NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

[LN] Jishui Danshi to Joshikousei - Volume 1 - Chapter 1.2 [IND]

 


Translator: Ryu:z

Editor: Rion

Chapter 1 - Pria yang Memasak dan Gadis SMA (part 2)



 (Ap-apa... aku benar-benar sedang diperhatikan.....)

Sambil hanya menunjukkan wajahnya melalui bingkai pintu, seorang gadis memandangku, atau lebih tepatnya, pada makan malam yang aku pegang dengan mata penuh. Tampaknya air liur mengalir dari sudut bibirnya.

Untuk menetesnya, aku perlahan-lahan menggerakkan piring itu ke kiri dan ke kanan, dan mata gadis itu berayun ke kiri dan ke kanan mengikuti arah piring yang aku goyangkan. 

Ini mengingatkanku pada saat dulu, ketika aku menunjukkan mainan kepada anak anjing di lingkungan sekitar, reaksi anjing itu sama persis sepertinya.


"Asahi-san, apa kamu lapar?"

"Ya atau.... tidak, eh, aku lapar."

(Yang mana sebenarnya?)

Apakah itu 'ya' atau 'tidak'? Apakah dia lapar atau tidak?

Dengan wajah yang sepertinya siap untuk menyerang, dia tetap memandang masakan buatan tangan ini... Tapi tunggu, dia adalah seorang siswi SMA yang aktif. 

Di negara ini, di mana makanan berlimpah, kenapa gadis seperti itu akan tertarik dari makanan buatan pria seperti aku?

-----Kukyuru..Kukyuruuu~…


"Ah......"

"Ah......"

Dia ada di sini, dia ada di sini. 

Gadis SMA yang begitu menggemaskan, seolah-olah hanya ada di dalam dunia manga atau anime, mengeluarkan suara perut yang menggemaskan.

Setelah beberapa saat terdiam, gadis itu memegang perutnya dengan kedua tangan, dan tidak hanya wajahnya tetapi telinganya juga diwarnai dengan warna merah cerah.


"...."

"...."

Keheningan yang bahkan lebih canggung dari sebelumnya. 

Tepat pada saat itu, penanak nasi yang kugunakan untuk memasak nasi pagi ini berbunyi, memberi tahuku bahwa nasi sudah siap. 

Hei, penanak nasi, ini sedikit terlambat bukan? Jika kau bersuara hanya beberapa puluh detik sebelumnya, kau mungkin bisa meredam suara suara di perut gadis itu.


"Um, jadi... jika kamu mau, mungkin kamu ingin makan bersamaku?" 

"Ah, t-tidak! Tidak perlu sejauh ini, kan!?

Dia menggelengkan kepalanya. 

Namun, tepat setelah itu, perut gadis itu kembali mengeluarkan suara yang kuat lagi, 

----Gugyurururururuuuuuuu~

Pipinya, yang awalnya sudah memerah, kini tambah memerah melihat itu aku berfikir, 

Jika terus begini, kepalanya mungkin akan mengeluarkan uap. 

Kurasa, untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku melihat seseorang yang akan mati karena malu.


"Itu tak apa, silakan makan. Kamu tidak perlu menahan diri."

"Y-ya, baiklah......!"

Gadis itu mengangguk dengan suara yang hampir tidak terdengar. 

Dia pasti akan merasakan rasa malu yang tak tertahankan, jika perutnya berbunyi lagi, jadi dia menyetujui perkataanku.

Mungkin terdengar menyedihkan untuk mengatakan ini, aku merasa agak kasihan padanya, tetapi dia sungguh imut.

Aku kemudian menyuruh gadis itu kembali ke duduk di zabuton yang kuberikan padanya tadi, lalu aku merapikan meja dengan cepat, dan meletakkan telur bacon dan tauge goreng di atas piring. 

Kemudian aku mengeluarkan dua mangkuk dari lemari dan menyajikan nasi putih yang baru dimasak serta sup miso. Aku tidak memiliki sumpit untuk tamu di rumah, jadi aku memutuskan untuk menggunakan sumpit sekali pakai dari toko swalayan.


