NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] Tonari no Seki no Yankee Shimizu-san ga Kami o Kuroku Somete Kita - Volume 1 - Chapter 1.4 [IND]

 



Translator: Qirin.

Editor: Rion.


Chapter 1 - Kelas Seni Dengan Shimizu-san (part 4)




"Tiga menit lagi. Masih ada waktu tersisa, tapi siapa pun yang merasa tertinggal, cepatlah sedikit."

Sensei mengumumkan, berapa banyak waktu yang tersisa. Setelah percakapan sebelumnya, aku membuat kemajuan yang baik dengan sketsa-ku, karena Shimizu-san tetap pada posisinya. 

Akhirnya, satu-satunya bagian yang belum ku gambar adalah wajahnya.


"Shimizu-san, bolehkah aku melihat wajahmu sekarang?"

Aku bertanya kepadanya untuk memastikan. 

Sebenarnya, aku sudah menggambar sketsa kasar wajahnya. Jadi, aku masih bisa menggambarkannya meskipun aku tak melihat wajahnya secara langsung, namun kualitasnya akan jauh lebih bagus jika aku menggunakan waktu yang tersisa untuk menggambar wajahnya secara detail.


"O-oke, ayo!"

Tampaknya Shimizu-san sudah mengambil keputusan. Meskipun aku masih tidak tahu, mengapa dia harus begitu bertekad.

 

"Kalau begitu, aku akan mulai menggambar."

Aku menatap wajah Shimizu-san. Wajahnya tegang dan matanya terlihat cukup tajam untuk bisa membunuh siapa pun yang menatapnya.


"Tolong rileks sedikit, Shimizu-san."

Jika aku tidak melakukan ini, aku akan berakhir dengan menggambar Shimizu-san yang menatap ku dengan keganasan yang mengerikan.


"Apa itu! Apa kamu bilang aku gugup? " Yah, aku tidak tahu mengapa ekspresi mu begitu tegang jika kamu tidak gugup. 

"Tunggu sebentar."

"O-oke."

Shimizu-san perlahan-lahan memejamkan matanya selama beberapa detik, kemudian matanya membelalak.


"Bagaimana sekarang? " "Emm... Tak banyak yang berubah..."

"... apa, kau serius? " "Aku tidak akan berbohong di sini."

"Grrr..."

Shimizu-san terlihat frustrasi di wajahnya.


"Fufu."

"Apa yang lucu? Aku sedang mencoba untuk serius sekarang."

Aku tidak bisa menahan tawa, tetapi Shimizu-san tampaknya menafsirkan keseriusannya sebagai sesuatu yang kutertawakan. 

Aku harus segera meluruskan kesalahpahaman ini.


"Maksudku, saat pertama kali bertemu denganmu, aku tidak menyangka Shimizu-san bisa memiliki begitu banyak ekspresi wajah yang berbeda. Aku senang bisa berbicara dengan Shimizu-san."

"Ugh, kau."

Wajah Shimizu-san menjadi kemerahan. Aku sebenarnya tidak bermaksud mengatakan hal yang memalukan.


"... Apa kamu selalu berbicara seperti ini pada semua orang? " 

Shimizu-san menatapku. Aku ingin tahu, orang macam apa yang dia pikirkan tentangku?


"Bagiku untuk mengatakan itu, kurasa Shimizu-san adalah orang pertama."

"... kalau begitu tak apa. Ayolah. Tidak banyak waktu yang tersisa, jadi gambarlah aku dengan cepat."

Ketegangan di wajah Shimizu-san hilang. Aku bergegas menggerakkan pensil ku sebelum ekspresinya berubah.



"Sudah sepuluh menit. Adakah yang butuh waktu lebih lama lagi?"

Aku melihat ke sekeliling ruang seni, tetapi aku tidak melihat ada yang mengangkat tangan.


"Sepertinya semua orang menyelesaikannya tepat waktu. Kalau begitu kita akan istirahat sejenak. Kalian bisa beristirahat sampai saya menyatakan untuk memulai lagi."

Dengan pernyataan itu, ruang seni menjadi berisik.

Mungkin karena banyak siswa yang dipasangkan dengan siswa lain yang mereka kenal, mereka mulai berbicara dengan orang-orang di dekat mereka lebih dari biasanya.


"Shimizu-san, kerja bagus."

"Ya."

"Terima kasih sudah menjadi model gambar bagiku."

Ada beberapa insiden selama sesi berlangsung, tetapi berkat kerja sama Shimizu-san, pada akhirnya, aku dapat menyelesaikan sketsa tanpa masalah apa pun.


"...uhh" 

"Apakah kamu baik-baik saja? " 

Shimizu-san terlihat agak lelah. 

Tampaknya, bertindak sebagai model untuk membuat sketsa lebih sulit dari pada yang aku bayangkan.


"Ini bukan apa-apa. Sini, tunjukkan gambarmu."

"Oke. Ini dia."

Aku menyerahkan buku sketsa-ku kepada Shimizu-san.

Shimizu-san mengambil buku sketsa itu dan melihat halaman yang baru saja kugambar.



"Bagaimana menurutmu? " 

Aku suka menggambar, meskipun tidak bisa sebanyak anggota klub seni lainnya, dan sekarang aku menggambar sebanyak yang kubisa dalam waktu sepuluh menit, aku ingin tahu, apa yang dipikirkan Shimizu-san tentang karyaku.


"....Aku rasa tidak apa-apa. Bahkan dari sudut pandangku, mudah untuk mengenali bahwa ini adalah aku."

Aku lega mendengar kata-katanya. 

Aku harus meminta maaf kepada Shimizu-san atas kerja kerasnya, jika dia mengatakan bahwa gambarku tidak terlihat seperti dirinya.


"Terima kasih. Aku senang kamu mengatakan itu."

"Tapi bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan? " 

"Apakah ada sesuatu yang mengganggumu?"

"Mengapa kamu menutupi pipiku dengan arsiran? " 

Aku takut dengan apa yang akan dia tanyakannya, tetapi kurasa aku masih bisa menjawabnya.


"Saat aku menggambar wajah Shimizu-san, warnanya merah sepanjang waktu, jadi aku memutuskan mengarsirnya secara tipis."

"Ah?!"



Shimizu-san menyentuh pipi dengan kedua tangannya. Tampaknya, dia tidak menyadarinya sendiri.


"... Hondo, j-jangan beritahu siapa pun tentang hal ini."

"Hmm? Baiklah, oke."

Sepertinya Shimizu-san tak ingin ada yang tahu. 

Baiklah, aku hanya akan menyimpan ini dalam ingatanku. 

Meskipun aku memang tak berencana untuk memberitahu siapa pun sejak awal.


"Istirahat sudah selesai. Selanjutnya, kalian akan bergantian menggambar dengan model sebelumnya, dan kalian akan melakukan gambar selama sepuluh menit. Bersiaplah."

Mendengar suara Sensei, para siswa di ruang seni mulai bersiap-siap.


"Sekarang giliranku untuk menjadi model. Apakah kamu punya pose yang harus kulakukan?"

"Pose apa pun tak masalah."

Karena tidak ada instruksi khusus, aku duduk menghadap Shimizu-san dengan tangan di atas lutut.


"Apa kamu sudah siap? Mari kita mulai. " 

Aku melihat langsung ke mata Shimizu-san ketika sensei mengumumkan dimulainya sesi ini. 

Shimizu-san menyadari tatapanku dan menyembunyikan wajahnya dengan buku sketsanya. 


 "Shimizu-san? "



 


Post a Comment

Post a Comment