Translator: Yanz
Editor: Qirin
Chapter 3
Kehidupan sehari-hari para siswa SMA berjalan dengan tertib, tanpa adanya perdebatan di kantor staf atau ikut campur dengan idola sekolah kita. Mereka sibuk dengan kegiatan sekolah, pekerjaan paruh waktu, dan tugas-tugas rumah tangga. Belajar dan mempersiapkan diri untuk pelajaran juga menjadi keharusan yang tak bisa diabaikan. Waktu berlalu dengan cepat.
Hari ini pun, seperti biasa, setelah menyelesaikan semua tugasnya, si pelajar yang sering disebut Gariben segera mandi untuk membersihkan keringat, debu, dan kelelahan yang menumpuk setelah aktifitas seharian. Setelah itu, ia berbaring di atas tempat tidur sambil memainkan smartphone-nya dengan jari-jari yang lelah.
Di akun media sosial yang menggunakan nama RIKA (RIKA) @裏垢 (akun anonim), aku membagikan perasaannya karena hari ini ada beberapa hal yang membuatnya merasa tidak nyaman.
[Catatan:裏垢 (Ura Kao) adalah istilah Jepang untuk akun anonim atau akun pribadi di media sosial yang tidak terhubung langsung dengan identitas seseorang.]
※
“Mmm…”
Hari ini, sama seperti hari-hari sebelumnya, ada postingan dari ‘RIKA’ yang sangat ku nantikan. Saat aku memeriksa jam, foto tersebut di postingan tepat waktu, hampir sesuai jadwal. Aku merasa terkesan bahwa dia sepertinya memiliki kepribadian yang cukup disiplin dengan mematuhi waktu.
Sekarang, seperti yang dijanjikan oleh ‘RIKA’ kemarin (sambil mencoba menahan tawa) mengenakan kostum hari ini…
“Tidak berhasil juga, ya.”
Sambil menutupi dahinya, Tsutomu mengeluh sambil memandang langit-langit kamarnya. Setelah beberapa saat merenungkan kekecewaannya, Tsutomu kembali tertarik pada foto ‘RIKA’ seperti biasanya.
Foto hari ini menampilkan ‘RIKA’ dengan tingkat eksposur yang lebih sedikit dari biasanya. Sebagian besar tubuh yang indah ditutupi oleh kain merah marun. Kulit yang terlihat hanya sebatas kaki dan kedua lengan yang terlihat melalui belahan paha yang dipotong cukup tinggi.
“Namun… Cheongsam juga terlihat bagus!”
ED/N: Congsam, atau dikenal dengan sebutan lain qipao, adalah salah satu jenis kostum tradisional perempuan Cina.
Meskipun Tsutomu ingin melihat ‘RIKA’ memakai kostum kelinci, cheongsam juga cocok dengannya. Kaki putih panjang yang ramping ketat terlihat sangat menonjol, bahkan lebih menakjubkan dibandingkan dengan foto-foto yang sudah di posting sebelumnya.
Aku harus mengakui bahwa orang yang memilih pakaian ini untuk di pakai benar-benar mengerti bahwa ‘RIKA’ memiliki kaki yang bagus untuk di pamerkan.
Meskipun Tsutomu tidak tahu siapa dia, tetapi perasaan persaingan mulai membara dalam hatinya.
Tsutomu hanya memiliki sedikit pengalaman bersaing dengan orang lain itu pun bisa di hitung dengan jari satu tangan. Bahkan Tstuomu tidak sadar kalau dia sedang menggenggam tinjunya dan bersumpah dalam hati.
‘Kali ini pasti berhasil…’
Berbicara tentang hal lain.
“Hmm… memang benar bahwa cheongsam adalah budaya terbaik yang lahir di China.”
Dalam pikiran ku, Cina terdiri dari mie ramen, kisah Tiga Kerajaan, dan cheongsam. Nasi goreng dan pangsit juga kadang-kadang ikut campur dalam suasana hati tertentu. Meskipun harapannya tidak terwujud, dia yakin bahwa gadis dengan cheongsam ini adalah harta karun terbaik.