TL/N: ZABUTON (座布団) adalah sebuah bantal Jepang untuk duduk. Zabuton umumnya dipakai saat duduk di lantai dan juga dipakai saat duduk di kursi.


"Silakan. Makanlah sebelum dingin."

"Oh terima kasih banyak"

Meskipun masih terlihat agak malu-malu, matanya berkilauan ketika dia melihat hidangan yang sederhana di meja. 

Seolah-olah dia melihat segunung makanan lezat. 

Ah, ini membuatku sedikit terganggu dengan harapannya yang begitu tinggi...


"BISMILLAH"


TL/N: untuk yg islam kalo mau makan minimal ya baca bismilah ya.. jangan langsung ngegas buat nyantap tu makanan


Mengesampingkan kekhawatiranku, dia dengan sopan menyatukan tangannya lalu diam-diam mengambil sumpit sekali pakai dan mangkuk.

Lalu, memasukkan nasi kedalam dan kemudian juga mengambil tauge yang ditata seadanya, dan memasukannya kedalam kemulutnya.


“……Hmmm~~~!”

Saat berikutnya, dengan senyum bahagia, siswi SMA itu berseru.

Sementara aku terdiam, dia dengan cepat menyantap tumis tauge yang telah dihidangkan. 

Dengan setiap kunyahan, terdengar suara yang renyah dan memuaskan. Mulutnya, yang mungkin dipenuhi dengan rasa saus yang kaya, dikemas dengan nasi putih dalam jumlah besar. 


"Onii-san Masakan ini, tumisan touge ini sungguh-sungguh lezat! apalagi kalau dikombinasikan dengan nasi"

"Ah, benarkah?"

"Ya! Dan telur mata sapi di sini... Wah, ini adalah telur bacon?! Mmm! ini Enak juga!"

Dia menggigit sepertiga telur bacon yang telah di potong dan kemudian mengambil beberapa nasi putih dengan mulutnya.

Meletakkan tangan di pipinya, gadis itu menutup matanya, seolah-olah dia menikmati momen kebahagiaan yang luar biasa.

Dengan kecepatan yang mengejutkan, dia dengan cepat menyelesaikan satu mangkuk penuh nasi, menyeruput sup miso. Disertai napas berat, dia terus bergumam, 


"Hmm..."

Pada saat itu, akhirnya aku menjadi sadar dan aku bertanya kepada gadis yang ada di sisi meja yang berlawanan itu.

"Eee... A-apakah masakanku benar-benar enak?"



"Ya, tentu saja, masakan Onii-san sangat enak!"

Tanpa jeda, dia langsung menjawab dalam sepersepuluh detik. 

Dengan senyum berkilauan yang bahkan bisa membuat matahari cemburu, sepertinya gadis ini sungguh-sungguh merasa makanan sederhana ini enak.

Aku mencoba mengambil sedikit tumis kecambah dengan sumpit ku... Tapi...


"...Masih ada nasi, apa kamu ingin menambah?"

"Benarkah?! kalau begitu aku mau nambah! Onii-san, terima kasih!"

Dia makan dengan sangat antusias, mungkin itu karena dia sangat lapar, aku bertanya-tanya apakah dia benar-benar lapar karena dia makan dengan begitu puas. 

Menurutku dia bukanlah orang yang sama dengan gadis yang hampir menghilang karena malu beberapa saat yang lalu... 

Tidak, sebaliknya, apakah ini memanglah anak yang 'sama'? Ataukah mungkin makanan yang kubuat telah meredakan ketegangannya?

Setelah menerima mangkuk darinya, aku kemudian menyajikan nasi dalam porsi biasa dan mengembalikannya mangkuk berisi kepadanya. 

Gadis muda itu sekali lagi mulai menggerakkan sumpitnya. Dengan penuh semangat, dia mulai makan lagi dengan nafsu makan yang besar. 

Kebiasaan makannya memang mengesankan. Sepertinya dia sangat menyukai Nasi, tauge goreng, bacon dan telur, sup miso yang kubuat.


