NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] Menhera ga Aisai Epuron ni Kigae Tara - Volume 1 - Chapter 1.1 [IND]

 


Translator: Yanz

Editor: Rion

Chapter 1 - Jika Kau Bertemu Dengan Gadis Menhera (part 1)



 "Arrgh... aku pengen punya pacar!!"

"Semendesak itukah?"

"Yah, jika kau seorang mahasiswa, kecenderungan untuk menginginkannya pasti ada, kan?"

"Apa itu hal umum bagi mahasiswa?"

"Tentunya! Aku ingin punya pacar yang imut. Aku mau bermesraan, lalu aku juga ingin melakukan 'itu' untuk bersenang-senang dengannya."

"Apa-apaan sih, bahasa mu itu? Lagipula, sepertinya kau hanya ingin memuaskan nafsu bejadmu saja kan." 

Sambil menaruh dua kaleng kopi di atas meja rendah, aku duduk di atas bantal sambil memandang temanku yang sedang berbicara dengan penuh nafsu, sebelum akhirnya kembali mengalihkan pandanganku.


Aku, Shinsuke Aigaki, adalah mahasiswa tahun kedua biasa di sebuah universitas di Tokyo.

Aku berasal dari Saitama, dan pindah ke Tokyo pada bulan Maret sebelum mulai kuliah.

Meskipun rumah keluarga ku dekat dengan kampus dan aku bisa berkomuter dengan kereta, tapi berkat bantuan orang tuaku, aku bisa tinggal sendirian di apartemen dekat kampus.

Ruang apartemenku ini berada di lantai dua dari bangunan enam lantai, dengan ruang tamu yang cukup besar yang juga berfungsi sebagai dapur dan kamar tidur. 

Pintu masuk dilengkapi dengan sistem pengaman otomatis, dan lalu untuk supermarket, toko serba ada, dan jalanan berbelanja serta stasiun kereta relatif dekat dari apartemen. 

Ini semua adalah kondisi yang terlalu baik bagi seorang mahasiswa, untuk bisa merasakan fasilitas yang memanjakan seperti ini.


Meskipun Universitas Kota Tokyo, tempatku belajar, berlokasi di Tokyo, itu tidak termasuk dalam 23 distrik khusus yang biasa dibayangkan, seperti Aoyama atau Rikkyo. Sebaliknya, itu tepat berada di daerah pinggiran kota di luar 23 distrik tersebut. 

Tapi bagi ku, yang dibesarkan di pedesaan Saitama, itu cukup nyaman, dan aku tetap bisa menikmati kehidupan kampus ideal ku.


"Tapi, Shinsuke, kau beruntung sekali. Tinggal sendirian di apartemen sebagus ini." 

Dengan malas bangun dan mengambil sekaleng kopi, Hirofumi Yagyu, teman pertama yang ku buat setelah masuk universitas, cemberut seolah berkata, "Ini tidak adil."


"Sejak dari hari pertama kau datang ke apartemenku sampai hari ini, kau selalu mengatakan hal yang sama."

"Memang, aku iri sekali! Kalau tinggal dekat universitas seperti ini, kau bisa tidur sampai menit terakhir di pagi hari. Sedangkan aku, aku harus bangun jam lima kalau punya kuliah pertama, karena butuh dua jam perjalanan dari rumahku. Dan diatas semua itu, apartemenmu ini pas sekali untuk mengundang perempuan. Kau tahu kan, aku tidak bisa mengundang perempuan ke rumah saat masih tinggal di rumah orang tua!" 

"Aku mengerti betul bahwa keinginan kedua mu jauh lebih kuat." 

Jika saja Hirofumi juga tinggal di apartemen dengan lokasi seperti ini, tidak mungkin ada satu perempuan pun yang mau mengikuti ajakan bejatnya, mengingat dia bisa dibilang merupakan perwujudan hasrat seksual itu sendiri. 

Meski punya penampilan menarik, fisik bagus, dan kepribadian lugas, semua kelebihannya diimbangi oleh obsesinya yang cabul.


"Aku akan memberitahumu, selama ini yang pernah ku undang kedalam apartemenku hanyalah ibu dan adik perempuanku." 

"Sayang sekali. Kalau aku pemilik apartemen ini, aku akan mengundang mahasiswi dan profesor setiap hari. Bahkan dinding-dinding apartemen ini pasti sangat ingin melihat kegiatan cabul antara pria dan wanita dari dekat. Melihatmu saat ini sungguh mengenaskan, kau tidak tertarik pada hal-hal seperti itu, kan?"