Dia menyatukan tangan dengan lembut dan dengan cekatan menyimpan gambar tersebut.
Folder yang diberi nama ‘RIKA’ terus bertambah dengan koleksi foto-foto harian ini.
Namun, ada sesuatu yang menarik perhatian dalam pembaruan hari ini.
“’Hal menyebalkan,’ ya. Apakah ada masalah?”
Memang ‘RIKA’ sesekali akan memposting komentar bersama dengan foto, biasanya tanpa kaitan apa pun. Biasanya berbentuk ‘karena ini atau itu, lihatlah’. Tetapi kalia ini ‘RIKA’ menulis ‘karena hal menyebalkan’ dalam postingan hari ini agak mencolok dan menyiratkan sesuatu yang mengganjal.
Faktanya, di antara balasan-balasan yang mengikuti tweet tersebut, ada banyak komentar yang menunjukkan perhatian pada dirinya. Benar-benar tidak biasa melihat kata-kata negatif dalam postingan sebelumnya. Sepertinya dia dengan sengaja menghindari ungkapan yang akan menarik simpati.
Sepertinya hari ini ada sesuatu yang sangat mengganggu perasaannya. Aku khawatir.
“Kalau saja dia berhenti memposting karena masalah ini… aku mungkin akan gila.”
Akun rahasia semacam ini, termasuk ‘RIKA’, bukan satu-satunya yang ada. Namun, bagi ku, dia adalah favoritnya. Hanya dengan membayangkan tidak bisa melihat gambar-gambarnya lagi, dia merasa semangatnya menghilang. Tsutomu benar-benar sudah terpikat dengannya.
Jika ‘RIKA’ menghapus akunnya, aku mungkin akan merasa seperti mengalami kelaparan jiwa dan kehilangan akal sehat.
Namun, Tsutomu tahu tidak ada yang bisa dia lakukan. Tidak ada cara bagi mereka yang berada di media sosial untuk memiliki kontak dengan gadis (bayangan) yang bersinar di sana.
--- ’RIKA’…
Aku merasa terkejut dengan perasaanku yang semakin tumbuh untuknya. ‘Kaya tanya cewek’ versi real ‘Kariya Gariben’ belum pernah mengalami hubungan dengan lawan jenis sebelumnya. Satu-satunya pengecualian adalah ibu dan saudara tiri, yang keduanya adalah keluarga. Seorang pria yang benar-benar tidak tertarik pada wanita tiba-tiba merasa cemas dan terganggu dengan perasaan seputar wanita ini.
Meskipun motivasi untuk melanjutkan postingan hanyalah untuk alasan ter sendiri, tetapi perhatiannya pada ‘RIKA’ sangat nyata. Tsutomu ingin menjadi orang yang dapat mendukun bagi ‘RIKA’. Perasaan itu tumbuh begitu kuat dan melampaui ketakutan yang selama ini menghantui pikirannya.
--- Apa sebenarnya yang ku takuti?
Dia merasa ingin mengejek dirinya sendiri yang begitu lama menyiksa diri dengan rasa takut. Sejak beberapa waktu lalu, dia merasa bahwa pengaruh dari mengomentari permintaan kostum telah mengurangi ambang batas psikologisnya, membuatnya lebih mudah dalam bertindak.
Namun, jelas bahwa kecemasannya tidak berubah.
“Sekarang…”
Meskipun itu hanya sebuah komentar, namun bagi Tsutomu itu bukanlah sekedar komentar biasa. Ketika aku berusaha menghubungi idola yang dia kagumi, perasaan yang aneh dari kegembiraan tiba-tiba menghampirinya.
Tsutomu mulai teringat bahwa ada teman sekelasnya yang sibuk membahas idola atau selebriti yang mereka sukai di dalam kelas, Tsutomu mulai merasa tidak tega untuk mengolok-olok temannya itu.
‘Jadi mereka juga merasakan perasaan ini?’ Dia mendapatkan wawasan baru tentang hal itu.