"Ah... Terima kasih untuk makanannya yang enak~"

Dengan kagum, aku melihat ke dalam penanak nasi yang telah kosong sambil memperhatikan gadis itu. 

Dengan ekspresi puas, gadis itu mengatupkan kedua tangannya.

Aku hanya bisa menatap keheranan, karena tidak menyangka gadis seperti dia dapat memakan makanan dengan porsi yang besar dengan waktu yang singkat


"Ah, enak sekali... Eh, tunggu !? Maafkan aku, Onii-san!? Meski aku sudah banyak merepotkanmu, disini aku malah makan begitu lahapnya tanpa memikirkan apa pun!?"

"T-Tidak apa-apa, sungguh. Jangan khawatir tentang itu."

"A-aku akan membayarnya! Berapa harganya!?"

"Kamu benar-benar tidak perlu khawatir tentang itu. Dan lagi, kita tidak sedang berada di restoran."

Sambil membersihkan piring-piring yang kosong yang berada di meja, aku mengatakan itu padanya dengan sedikit senyuman. 


"Um, baiklah..."

"Hm?"

"Kalau begitu, setidaknya terimalah ini..."

Mengatakan itu, gadis itu mengeluarkan sesuatu yang tampak seperti yakiniku bento yang dibeli di toko dari tasnya.

"Ah terimakasih..."

Aku menerima apa yang diberikan padaku, dengan kedua tanganku. Mungkin saat ini ekspresiku penuh kebingungan. 

Bukankah ini sesuatu yang tidak boleh keluar dari tas seorang gadis SMA?

Aku ingin tahu, tidakkah ada bau yang tertinggal di dalam tas?

Di kotak itu ada lebel harga tertulis 699 yen. 

Sejujurnya, ini sudah lebih dari sebagai kompensasi atas makan malam yang sedikit.


“Tapi kenapa kamu membawa sesuatu seperti ini?”

“Aku membelinya dengan tujuan untuk dimakan saat makan malam...."

Jawab gadis SMA itu dengan senyum malu-malu yang lucu. 

Menilai dari seberapa banyak dia makan sebelumnya, aku tidak percaya bento swalayan seperti ini akan memuaskan perutnya, tapi sudah kuduga, tidak sopan untuk mengatakannya.

Sebaliknya, aku bertanya padanya apa yang sedikit kukhawatirkan.


"Apakah Asahi-san saat ini adalah siswa SMA?"

“Ya, aku siswa SMA kelas 1, aku masuk pada musim semi ini.”

"Siswa baru, ya. Um, apakah kamu kebetulan tinggal sendirian di sini? Atau kamu tinggal bersama orang tuamu?"

"Yah... aku tinggal bersama ibuku, setidaknya untuk saat ini"

Aku diam-diam mengerutkan alisku sambil menjawab "begitu" pada gadis yang menjawab sedikit blak-blakan itu. 

Apa yang dia maksud 'setidaknya untuk saat ini'? 

Aku sudah memikirkannya, tapi tidak sehat bagi siswa SMA jika hanya makan bento di toko swalayan untuk makan malam. 

Tidak, itu bukanlah sebuah kewajiban yang bisa kuucapkan ketika aku berusaha bertahan hanya dengan satu cangkir mie.

Namun, aku merasa tidak nyaman menanyakan pertanyaan yang mengganggu kehidupan pribadi nya lagi. 

Bahkan anak ini pun pasti tidak ingin terlalu terlibat dengan seseorang yang baru dia temui. Saat aku cemberut, kali ini gadis itu menanyakanku sebuah pertanyaan.


"Omong-omong, bagaimana kamu tahu namaku, Onii-san?"

"Eh? Kenapa... yah, ah itu karena di papan nama kamarmu tertulis 'Asahi'," 

"Oh, begitu! Aku bertanya-tanya bagaimana kamu bisa tahu padahal aku belum memperkenalkan diri. Itu membuatku bingung sebelumnya, haha."

Meletakkan tangannya di belakang kepalanya, gadis itu tertawa, lalu dia menatapku dengan saksama.

"Eh, maaf, kalau dipikir-pikir, aku belum memperkenalkan diri. Aku Yuu Yomori. Aku seorang mahasiswa di Universitas Utasane."

