Translator: Aldiwang
Editor: Aldiwang
Chapter 11 - Cahaya di Langit Malam
Aku sudah beberapa kali datang ke klub Eden sejak aku SMP.
Sebuah kafe dengan kapasitas lebih dari 300 orang, bisa dibilang bahwa itu adalah kafe skala menengah.
Di satu lantai yang terpisah, ada sebuah bar. Disanalah aku bekerja untuk menyajikan alkohol bagi para pelanggan.
Sebelum pintu dibuka, disini cukup sunyi. Hanya ada suara samar dari para staf dan performer yang sedang melakukan rapat.
"Tiket untuk event musik rock kali ini terjual habis dengan cepat. Pasti akan meriah nanti."
Seseorang berambut pendek yang sedang berdiri di bar counter di belakangku adalah Masashi, dia mengatakan itu sambil menenggak sebotol liqueur biru.
Meski dia pemilik tempat ini, dia tidak ikut rapat bersama para staf dan malah minum sake disini, padahal pintu belum dibuka. Semoga saja dia sedang dalam mood yang bagus.
"Omong-omong, aku berharap banyak pada cast drink darimu lho."
Cast drink yang ia bilang maksudnya adalah minuman yang dibeli oleh para pelanggan untuk mentraktir para gadis penjaga bar.
Karena aku sudah terlibat bisnis, Masashi bersikeras pada kami para pekerja paruh waktu agar bisa membuat para pelanggan mentraktir sake yang mahal untuk kami.
Tentu saja, seberapapun pelanggan mentraktirku, aku tidak bisa minum sake.
Namun aku tidak bisa menolaknya karena posisiku, jadi aku akan berlagak seolah aku ikut minum, padahal yang kuminum hanyalah teh. Aku mendapat teknik seperti ini dari seorang gadis bar yang lain.
Tapi itu akan seperti menipu pelanggan, aku tak akan meminta mereka agar mentraktirku.
Bagaimanapun Masashi memaksaku, aku pasti tak akan melakukannya.
"Tapi, Yoru-chan memang sangat cantik. Aku tak tahu kalau Masashi-kun punya kenalan sepertinya."
Di depan bar counter, ada seorang pria lain yang bergaya seperti pembawa acara sedang duduk disana.
Sepertinya dia adalah seorang pelanggan yang dekat dengan Masashi, hingga dia diperbolehkan masuk duluan meski pintu untuk pelanggan belum dibuka.
Pria tersebut meminta padaku agar membuatkannya segelas cocktail. Akupun mencampur jus dan beberapa sake ke dalam shaker lalu mengocoknya.
"Ohh, caramu mengocok itu sangat keren~Apa kau sudah lama berada di bisnis seperti ini?"
"Tidak terlalu."
"Uwah, dinginnya... Tapi bagus begitu. Hei Yoru-chan. Mau menemaniku kali ini?"
Masashi yang duduk di sebelahnya tertawa.
"Hentikanlah. Dia itu jalang yang hanya terpaku pada satu laki-laki saja."
"Tapi, mungkin saja laki-laki yang ia sukai itu aku. Hei Yoru-chan, bagaimana?"
Sekali lagi aku menatap pria pembawa acara itu.
Dia memakai jaket abu-abu yang keliahatannya mahal, jamnya juga kelihatan mahal. Kacamata yang ia kenakan juga mungkin sangat mahal.
Tapi dia tak cukup menarik. Semuanya sangat tak cocok denganku.
Dia hanyalah pria kurus yang memakai pakaian yang bagus dan ingin bergaya seperti orang kaya.
Luarnya mungkin dia terlihat seperti orang berumur 20an, tapi dalamnya dia benar-benar kekanak-kanakan.
Orang yang kusukai adalah yang lebih dewasa, dan orang sepertinya sama sekali tak membuatku tertarik.
"Mohon maaf, aku menolaknya."