"Jika dinding penuh dengan hasrat cabul seperti itu, aku tak akan pernah membiarkannya! ....Tapi, hei apa kau benar-benar tak punya batas standar?"

"Bahkan jika dia seorang profesor, dia tetap wanita kan?"

Ugh, maksudku setidaknya jangan malah mengundang profesor juga.


"Tapi, Shinsuke, seharusnya kau benar-benar bisa memanfaatkan masa kuliahmu. Kau bisa punya dua atau tiga pacar, bukan?"

"Pacar bukanlah sesuatu yang bisa kau miliki dua atau tiga secara bersamaan!"

"...Ah. Tapi jika Shinsuke punya pacar, kau akan punya lebih sedikit waktu untuk dihabiskan di sini, kan? Dan menyebalkan juga kalau kau mendahului ku... Shinsuke, sudah sewajibnya kau tidak punya pacar!"

"Semua itu hanya masalahmu..." 

"Hanya bercanda kok. Tapi jika kau benar-benar punya pacar, aku akan mengutukmu habis-habisan."

"Harusnya kau ikut berbahagia untukku!" 

"Tapi Shinsuke, aku yakin kau sama sekali tidak berniat punya pacar, kan?" 

Hirofumi meletakkan tangan di bawah dagunya dan menatap wajahku dengan tajam.


"Kenapa? Apakah ada sesuatu di wajahku?" 

"Walaupun tidak sebagus milikku, Shinsuke juga punya wajah yang cukup menarik, kan?" 

Aku merasa ngeri dengan tatapan serius di matanya.

"K-kau... tidak mungkin, kan...?" 

"Cukup! Jangan salah paham, hilangkan semua prasangka mu! Aku ini penggila wanita sejati!"

Haah.. jangalah membanggakannya seperti itu.

"Tapi, aku hanya bertanya-tanya. Shinsuke, kau punya kepribadian yang baik, bukan? Kau bahkan selalu mendengarkan masalah orang lain dengan ramah. Semua hal menarik sudah dimiliki, jadi kenapa kau tetak tak punya pacar?"

"Tidak semua hal berpusat pada punya pacar, kan? Lagipula, saat ini aku harus menghadapi kuliah, tugas rumah, dan juga bekerja paruh waktu. Aku bahkan hampir tidak punya 'waktu latihan' yang berharga. Jadi, tidak mungkin aku bisa meluangkan waktu untuk berkencan dengan seorang pacar."


ED/N: 'waktu latihan' yang dimaksud mc tu sebenernya bukan hal-hal berbau 18+, tapi karna temennya cabul jadi diarahin ke sono :v


"Bahkan dengan semua latihan itu, tanpa memiliki pacar, kau tidak akan bisa memperagakan pertunjukan yang sebenarnya bukan?"

"Apakah pikiranmu hanya terdiri dari hal-hal cabul?”

"Tapi, sebagian besar mahasiswa memang berpikiran seperti itu... Malah, sebenarnya agak aneh kalau seorang mahasiswa tidak begitu tertarik dengan hal-hal semacam itu, bukan?" 

Hirofumi menopang dirinya dengan tangan di lantai, kemudian menatapku dengan pandangan penuh rasa simpati. 

"Saat ini, aku memang tidak terlalu ingin punya pacar. Aku hanya menunggu saat ketika aku bisa bertemu dengan 'orang biasa' yang cocok dengan kepribadian dan minatku. Jikalau suatu saat nanti kejadian itu benarlah terjadi, aku mungkin akan mencoba menjalin hubungan sekali lagi."

Aku meragukan bahwa masa depan semacam itu akan datang bagiku yang sekarang ini menghindari interaksi dengan wanita. 


"Jadi, artinya kau belum menemukan seseorang yang memiliki kepribadian dan minat yang cocok di kampus ini, dan itu sebabnya kau tidak ingin berkencan dengan siapa pun?" 

"Begitulah kurang lebihnya."

"Jadi, saat ini kau sedang berlatih 'ilustrasi' demi menciptakan pacar impian, ya?"

"Kau salah paham! Untuk apa aku melakukan itu?!"

"Kalau begitu, apa lagi?"

"Kau terlalu banyak berprasangka!"

Apa dia mengira aku seorang ilustrator semacam itu? 