"Ah, aku Asahi Mahiru! Siswa kelas satu di SMA Kasane! Senang bisa berkenalan denganmu!"

"Dengan senang hati, aku juga."

Dia mengulurkan tangan kanannya ke arahku, jadi aku berjabat tangan dengannya menggunakan tangan kananku juga. 

Sudah setahun sejak aku pindah ke apartemen ini, dan akhirnya aku berhasil menyapa tetanggaku.

Oh ya, SMA yang dia sebutkan, SMA Kasane, adalah sekolah terkait dengan universitas tempatku kuliah. 

Kebanyakan temanku adalah lulusan dari sekolah menengah dan menengah atas yang sama dengan sekolah ini. 

Aku, sebagai mahasiswa eksternal yang masuk dari universitas, tidak tahu apa-apa tentang bagian sekolah menengah atau menengah atasnya. Bahkan ketika aku melihat seragamnya, aku tidak bisa mengenaliinya.

(Itu… Kalau dipikir-pikir, aku sudah bisa berbicara normal dengan gadis ini sebelum aku menyadarinya)

Tampaknya suasana canggung di awal entah bagaimana hilang. aku ingin tahu apakah ini juga berkat makan bersama. 

Mungkin ini semua berkat memberinya makanan. Memberi makan dan memenangkan kepercayaan, ini terdengar seperti sedang melatih hewan peliharaan. 

Walaupun tidak sopan menggunakan analogi ini, tapi... Penampilan gadis yang meminum jus sayur yang pertama kali kuberikan padanya dengan sedotan memang mengingatkanku pada seekor binatang kecil.


"Bagaimanapun, hari ini adalah bencana bagimu kan? Kamu sampai kehilangan kuncimu.”

"Uh... y-ya. Aku akan mencoba mencarinya lagi besok. Mungkin itu jatuh dalam perjalanan menuju sekolah atau tempat yang aku datangi hari ini."

" Oh, jika kamu tidak dapat menemukannya, kamu harus segera mengganti kuncinya. Akan menjadi masalah besar jika orang jahat mengambil kuncinya."

"Hah!? Ya, benar. Kalau begitu aku harus bicara dengan Hiyori-chan..."

"Hiyori-chan?"

Saat aku memiringkan kepalaku ke nama yang asing, suara interkom terdengar. 

Tapi itu tidak ada di kamarku. Suara itu datang dari ruangan sebelah yang dipisahkan oleh dinding tipis, yaitu kamar Asahi-san.


"Mungkinkah itu pemilik gedung nya sudah ada datang?"

"Oh, begitu. Memang, tidak mungkin dia tahu kalau aku ada di tempatmu."

Kemudian, gadis itu tiba-tiba berdiri dari bantal duduknya dan mendekat ke dekatku.


"Onii-san, terima kasih banyak untuk hari ini! Kamu membantuku dan bahkan mengizinkanku makan makanan enak!"

"T-tidak masalah. Kita saling membantu ketika kita berada dalam kesulitan. Selain itu, tidak ada yang istimewa yang kuberikan padamu..."

Sebaliknya, aku merasa tidak enak karena diberi ucapan terima kasih atas sedikit makanan yang kuhidangkan.

Namun, Asahi-san dengan penuh semangat menggelengkan kepalanya dan berkata, 


''Tidak....Sudah lama sekali aku tidak makan 'makanan hangat' seperti itu."

Menatap langsung ke mataku, gadis itu berkata 'Ehehe' dengan senyuman murni. 

Diterangi oleh senyuman lembut yang mengingatkan pada sinar matahari musim semi, aku secara naluriah berpaling darinya untuk menyembunyikan rasa maluku.


"B-baiklah, sebaiknya kamu pergi sekarang. Pemilik gedung pasti sedang menunggu."

"Tentu! Jadi, Onii-san, terima kasih banyak ya!"

Dia menggantungkan tas di pundaknya dan pergi dari ruangan. 

Aku mengikutinya menuju pintu masuk. Akulah yang menelepon kakek itu, jadi lebih baik setidaknya aku juga menyapanya.


