menghilangkan keraguan-keraguan ku.

Aku mengernyit mendengar kata-kataku sendiri, yang terlepas di dalam ruangan rumah sakit, dan menunggu jawabannya.


"T-tidak, aku tidak bergantung... Kita hanya saling bertukar pesan di LINE sesekali." 

"Sesekali? Kira-kira berapa pesan dalam sehari?" 

"Dua ratus," 

"Dua ratus?" 

Sekarang aku mengerti - gadis ini adalah yang paling eksentrik dari semuanya.

Aku tidak pernah mengharapkan bertemu dengan seseorang yang lebih eksentrik daripada Arisugawa.

Gadis berambut cokelat itu menggelengkan kepalanya dengan penuh semangat dan terus berbicara. 


"I-Ini tidak seburuk itu, tahu! dan aku berbicara tentang rekor tertinggiku! Selain itu, aku memintamu untuk mematikan notifikasi sebelumnya. Setelah itu, aku tidak mendapatkan satu balasan pun dari Senpai untuk beberapa saat..."




 


0

Post a Comment