NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] Tonari no Seki no Yankee Shimizu-san ga Kami o Kuroku Somete Kita - Volume 1 - Chapter 1.3 [IND]

 


Translator: Rion

Editor: Rion


Chapter 1 - Kelas Seni Dengan Shimizu-san (Part 3)




“Shimizu-san, apakah kamu mau menggambar dulu? Atau kamu ingin melakukannya nanti?”

“Yang mana pun tak masalah. Kamu pilih saja yang kamu mau.”

Sejujurnya, aku juga tidak akan keberatan apapun keputusannya itu. Tapi jika Shimizu-san bilang begitu, maka akulah yang akan memutuskan.


“Kalau begitu, bolehkah aku menggambar terlebih dulu?”

“Ya.”

Sensei mengalihkan pandangannya dari arloji. Sepertinya sudah 30 detik berlalu.


“Apakah kalian sudah memutuskan? Kemudian bagi orang pertama yang menggambar siapkan buku sketsa kalian. Siapa pun yang menggambar setelahnya harus menggeser kursinya sedikit menjauh dari meja sehingga kalian berhadapan dengan orang pertama yang menggambar. Kalian punya waktu sepuluh menit untuk menggambar. Orang yang akan digambar harus dalam posisi yang nyaman karena kamu harus diam selama sepuluh menit. Jika kalian sudah siap, kita akan mulai.”

Segera setelah Sensei selesai berbicara, separuh siswa mengeluarkan buku sketsa dan menyiapkan pensil, sementara separuh lainnya menggeser kursi mereka ke arah pasangannya dan mulai berpose.

Aku membuka halaman kosong di buku sketsaku dan mengeluarkan pensil seni dari kotak pensil. Aku menatap Shimizu-san, yang sudah duduk di hadapanku. Sementara semua siswa lain yang akan digambar meletakkan tangan mereka di atas lutut, Shimizu-san menyilangkan tangannya. Selain itu, kakinya juga disilangkan.


“Shimizu-san, apakah tanganmu akan baik-baik saja dalam posisi itu? “

“Lebih mudah kalau begini... haruskah aku meletakkan tanganku di atas lutut juga?”

Shimizu-san berbisik sedikit cemas dengan suara yang hanya bisa kudengar.


“Jika seperti itu lebih nyaman bagimu, aku pikir tak apa.”

“Oh, begitu. Kalau begitu baiklah.”

Shimizu-san tampak lega, meskipun tidak terlihat dari suaranya.


“Sepertinya semuanya sudah siap. Mari kita mulai. ”

Dengan pernyataan dari Sensei, para siswa yang akan menggambar terlebih dulu, termasuk aku, mulai menggerakkan tangan sekaligus.

Aku memutuskan untuk menggambar garis besar terlebih dahulu. Aku menatap Shimizu-san. Dia memiliki rambut hitam yang panjang, berkilau dan indah, lengan dan kaki yang ramping, serta lebih tinggi dari gadis-gadis lain. Kakinya disilangkan, yang secara alami menarik perhatianku ke kakinya yang panjang.


“Hei, Hondō, tanganmu berhenti.”

“Ah, aku minta maaf.”


Aku terkejut mendengar suaranya. Aku terlalu asyik menatap Shimizu-san hingga tidak menggerakkan tanganku. Aku merasakan tatapan tajam yang lain. Mungkin dia menyadari bahwa aku sedang menatap kakinya.

Aku buru-buru melanjutkan menggambar sketsa. Aku dapat menyelesaikan sketsa kasarnya dalam waktu kurang dari separuh batas waktu yang ditentukan. Namun demikian, aku menghilangkan sebagian detail demi kecepatan. Untuk menggambar salah satu bagian yang dihilangkan, yaitu wajahnya, aku mengalihkan pandangan ke wajah Shimizu-san.


(Shimizu-san adalah seorang gadis yang sangat cantik...)


Matanya sipit dan bulu matanya panjang. Hidung, bibir, dan bagian wajah lainnya, semuanya terlihat menawan, dan menurutku, memang setiap orang yang melihat wajahnya akan menganggapnya cantik. Malahan, menurut Toshiya, ada banyak sekali pria yang akan tertarik mengencaninya seandainya ia tidak memiliki kepribadian seperti itu.

Sewaktu aku menatap wajah Shimizu-san untuk menggambar sketsa yang mendetail, Shimizu-san tiba-tiba memalingkan wajahnya ke samping.


“Shimizu-san? Aku sedang menggambar wajahmu sekarang, jadi tolong jangan berpaling, oke?”