"Tetapi orang tua itu, datang lebih awal dari yang aku perkirakan. Sebelumnya, aku agak khawatir jam berapa dia akan tiba."

"Pria tua? Tapi, kurasa yang datang bukanlah pemilik gedung."

"Eh?"

Asahi-san memutar kenop pintu sebelum aku bisa memikirkan apa yang dia maksud, dan begitu dia meninggalkan pintu depan dia memanggil seseorang, 


"Ahh, Hiyori-chan! Kamu benar-benar datang ke sini pada saat yang tidak tepat! Maaf ya~."

"Itu benar. Selalu kukatakan padamu untuk merawat barang berharga dengan baik, kan?"

(Eh... Suara gadis?)

Aku pikir yang datang adalah lelaki tua dengan suara serak yang aku ajak bicara di telepon, tetapi aku terkejut dengan suara jelas yang kudengar.

Aku melihat ke luar pintu masuk, ada seorang gadis yang mengenakan seragam yang sama dengan Asahi-san disana.

Jika aku mendeskripsikan Asahi-san sebagai tipe yang imut, apakah anak itu tipe yang cantik atau tipe yang keren? Suasananya juga terbilang dewasa. 

Mungkin karena menyadari keberadaanku dan melihatku, dia menyipitkan mata kirinya dengan curiga.


"Mahiru, kamu baru saja datang dari mana? Atau lebih tepatnya, siapa orang itu?"

"Ah, ya! Itu Onii-san, mahasiswa yang tinggal di sebelah! Dia membantuku saat aku dalam masalah!"

"Ah.. halo. Namaku Yuu Yamori penghuni di ruang 206."

Setelah perkenalan Asahi-san, aku membungkuk pada gadis misterius itu.

Kemudian, anak itu berbalik menghadap ke arahku dan asahi, dan setelah beberapa jeda waktu, dia menundukkan kepalanya.


"Senang bertemu denganmu. Aku cucu dari manajer apartemen ini, dan namaku Hiyori Kotsubaki."

Gadis itu mengangkat wajahnya dan berbicara tanpa ragu sambil menatap mataku. 

Begitu ya, anak ini adalah cucu sang manajer. Artinya dia menggantikan kakeknya yang sudah lanjut usia. 

Dia mengenakan seragam yang sama dengan yang asahi kenakan, mungkin mereka berteman.


"Yamori-san, aku minta maaf karena Mahiru membuatmu kesulitan. Terima kasih sudah membantu anak ini."

"Tidak, aku tidak melakukan hal besar seperti itu... Sebaliknya, tolong biarkan Asahi-san masuk ke ruangannya. Bukankah kamu membawa kunci utama atau semacamnya?"

“Ya, aku mendapatkannya dari kakekku.”

"Bagus! Terima kasih, Hiyori-chan!"

“Yah, tapi kalau dilihat dari hasilnya, sepertinya ini tidak perlu.”

“Hah? Apa maksudmu?”

Sementara Asahi-san mempunyai tanda tanya yang melayang di wajahnya, Kotsubaki-san, yang menutup salah satu matanya dengan ringan, mengulurkan sesuatu ke arahnya. 

Apa yang ada di tangannya--


"Oh!? Itu kunci kamarku!? Eh, eh!? Kenapa Hiyori menyimpannya!?"

"Ini bukan 'mengapa'."

Kotsubaki-san menghembuskan napas dengan jengkel saat dia menekan kunci perak dengan gantungan kunci khasnya ke Asahi-san.

"Kamu sepertinya kehilangan kunci itu di lobi apartemen. Mungkin kamu menjatuhkannya saat mengecek kotak surat atau sesuatu begitu."

"Mustahil!?"

"Ya……"

Sementara Asahi-san terkejut dan berteriak, aku hanya bisa menggelengkan kepala dengan sedikit rasa penyesalan. 

Ini benar-benar adalah contoh dari "lampu merah yang menyinari fajar." Jadi, dari saat Asahi-san duduk di depan pintu apartemen hingga saat kami makan malam bersama, semuanya adalah waktu yang sia-sia.