"Jangan meninggikan suaramu seperti itu.... Oh ya, bagaimana perkembangan gambarmu belakangan ini?" 

"Sedikit... Meningkat, kurasa..." 

Menjadi ilustrator adalah impianku sejak aku masih duduk di kelas satu SMP.

Terinspirasi oleh pacar pertamaku, aku mulai tertarik untuk menggambar karakter yang muncul dalam game dan novel. Hingga saat duduk di bangku SMA, aku mulai serius untuk belajar menggambar ilustrasi.

Aku sangatlah serius dengan mimpi itu sehingga aku ingin bekerja sebagai ilustrator penuh sewaktu setelah lulus. Tetapi sewaktu aku masih di SMA, tepatnya ketika aku memilih jalur karier, orang tuaku memintaku untuk memilih pekerjaan yang lebih stabil daripada menjadi ilustrator, jadi pada akhirnya aku memutuskan masuk ke universitas.

Hanya karena aku melanjutkan pendidikan ke universitas bukan berarti aku menyerah pada mimpiku, seperti halnya ketika aku masih SMA, aku terus mengejar mimpiku dengan belajar sendiri dan berlatih dengan mengacu pada informasi online dan buku-buku ilustrasi, aku terus mengejar impian meskipun aku masih menjadi seorang mahasiswa.

Namun, pada saat ini, aku merasa kemampuanku terhenti dan terjebak dalam suatu masa keterpurukan.

Akan sedikit berbeda jika ada seseorang di sekitarku yang dapat kuajak saling berbicara dan berkonsultasi tentang ilustrasi, Sayangnya, aku tidak punya teman yang cocok seperti itu. 

Aku tetap berlatih setiap hari, tapi aku merasa terhambat dalam hal perkembangan. 


"Hey, kenapa wajahmu muram? Jumlah pengikutmu di Twitter tidak meningkat?" 

Hirofumi berkata sambil menunjuk ke arah smartphone ku yang ada di atas meja rendah.

Selanjutnya, aku mengambil ponsel dan membuka aplikasi, lalu menunjukkan halaman akun ku padanya. 


"Akhirnya aku mencapai 8000 pengikut, walaupun tidak banyak perubahan setelah itu." 

"Tapi bisa punya begitu banyak pengikut itu luar biasa, tahu? Lagipula karakter yang kau gambar sangat menggemaskan... Sampai-sampai kadang aku merasa ingin memastikan, 'Apa ini memang hasil gambar Shinsuke?' setiap kali." 

Sejak aku mulai menggambar ilustrasi, aku telah memposting karya-karya ku di Twitter menggunakan akun bernama "Shin". 

Awalnya, hasilnya tidak terlalu bagus, tapi aku tetap sabar dan konsisten dalam memposting. Sebagai hasilnya, karyaku pernah mengalami "trending" beberapa kali, hingga akhirnya pada tahun lalu akun ku menyentuh angka 8.000 pengikut.


"Dengan jumlah pengikut segitu, pasti ada yang mengajakmu untuk bertemu di dunia nyata, bukan? Gimana, kau sering mendapatkan ajakan seperti itu?" 

"Aku selalu mengatakan bahwa ini adalah akun khusus ilustrasi. Aku bahkan tak menunjukkan wajahku di internet, jadi seharusnya tidak akan ada ajakan semacam itu." 

"Kau memang membosankan. Kalau aku, aku akan memanfaatkan popularitasku dan mengirim pesan langsung ke akun gadis-gadis cantik yang sedang mencari pertemanan atau apalah itu." 

"Jika kau benar-benar menjadi sepopuler itu, kau mungkin akan mendapat reaksi keras dari masyarakat. Lagi pula, aku ragu apa kau bisa menemukan gadis yang sangat ingin bertemu denganmu seperti itu."

"Tsk tsk tsk. Kenyataannya tidak seperti itu, Watson."

Darimana dia mendapatkan getaran Sherlock Holmes ini?

Dengan bangga, Hirofumi mengeluarkan smartphone nya dari saku dan menunjukkan layarnya padaku, seolah-olah dia sedang memberiku sebuah mata kuliah. 


"Shinsuke, kau pasti sering menggunakan tanda '#' saat mengirimkan ilustrasimu, kan? Seperti '#ButuhDibagikan' atau '#InginTerhubungDenganIlustrator' dan sejenisnya." 