Namun - jarinya tidak bergerak.
Alasannya sederhana sekali
‘Apa yang harus aku katakan dalam situasi seperti ini?’
Tsutomu berusaha memutar otak untuk memberikan komentar yang dapat membangkitkan semangat ‘RIKA’, tetapi dia tidak bisa memikirkan apa pun. Sehingga jari-jarinya membeku.
Sebenarnya, Tsutomu bukanlah tipe orang yang banyak bicara. Lebih tepatnya, Tsutomu merasa dirinya kurang peka terhadap perasaan orang lain. Tsutomu merasa dia kurangan pengalaman dalam hal memberi dukungan atau menghibur seseorang.
Istilah-istilah seperti bersimpati atau menghibur bukanlah bagian dari kosakata yang selalu digunakannya.
“Aku tidak bisa mengatasinya dengan hanya memipikirkannya tentang hal itu saja. Aku harus berpikir… Ya, ak harus berpikir. Itu adalah satu-satunya kelebihan yang ku miliki.”
Karena dia tidak bisa mengetahui garis besar masalah yang mungkin sedang dihadapi ‘RIKA’, dia mencoba membayangkan jika dirinya mengalami masalah yang serupa.
‘Hmm… Jadi, dalam situasi seperti ini…’ aku menutup mulut, mengkerutkan kening, dan menggelengkan kepala.
“Semangat!” adalah hal terakhir yang ingin ku katakan. Jika diasumsikan aku menghadapi masalah yang sama, aku tidak ingin mendengar ucapan semacam itu dengan mudah atau sembrono.
Karena, dalam benak ku, ungkapan semacam itu bisa saja memiliki makna tersembunyi seperti, ‘Tentu masih ada kesempatan untuk berusaha lebih keras, bukan? Mengapa kamu tidak berusaha lebih keras lagi?’
Meskipun itu mungkin terlalu berprasangka buruk, tapi ‘RIKA’ mungkin juga menganggapnya seperti itu.
--- “Tsk.”
Mengenang separuh hidupku, aku menyadari bahwa aku telah mengalami beberapa pengalaman serupa.
Orang yang mengucapkan ‘Semangat atau kamu bisa melakukan yang terbaik’ mungkin tidak begitu menyadari makna sebenarnya dari kata itu. Meskipun memahaminya dengan akal sehat, kata-kata itu terkadang terasa menyebalkan ketika diucapkan kepada dirinya sediri atau kepada orang lain yang belum kita ketahui masalah apa yang di hadapi orang tersebut.
‘Kariya’ tidak pernah menjalani kehidupan yang mudah. Meskipun dia tidak pernah mengungkapkannya, dia telah beberapa kali merasa marah akibat ucapan penyemangat yang sepele dari orang lain.
‘RIKA’ mungkin telah berjuang hingga batas kemampuannya, bahkan sebelum ada yang mengatakan apa pun. Maka memilih kata-kata dengan hati-hati sebelum mengucapkannya agar tidak menyinggu perasaanya atau merendahkan perjuangan yang ‘RIKA’ lakukan adalah pilihan yang tepat.
Melihat postingannya sehari-hari sebelumnya, aku dapat mengerti bahwa ‘RIKA’ adalah sosok orang yang jarang mengeluh. Jadi jika aku memikirkan dari sudut pandang dan perasaan dari ‘RIKA’.
Apa bila ada orang yang tiba-tiba mengatakan “Semangat” dengan mudahnya apa lagi ucapan itu berasal dari orang asing seperti ini adalah tindakan yang ceroboh.
--- Lalu, kata-kata apa yang seharusnya dia ucapkan di kondisi seperti ini?
Aku menutup mata sejenak sambil memegang ponsel untuk memfokuskan fikiranku. Setelah beberapa saat berpikir, kata-kata yang bisa diucapkan olehku yang merupakan orang yang tidak berhubungan sama sekali dengan komentar ‘RIKA’.
Itu adalah sesuatu yang sepenuhnya berkaitan dengan keinginannya sendiri, begitu egoisnya sampai dia mengomentari dirinya sendiri dalam postingan dan menilai itu buruk.