Dan sekarang, tetanggaku yang awalnya terkejut itu berdiri tegak dan membungkuk berkali-kali ke arahku.


"M-maafkan aku, Onii-san!? Aku tak menyangka akan sedekat ini!?

"Jangan khawatir. untung saja kuncinya masih bisa ketemu."

"Tidak, tolong jangan memanjakannya. Anak ini selalu melakukan hal seperti ini. Kehilangan kunci, menjatuhkan dompet, tas salah taruh... Aku selalu menyuruhmu untuk setidaknya memikirkan apa yang ada disekitarmu, bukan?"

"A-aku minta maaf!?"

(Uh, tekanan itu sangat kuat)

Meskipun dia tidak berteriak atau melotot, suara omelan Kotsubaki-san sudah cukup membuat siapa pun merinding hanya dengan mendengarnya dari samping. 

Jika Asahi-san gemetar seperti anak anjing, apakah Kotsubaki-san singa atau harimau?

Namun, tampaknya masalah ini telah teratasi, dan ini adalah hal yang paling penting.


"Kalau begitu, aku akan kembali. Asahi-san, pastikan kuncimu tidak hilang lagi."

"Ya! Aku akan berhati-hati!...Oh, Onii-san!"

"Ya?"

Saat aku berhenti dan berbalik, Asahi-san memanggilku dengan senyuman yang mengingatkanku pada matahari, dia berkata,

 

"Terima kasih banyak untuk hari ini!"

"! ……Ya.

Aku balas tersenyum dan kembali ke kamarku kali ini. Sampai saat pintu ditutup, gadis itu terus menatapku.


"Phew... lega"

Setelah mengambil napas dalam-dalam, aku melepas sepatuku. 

Di ruangan tempat aku menghabiskan waktu bersama tetanggaku sebelumnya ini, aku merasakan ada aroma kuat dari saus yakiniku bercampur dengan aroma khas perempuan.......

"Entah bagaimana, dia adalah anak yang ceria."

Aku mengambil yakiniku bento 699 yen yang tersisa di atas meja dan teringat kembali pada gadis SMA di sebelah. 

Dia bisa merasa murung dan kemudian tiba-tiba tersenyum bahagia, menikmati makanan yang tampaknya buruk itu dengan lahap. 

Ketika aku masuk ruangan setelah gadis itu pergi, suasana di dalam terasa hening seolah-olah matahari baru saja mulai terbenam.


'Sudah lama sekali aku tidak makan makanan hangat seperti ini.'


"Nasi hangat.... bahkan bento di minimarket pun bisa sama saja jika dihangatkan."

Sambil bergumam, aku membuka pintu microwave dan memasukkan kotak makan siang dengan tutupnya terbuka. 

Kemudian menyesuaikan keluaran dan waktu pemanasan seperti yang dijelaskan dan memulailah pemanasan. Dengan daya 500 watt, dibutuhkan waktu kurang dari dua menit, dan yakiniku bento panas muncul.

Aku menyiapkan sumpit dan minuman, duduk di meja, dan meletakkan tangan yang bersatu di depan piring.


"Selamat makan." 

Aku biasanya tidak meniru sopan santun seperti itu saat pergi makan, tapi entah kenapa aku merasa harus membiasakan diri untuk mengatakan sesuatu seperti itu. 


TL/N: inget ya geys, untuk yg islam biasakan kalo mau ngapa-ngapaian ya minimal ngucap bismilah


"Lezat..."

Meskipun ini hanya bento minimarket, ini tetaplah daging sapi panggang yang jarang sekali aku makan. 

Saat aku mencampurkan nasi putih dengan daging yang beraroma cabai merah, aku merasa seolah-olah energi yang hilang di seluruh tubuh berangsur-angsur kembali. 

(Tapi... Kenapa?)

Kenapa... Aku merasa anak perempuan yang menyendok nasi putih dan tauge goreng kedalam mulutnya itu, terlihat jauh lebih menikmati dan bahkan bahagia karena makanan sederhana itu...?




Post a Comment

Post a Comment