Dia berbicara tentang tanda pagar "#" yang sering digunakan di media sosial untuk menandai awal dari sebuah postingan, dan memungkinkan pengguna untuk mencari postingan dengan kata kunci tersebut. 

Dengan menggunakan tanda pagar, pengguna dapat dengan mudah mencari postingan orang lain dengan tag yang sama dan sebaliknya, tag tersebut juga dapat membantu mendapatkan perhatian dari pengguna lain terhadap postingan kita.


"Lihat ini. Jika kau mencari dengan tag ini, akan muncul banyak akun cewek cantik yang sedang mencari pacar atau mencari pertemuan."

Hirofumi mulai melakukan mengetik tag "mencari pacar" pada bar pencarian.

Sekejap, gambar selfie dari berbagai jenis gadis dari JK, JD, OL dengan gaya Gal, gadis berpenampilan bersih, dan bahkan tipe gadis 'Menhera' mulai berjejer di layar.


ED/N: 

JK - Joshi Kousei (Gadis SMA)

JD - Joshi Danshi (Gadis Kuliah)

OL - Office Lady (Gadis Kantor)


"Padahal, ada begitu banyak wanita yang mencari pacar di dunia ini, tapi mengapa tidak ada yang muncul di depanku? Ini sungguh misterius."

"Tentu saja karena kau cabul."

"Apa-apaan dengan kata-katamu yang semakin tajam itu! ... Tapi, tahu tidak, wanita-wanita yang memposting gambar semacam ini sebagian besar hanya memposting gambar yang cantik saja bukan?"

Hirofumi kembali menunjukkan layar ponselnya.

"Begitulah, kebanyakan hanya difilter dengan aplikasi pengeditan wajah. Sulit untuk memastikan apakah mereka benar-benar cantik atau tidak hanya dari gambar saja."

"Seperti yang dikatakan Shinsuke, sebagian besar gambar memang sudah diubah dengan filter yang kuat. Tapi, kadang-kadang ada juga gambar yang tidak terlalu diubah. Misalnya gadis ini! Bagaimana menurutmu, cantik, kan?"

"Tidak sesuai tipeku."

"Nah, bagaimana dengan gadis ini? Dia terlihat seperti aktris muda yang baru saja debut di drama Jumat malam!"

"Aku tidak terlalu mengenal selebriti, dan juga ini biasa saja."

"Kalau begitu, bagaimana dengan gadis ini? Dia mirip dengan Kotosaka-san!"

"Siapa tuh, Kotosaka-san?"

"Kau tidak tahu? Gadis yang selalu mengikuti kuliah kedua setiap hari Selasa! "

"Aku tahu lebih sedikit tentang orang itu daripada selebriti yang kau sebut sebelumnya..."

Aku mulai bosan dengan obrolan tentang perempuan yang diusulkan oleh Hirofumi dan memandangi jam dinding di dinding kamarku.


"Sudah saatnya mulai menyiapkan makan malam, ya?"

Aku bangkit dengan perlahan dan menuju dapur.

"Apa kau akan memasak sendiri hari ini?"

"Ya, karena kalau makan di luar terus, biaya makan akan semakin tinggi. Kakek memberiku sayuran dari kebunnya lagi bulan ini, jadi aku akan memasak dengan sayuran itu."

"Kau memang anak baik, Shinzuke-kun."

"Jangan gunakan 'kun' di belakangku seperti itu. Itu terlalu aneh dan mengganggu."

Sambil berdiri di dapur, aku membuka lemari es dan memeriksa bahan makanan yang tersisa.

"Kau akan makan di sini juga, kan? Jika tidak sibuk, bisakah kau melipat cucian? Jika kau membantu sedikit dengan pekerjaan rumah, aku akan memasak untukmu."

*Batuk* "Kalau begitu, mungkin lebih baik jika kau menjadi seorang wanita..."

"Jika aku seorang wanita, mungkin aku tidak akan pernah membiarkanmu masuk ke kamarku."


--- ☆ ---


Pada hari Selasa jam kedua, aku mengambil mata kuliah tentang etika.

Ketika aku dan Hirofumi masuk ke ruang kuliah, kami duduk berdampingan di kursi sambil mengobrol santai menunggu bel berbunyi.

Bukannya aku tidak punya teman di kampus selain Hirofumi, tapi aku memanglah lebih sering berinteraksi dengannya pada saat jam kuliah maupun jam istirahat.