“Mungkin sebaiknya aku menghapusnya… tunggu, apa yang—”
“⸢RIKA’ telah membalas⸥”
“⸢Mendapatkan ucapan penyemangat untuk menjalani kehidup sehari-hari. Terima kasih! Aku jadi semakin bersemangat untuk esok hari!⸥”
Melihat pesanku di balas oleh ‘RIKA’ jari-jari ku gemetar saat hampir menyentuh layar.
“Wa, aku mendapatkan balasannya dari ‘RIKA’!?”
Aku membaca kata-kata yang muncul di layar berkali-kali.
Setelah membacanya berkali-kali aku yakin bahwa tidak ada kesalahan membaca balasannya. ‘RIKA’ mengatakan ‘Terima kasih’. Melihat pesannya dibalas, Tsutomu merasa dihargai dirinya dehargai oleh ‘RIKA’ dan itu membuat Tsutomu merasa bahagia.
Dia melihat ID-nya sekali lagi, untuk memastikan bahwa itu bukan penipuan. Tsutomu yakin bahwa itu adalah komentar langsung dari ‘RIKA’!
“Wah, wah…”
Aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku dalam kata-kata dan keluar tanpa kusadari mulutku mengeluarkan suara seperti itu.
Meskipun itu hanya kata-kata yang sederhana, tapi itu berhasil membuat Tsutomu merasa bahagia.
Hanya dengan satu balasan sederhana, ada rasa haru yang tumbuh di dalam hatinya.
Semua keraguan yang baru saja ku berikan pada diri sendiri tiba-tiba lenyap dari pikiranku.
Aku memiliki kesadaran tentang kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, jadi balasan ini membuatnya bahagia secara khusus.
Rasa pencapaian karena kata-kata yang diucapkannya telah memberikan semangat kepada seseorang, dan rasa terima kasih atas ucapan semangat tersebut membuatnya terharu.
--- Sungguh aku sudah memberanikan diri untuk memberi komentar, dan saat aku mendapat balasan dari ‘RIKA’ ternyata itu sangat berarti untukku.
Hari ini mungkin merupakan hari yang menyebalkan karena insiden di ruang Staf kemarin, tetapi Tsutomu merasa terselamatkan hanya dengan satu kata dari ‘RIKA’.
Tsutomu bermaksud memberikan dukungan pada ‘RIKA’, tapi malah Tsutomu yang mendapatkan dukungan dari ‘RIKA’.
“Ah, ini sungguh sulit…”
Aku tidak tahu harus bagaimana lagi untuk mengatasi perasaan yang berlimpah yang saat ini kurasakan.
Itu benar-benar sulit. Dan entah mengapa Tsutomu merasa bahwa itu adalah kesalahan .
※
Saat Tsutomu merasa terkesan dengan perkembangan tak terduga itu, sebuah gambar baru muncul di timeline. Kali ini adalah gambarnya di ambil dari belakang.
Kaki putih yang tampak dari belahan gaun Cheongsam itu terlihat menyilaukan mata ku.
Tentu saja, tanap menunggu waktu lama aku langsung menyimpannya.
“Aah… tapi ya ampun, seperti biasanya ‘RIKA’ benar-benar luar biasa.”
Aku Berbicara pada diriku sendiri.
Aku merasa bahwa aku selalu mengatakan hal yang sama berulang-ulang karena suaranya sebelumnya masih terngiang di telinganya.
--- Karena ini adalah fakta, jadi tidak ada masalah dengan menbayang kannya lagi.
Setelah meyakinkan diri sendiri bahwa itu bukan masalah, dengan Tsutomu bersenandung kecil, Tsutomu melihat-lihat gambar-gambar yang diunggah oleh ‘RIKA’ dulu di folder khusus ‘RIKA’.
Gambar pertama yang diunggah oleh ‘RIKA’ adalah bagian bawah tubuhnya yang mengenakan celana pendek sambil memamerkan kakinya yang ramping berwarna putih bersih milik ‘RIKA’.