“Karena... kamu...”

Dari gerakan bibirnya, aku tahu bahwa Shimizu-san sedang mengatakan sesuatu, tetapi suaranya sangat pelan hingga aku tak bisa sepenuhnya memahami apa yang dia katakan.


“Maaf, Shimizu-san. Bisakah kamu mengatakannya lagi? “

“Muu.”

Shimizu-san memalingkan wajahnya ke arahku dan memprotes dengan matanya. Aku pikir ini saat yang tepat untuk menggambarnya, karena dia tepat sedang menatapku. Yah, tapi aku merasa bahwa Shimizu-san akan marah padaku jika aku menggambar wajahnya yang jutek.


“Pokoknya, wajahku harus digambar terakhir. Masih banyak bagian lain yang harus kamu gambar.”

“Baiklah, aku akan menggambar bagian yang lain dulu.”

Aku tidak begitu paham, apa yang sedang terjadi, tetapi Shimizu-san tampaknya punya alasan tersendiri. Aku tidak punya pilihan selain menggambar dari leher ke bawah terlebih dulu. Aku sedikit memalingkan pandanganku ke bawah. 

Sedikit lebih rendah dari kepala adalah lehernya, dan sedikit lebih rendah lagi adalah dadanya. Pandanganku secara alami berpindah ke dada Shimizu-san. Lengan Shimizu-san saat ini terlipat, dan dadanya, yang memiliki bentuk yang kuat, bahkan terlihat lebih menonjol pada posisi itu.


“H-hei Hondō. Ke mana kamu melihat dengan tatapan matamu yang se-serius itu!”

Shimizu-san menyadari apa yang aku lihat dan berteriak.


“Di mana...? Sedikit di bawah lehermu.”

Aku tidak punya keberanian untuk mengatakan kepadanya secara langsung bahwa aku sedang melihat dadanya. Kemudian Shimizu-san menggerakkan tangannya untuk menutupi dadanya.


“Kenapa kamu menatapku seperti itu?”


“Shimizu-san memintaku menggambar sesuatu selain wajah, jadi, kupikir, aku akan menggambar sedikit di bawah wajah. Aku tidak bermaksud apa pun dengan itu! Aku sangat menyesal! “

Aku merasa meminta maaf berarti mengakui kesalahanku, tetapi aku tidak bisa memikirkan cara lain untuk menangani situasi ini selain dengan meminta maaf. Aku meminta maaf setulus mungkin.


“Apa kamu yakin tidak bermaksud apa-apa dengan hal itu?”

“Ya.”

“Bisakah kamu mengatakan bahwa tidak ada hal perasaan sedikit pun?”

“Ya... tidak ada sama sekali.”

“Aku mengerti...”

Mengapa Shimizu-san terlihat begitu kecewa? Tidakkah kamu merasa tidak nyaman dengan tatapan jahat dari lawan jenis? Pikirkan lagi. Apakah aku tidak merasakan apa-apa saat melihat dada Shimizu-san? Maksudku, sejujurnya, aku rasa aku merasa sedikit gugup, sebagian karena itu tidak terduga.


“Maafkan aku, Shimizu-san. Aku berbohong.”

“Hah?”

“Aku bilang aku tidak bermaksud apa-apa, tapi sebenarnya aku punya satu milimeter perasaan... atau dua mungkin.... ah, maaf.”

Aku menundukkan kepalaku pada Shimizu-san. Aku tidak ingin menyesali hal ini, jadi aku ingin meminta maaf pada Shimizu-san sekarang, meskipun dia marah padaku. Perlahan-lahan aku mengangkat kepalaku dan melihat bahwa Shimizu-san sedang menatapku.


“Kamu melihatku... dan sedikit.... memikirkannya?”

“Uh, ya.”

“A-ah, aku akan memaafkanmu kali ini. Aku juga sedikit gugup... Jika kamu tidak menatapku dengan tatapan mata seperti itu, kamu bisa melihatnya saat kamu menggambarnya. Tapi tetap ada syaratnya.”

“Apa itu? “

“Aku akan mencoba untuk tidak bergerak, jadi gambarlah aku dengan benar...”

Shimizu-san berkata kepadaku dengan suara yang sedikit lebih pelan.


“Oke. Serahkan saja padaku.”

Aku memutuskan untuk menggambar Shimizu-san secara lebih serius lagi di sisa waktu yang ada.





Tinggalin jejak lah sat, buat tanda kalo seenggaknya kalian pernah idup :v
0

Post a Comment