Selain karena kami satu fakultas, mungkin juga karena kami memiliki suatu kecocokan tertentu. Kalau tidak, rasanya sulit bagi kami untuk terus berhubungan setiap hari sejak masuk kuliah.


"Shinsuke, coba lihat itu. Cewek yang baru masuk ke ruang kuliah ini, payudaranya besar banget! Lihat! Karena terhimpit, tas selempangnya seakan hampir saja mengoyak bajunya!"

Kadang aku sungguh serius berpikir tentang haruskah aku memutuskan hubungan dengan Hirofumi atau tidak.

"Jangan terlalu bersemangat di dalam ruang kuliah. Itu bisa jadi gangguan besar, tahu."

"Maaf ya, maaf. Lain kali aku akan berbisik saja, oke?."

"Bisikanmu bahkan juga sama menyebalkannya. Jadi, tolong berhenti saja!"

Teguran seperti ini, sudah berapa kali ya? aku bahkan sampai lupa berapa banyak aku menegurnya.

"Ya, universitas ini memang punya wanita-wanita yang sangat berkualitas, terutama dari fakultas pendidikan! Haaah, sial... Aku muak, aku ingin pendidikan tentang seks, Sex Education! bukannya malah sastra macam ini..."

"Pendidikan seks, huh..."

Kuliah etika ini bisa diambil oleh semua mahasiswa dari berbagai fakultas, jadi ada banyak mahasiswa selain aku dan Hirofumi dari Fakultas Sastra yang ikut.


"Katanya fakultas pendidikan memang banyak wanita cantik ya?"

"Apa kau ingat acara festival tahun lalu? Pemenang kontes kecantikan kebanyakan dari fakultas pendidikan kan?"

"Aku tak tertarik, jadi aku tidak tahu siapa yang menang kontes kecantikan."

"Padahal itu acara penting di festival, lho!"

Hirofumi yang tidak percaya, mengetuk-ngetuk meja dengan telapak tangannya sambil menegakkan tubuhnya dan mendekatkan wajahnya kearahku. 

Aku sedikit menundukkan dagu untuk menghindar, kemudian menepuk pundaknya dan mendorongnya kembali ke posisi semula.


"Tapi aku ingat sekali hasil dari kontes pihak laki-laki. Kau ikut daftar dengan mencalonkan diri sendiri dan bahkan tidak dapat satu suara pun! Pffft, itu kenangan yang kuingat dengan jelas."

"Tidak!! Tolong, jangan ingatkan aku tentang hal itu lagi!"

Sambil masih memegang bahu Hirofumi, aku memandangnya dengan tatapan mengejek. 

Dia langsung merah padam dalam sejenak, kemudian mengalihkan wajahnya ke arah pintu ruang kuliah seperti hendak melarikan diri.


"...Heh?"

Tak lama setelah itu, Hirofumi sepertinya menemukan sesuatu dan ia merunduk untuk melihat lebih dekat. 

Aku pun juga mengikuti pandangannya, penasaran.


"...eh?"

Saat melihatnya, hatiku berdesir dan aku merasa agak terguncang.

Di depan mata ada seorang mahasiswi yang bahkan sama sekali tidak kukenal.

Dia berjalan menyusuri lorong tanpa ragu-ragu, perlahan-lahan semakin dekat dengan tempat diaman aku dan Hirofumi berada. Ada sesuatu yang aneh pada aura dan penampilan familiarnya yang membuat seluruh tubuhku menegang.

Atasan dengan desain unik, rok mini, sepatu sol tebal, tas jinjing, kalung, hiasan rambut... Semua berwarna hitam.

Berbeda dengan pakaian yang mencolok, kulitnya sangat pucat, dan matanya dihiasi dengan eyeshadow merah. 

Warna rambutnya adalah abu-abu putih yang mencolok, diatur dalam gaya setengah kuncir. 

Sejenak, aku merasa seolah-olah melihat boneka yang sedang berjalan. Visualnya begitu sempurna.

Namun, semakin jarak antara kami berkurang, detak jantungku semakin cepat. 

Aku merasakan panas terperangkap dibagian dalam pakaianku, dan menyadari bahwa keringat dingin mulai mengucur dari tubuhku.


"Wow, wow. Hey ini seriusan...? Dia berada di kursi yang begitu dekat dengan kita hari ini!"

Dia duduk di kursi beberapa baris di depan kami. Tampaknya dia datang sendirian untuk mengikuti kuliah.