Aku ingat bahwa aku segera mengikuti ‘RIKA’ karena terpesona dengan kaki putih yang terlihat begitu menawan.
“Awalnya foto-foto yang di post oleh ‘RIKA’ ini tidak begitu terlihat seperti gambar-gambar yang erotis.”
Foto-foto awalnya kebanyakan adalah gambar biasa dengan pakaian yang lebih banyak memamerkan kulit putih bersihnya.
Secara bertahap, ‘RIKA’ mulai menampilkan sedikit pakaian dalam atau mencoba berbagai sudut yang terlihat erotis…
Saat aku melihat satu persatu foto yang di post, aku menyadari bahwa foto-foto yang diunggah ‘RIKA’ semakin menjadi-jadi.
Mungkin ini menunjukkan adanya dorongan untuk mengekspresikan diri atau mencari lebih banyak pengakuan dari orang lain.
Atau mungkin saja ‘RIKA’ sedang mengalami masalah serius dan hatinya berteriak kesakitan meminta untuk diperhatikan oleh orang lain, dan ‘RIKA’ berpikir bahwa dengan ini dia akhirnya mendapat perhatian yang dia inginkan.
Setelah kesimpulan yang ku buat tadi, aku mulai merasa bersalah menikmati gambar-gambar erotis ini, tetapi pada saat yang sama, aku merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Jarak antara kami sangatlah jauh. Bahkan bisa dikatakan hampir tak terhingga.
“Meski begitu, tadi kita terhubung untuk waktu yang sementara.”
Dengan semangat, aku berharap dia akan kembali bersemangat juga, dan aku mengirimkan komentar dukungan baru(?).
Meskipun isinya cukup kasar, tapi aku merasa senang karena mendapat balasan langsung dari sang pengguna.
Selama ini, aku menyadari bahwa ‘RIKA’ adalah seperti makhluk asing yang hidup di dunia yang terputus dari kenyataan.
Ternyata, Tsutomu salah. Bagai manapun ‘RIKA’ hanyalah seorang gadis SMA biasa yang tinggal di suatu tempat di negara ini.
“…”
Tanpa disadari, Tsutomu mulai memeriksa satu per satu foto diri yang diunggah di Twitter dengan lebih teliti.
Tidak ada arti mendalam di balik ini tindakan Tsutomu ini.
Tsutomu hanya ingin mengingat kembali kenangan dari komentar yang diterimanya dan menjadi lebih terpesona dengan hal itu.
‘Sebenarnya aku ini ternyata sangat gampang terpengaruh.’ Pikir Tsutomu dengan cemberut.
Tsutomu memiliki koleksi gambar ‘RIKA’ yang beragam di ponselnya dan itu sangat banyak.
Meskipun tanpaku sadari waktu berlalu begitu cepat dan saat aku memeriksa kembali gambar-gambar itu… tidak masalah.
--- Kadang-kadang, kita perlu menenagkan diri sendiri, ya.
Aku mengangguk sendiri dan menggerakan jari-jari di atas layarku.
Semua gambar dianggap sebagai harta karun yang membuatnya bahagia, baik mata maupun hatinya itu akan menenangkan ku.
“Hmm?”
Saat melihat gambar-gambar tersebut, aku merasa ada yang aneh.
Tidak tahu apa yang membuat terganggu, bahkan aku sendiri tidak mengerti mengapa aku merasa terganggu.
‘apakah ada sesuatu yang salah?’
aku bertanya-tanya, sambil memperbaiki posisi tubuhku dan memperbaiki posisi kacamatanya, serta mengambil nafas dalam-dalam.
“Kalau ada masalah, semoga itu bukan sinyal darurat dari ‘RIKA’.”
Selesai. Semoga membantu! Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk bertanya.
‘Mungkin aku salah atau aku yang hanya terlalu banyak pikiran.’
aku berulang kali mengucapkan kalimat itu dalam hati, tetapi tidak bisa menghentikannya.
Awalnya, ini hanyalah hiburan ringan yang dimulai dari iseng belaka, tapi mataku yang menatap layar menjadi lebih serius daripada yang ku bayangkan.
Aku memperbesar dan memperkecil gambar-gambat tersebut agar aku dapat lebih fokus dalam mengamati foto-foto tersebut. Melihat dari atas, bawah, atau samping…
“Mungkin hanya perasaanku… tapi rasanya seperti aku pernah melihatnya di suatu tempat.”
Sejak menemukan akun ‘RIKA’ hingga hari ini, aku telah melihat tak terhitung banyaknya foto yang telah ‘RIKA’ upload, tetapi tampaknya ini bukan masalah kostum atau komposisi yang sama, atau semacamnya.
Aku merasa ada sesuatu yang membuatku terganggu, tapi apapun itu aku masih belum bisa mengingatnya.
Foto dan ingatanku mulai bertumpuk, yang berarti aku merasa seolah-olah telah melihatnya langsung di dunia nyata.
Aku merasa itu bodoh. Tapi siapapun yang memiliki tubuh yang menarik seperti ini pasti akan membuatnya tak bisa melupakan pertemuan pertamanya.
Selama enam belas tahun sejak aku lahir, hubunganku dengan lawan jenis tidak terlalu banyak.
“Sungguh kurasa ini tidak mungkin.”
katanya sambil tertawa sendiri. Namun, sebagian otaknya secara otomatis berusaha cari-cari dalam ingatannya dengan foto-foto tersebut.
Orang-orang yang di kenalnya sewakti dia masih kecil dapat dikecualikan. Tidak mungkin gambar mereka yang dikenal semasa anak-anak akan cocok dengan gambar yang ada dalam ponselnya.
Jika Tsutomu pernah melihatnya secara langsung, itu harus terjadi baru-baru ini. Ini akan mempersempit pilihan yang sedang dia cari.
Ibu, saudara tiri, teman sekelas, guru. Sedangkan untuk toko tempatnya bekerja hanya penuh dengan pria, jadi dapat dikecualikan.
“Itu juga tidak mungkin kalo ibu, kan. Tidak mungkin juga kalau itu adik tiri ku. Kalau Guru… tidak mungkin. Jadi…”
Dada yang jelas terlihat meskipun tertutup dengan pakaian.
Pinggang yang diikuti dengan lekuk tubuh yang indah dan melengkung ke bawah.
Posisi pantat yang tinggi dibandingkan tinggi badan. Tinggi badan itu sendiri juga tampak tinggi untuk seorang wanita seusianya.
Kaki putih mulus yang tampak anggun dan lembut hingga pinggang. Rambut hitam lurus yang memanjang hingga pinggang.
‘RIKA’ di dalam foto selalu tampil dengan sikap yang anggun dan percaya diri.
Dari siluet yang diatur dengan baik hingga ujung jari, dia menunjukkan keyakinan yang kuat pada diri sendiri.
--- Di mana… Aku pernah melihat orang sepertinya? Tidak… lebih dari itu…
Menurutku kemarin, tidak ada yang aneh.
Aku melihat foto ‘RIKA’ setiap hari.
Dia selalu menantikan dan memeriksanya tanpa melewatkan satu hari pun.
Mengapa sekarang, tiba-tiba aku merasa ada keraguan?
--- Ada ‘sesuatu’ yang berbeda secara drastis antara hari kemarin dan hari ini… Tidak, bukan begitu.
“Jika memang aku bertemu dengannya, apakah mungkin itu hari ini?”
Aku sedikit meragukan tebakan yang keluar dari mulutku.
Jika memang apa yang dia duga itu benar, maka kemungkinan orang yang cocok dengan ciri-ciri ini sangatlah sedikit.
“Ini… apakah ‘RIKA’ memang memiliki tahi lalat di belakang lutut seperti ini?”
Pandanganku tertuju pada gambar belakang dari China dress yang baru di posting.
Dari celah yang terbuka dari pinggulnya, memperlihatkan kaki kanannya yang dengan berani terekspos, dan di belakang lututnya, terdapat tahi lalat kecil.