"Ini benar-benar keberuntungan. Jarang sekali punya kesempatan melihatnya sedekat ini, tahu?"

"...Hei, hei. Apakah dia seorang yang terkenal atau apa?"

Aku bertanya perlahan di telinga Hirofumi yang terlihat lebih bersemangat dari biasanya.

"Tak mungkin kau tidak tahu, Shinsuke. Dia adalah Kotosaka-san, salah satu yang tercantik di kelas dua Fakultas Pendidikan. Dia cukup terkenal dengan perkataan 'pasti masuk peringkat atas kalau ikut kontes kecantikan'."

"Kotosaka-san...? Aku merasa pernah mendengarnya..."

"Karena Kotosaka-san sepopuler itu, bukankah setidaknya kau pasti tahu namanya.... Tapi tunggu sebentar? Ah, iya... itulah dia! Gadis yang aku bicarakan kemarin di kamarmu, Shinsuke!"

"Ah, benar..."

Aku langsung mengingatnya ketika dia menyebutkan hal itu.

Gambar selfie yang aku lihat di internet kemarin. Gadis yang mirip dengan seorang yang Hirofumi bicarakan, apakah itu tentang gadis ini?


"Jika dilihat dari dekat, memang benar-benar mirip."

Hirofumi mengambil ponselnya dari kantong dan membuka Twitter seperti semalam, memiringkan ponselnya ke arahku untuk menunjukkan gambar itu.

"Kau suka memberikan 'like' pada postingan semacam ini, ya?"

"Karena dia imut, jadi tentu saja!"

Hirofumi menggaruk-garuk kepalanya dengan gerak licik dan mulai tersenyum-senyum sendiri.

Sambil mengerutkan kening karena reaksi aneh Hirofumi, aku sekali lagi memeriksa gambar itu. Aku membandingkan wajah gadis dalam gambar dengan Kotosaka-san yang baru saja aku lihat.


"...Memang, wajahnya sungguh mirip."

"Betul, kan? Tapi sebenarnya, Kotosaka-san dalam realita jauh lebih cantik dari gadis dalam gambar itu!"

"Hei, suaramu terlalu keras, tahu!"

Aku masih memperhatikan gadis itu dari sudut mata sambil menunjuk hidungku sendiri. 

Beberapa detik kemudian, aku mengawasi pergerakan gadis itu dan mengingat kembali suasana kuliah hari ini.


"...Hei, kau tahu, apakah Kotosaka-san pernah datang ke kuliah ini sebelumnya?"

"Kenapa menanyakan hal seperti itu?"

"Meskipun aku yang tidak terlalu tertarik pada orang-orang di sekitar, tapi jika ada seseorang dengan pakaian dan rambut seunik itu di dalam ruang kuliah, aku pikir aku pasti akan mengenalinya..."

"Oh, benarkah? Benar juga, mungkin ini pertama kalinya dia menghadiri kuliah etika dengan warna rambut itu."

"......? Ini pertama kalinya...?"

"Katanya, dia memutuskan warna rambut berdasarkan moodnya pada hari itu. Biasanya dia berambut putih, tapi pada hari-hari tertentu ketika merasa ingin berambut hitam, dia akan menyemprotkannya dengan semprotan pewarna."

Aku melihat dengan penuh keheranan pada Hirofumi yang memberi tahuku tentang kebiasaan aneh gadis itu dalam memilih warna rambutnya.



"Ah, begitu..."

Itu masuk akal, jika dia hanya pernah datang ke kampus dengan rambut hitam, maka wajar jika aku tidak mengenalinya.

Namun, hal itu membuatku kagum. Aku, yang kurang peduli dengan fashion, tidak bisa membayangkan bagaimana seseorang bisa mengubah warna rambutnya berdasarkan mood dengan menggunakan semprotan pewarna hitam...


"Luar biasa, ya. Memang wajar bagi orang Jepang untuk cocok dengan rambut hitam, tapi sulit dipercaya bahwa dia terlihat bagus dengan warna rambut yang mencolok seperti itu."

Hirofumi, dengan lengan melintang di dada, mengangguk sambil memandang Kotosaka-san dengan penuh kekaguman.

Tentu saja, selain suasana pakaian dan riasannya yang cocok dengan warna rambutnya, kecantikan alaminya juga sangat membantu dalam menciptakan penampilan yang hampir seperti boneka.



0

Post a Comment