“Hm?”
--- Tahi lalat di belakang lutut?
Hari ini.
Tahi lalat di belakang lutut.
Wanita seusianku. Tubuh yang menarik.
Informasi yang terpecah-pecah di otaknya mulai menyatu menjadi satu jawaban.
TL/N: UWAW, DOSA TANGGUNG SENDIRI
“Apakah mungkin…Ini, adalah Marika, ya?”
Marika.
‘Marika Tachibana.’
Seorang gadis yang berada di kelas yang sama dengan Tsutomu.
Sekaligus pemenang kontes Miss Sekolah pada festival budaya tahun lalu, gadis tercantik di seluruh sekolahnya.
Aku ingat waktu itu ketika melihatnya berjalan di depan ku setelah keluar dari ruang guru.
Kaki putihnya yang panjang terlihat dari bawah rok mini yang melanggar peraturan sekolah.
Saat itu aku baru tahu tentang tahi lalat di belakang lututnya.
Sebelumnya tidak pernah ada kesempatan untuk memperhatikan area seperti belakang lutut dengan begitu detail.
--- Sampai hari ini.
Rambut hitam indahnya mencapai pinggangnya.
Dia selalu menjadi pusat perhatian di kelas dan selalu tampil dengan percaya diri.
--- Rambut hitam lurus panjang, postur yang penuh keyakinan.
Kedua hal itu sama antara ‘Marika Tachibana’ dan ‘RIKA’.
“Itu tidak mungkin…”
Suara yang keluar dari tenggorokanku terdengar aneh dan pecah.
Bibir ku yang terpantul di layar ponsel melengkung dengan aneh.
‘RIKA’ mungkin ada di suatu tempat di Jepang, tetapi aku yakin mereka tidak ada hubungannya denganku.
Aku tidak pernah meragukannya, dan aku merasa puas dengan keadaan itu. Setidaknya, begitulah yang ku pikirkan.
Tapi…
‘Ada sesuatu yang buruk terjadi.’
Komentar di bawah unggahan tersebut muncul dalam ingatannya.
Hari ini, ada hal buruk yang terjadi pada Marika juga.
Dia ditegur oleh guru pembimbingnya dan dipaksa untuk menghapus makeup-nya.
Sesuai. Sepenuhnya sesuai.
Semakin aku berkali-kali melihat kumpulan gambar-gambar yang ada, penampilan ‘RIKA’ dan Marika semakin cocok.
Dia merasa begitu bodoh karena tidak pernah menyadari betapa miripnya mereka—seperti buah kembar.
“…Ini tidak mungkin, apa ‘RIKA’ benar-benar Marika?”
Tsutomu menelan air liur. Kerongkongannya yang kering.
“Apa yang harus aku lakukan dengan ini…”
Ini hanya pada tahap kemungkinan, setidaknya untuk saat ini.
Aku pernah mendengar cerita bahwa di dunia ini ada tiga orang yang memiliki penampilan yang sama persis dengan kita.
‘Marika Tachibana’ dan ‘RIKA’ hanyalah salah satu dari beberapa orang-orang yang memiliki penampilan yang sangat mirip.
Dia tidak tahu wajah ‘RIKA’, tapi itu akan lebih masuk akal jika dia menyimpulkan demikian.
“Aku ingin tahu kebenarannya.” aku berpikir begitu. “Tapi apa gunanya aku mengetahui ini?”
Karena situasi yang sedang terjadi sangat mendadak dan bersifat pribadi, aku tidak bisa dengan mudah meminta pendapat seseorang.
Aku menutup mata dan berbaring telentang di tempat tidur, mengambil napas dalam-dalam. Napasnya terasa hangat.
Tanpa disadari, keringat aneh keluar dari seluruh tubuhnya, memberinya rasa lembab yang tidak menyenangkan.
Angin yang mengalir dari jendela yang terbuka juga terasa aneh, angina itu memberikan suasana yang agak hangat.







Post a Comment