Aku mengatakannya dengan jelas.
"Ooh, jangan begitu. Setelah acara ini selesai, tunggulah aku disini. Aku akan mencarikan hotel yang bagus. Kau mau kan?"
"Aarrgggh..."
Akhirnya aku kehilangan kesabaran dan benar-benar marah.
Memang sudah banyak laki-laki yang mengatakan hal semacam itu padaku. Tapi perkataannya 'aku akan mencarikan hotel yang bagus', memangnya dia pikir, ada wanita yang akan senang dengan itu?
Masashi menggigit lidahnya dengan nada "Tch".
"Hei, sikapmu yang begitu pada pelanggan tak baik kau tahu? Kau juga sudah bukan anak kecil lagi, jadi kalau hanya ke hotel, tak masalah kan..."
Masashi meletakkan botolnya diatas meja dengan kasar.
Tentu saja, aku tidak takut dengan hal itu.
"...Hal semacam itu, aku tidak akan melakukannya kecuali dengan orang yang kucintai."
Pastinya, kau tak mau memberikan keperawananmu pada seseorang yang tak kau sukai sama sekali.
Pria itu bisa membaca situasi yang sedang tegang ini dan kemudian menenangkanku.
"Kalau begitu Yoru-chan, karena kau tidak akan melakukannya selain dengan orang yang kau cintai, kenapa kau tidak mencintaiku saja?"
Dia memang pria yang menyebalkan, namun kurasa ia baru saja mengatakan hal yang menarik.
Apa 『Cinta』 itu adalah sesuatu yang sesederhana itu, hingga ia bisa mengatakannya dengan semudah itu.
Lagipula, 『Cinta』 itu sebenarnya apa?
Padahal aku sangat menginginkan hal itu, tetapi aku belum bisa memahami artinya.
Siapakah laki-laki pertama yang diriku jatuh cinta padanya?
Kurasa, jawabannya adalah Totchi-niichan.
Tapi, aku tak tahu apakah itu 『Cinta』 atau bukan, bahkan hingga saat ini.
Apakah 『Suka』 dan 『Cinta』 adalah hal yang sama?
Meski aku masih belum mengetahui jawabannya, namun aku selalu ingin jatuh cinta──.
◇
Semenjak kakakku dan Totchi-niichan meninggalkan area perumahan, aku menjadi lebih periang dan bisa berkomunikasi.
"Hei, Papa. Bangunlah cepat! Sarapan sudah siap."
"Hoaam~Aku sangat mengantuk karena lembur hingga tengah malam. Namun ketika aku melihat wajah Yoru, tiba-tiba semangatku kembali!"
"Ufufu. Aku senang mendengarnya, tapi itu bukan hal yang bisa kau katakan ketika celanamu setengah terbuka. Itu bisa jadi pelecehan seksual lhoo..."
Mungkin karena kesepian setelah kakakku pergi, aku memaksakan diriku agar berubah.
Kuyakin Papa juga merasa kesepian, tapi jika aku terus murung, aku mungkin akan membuatnya bertambah khawatir.
Namun, aku yang periang dan suka mengobrol hanya Narushima Yoru edisi terbatas.
Ketika aku masuk SMP, aku juga masuk ke dalam sebuah grup para gadis. Dan disana, aku masihlah Narushima Yoru yang pendiam dan pemalu.
Aku tak tahu harus membicarakan apa dengan teman-temanku, dan ketika seseorang mengajakku bicara, aku selalu khawatir jika aku mengatakan hal-hal aneh. Intinya, tak ada perkembangan pada diriku.
Kemudian meskipun aku sudah menjadi siswi kelas 1 SMP, aku masih belum bisa mendapatkan teman untuk bersenang-senang.
Jika dibandingkan dengan ketika aku kelas 5 SD, tentu saja aku sudah bisa memahami apa yang diobrolkan teman-teman sekelasku, dan terkadang aku juga memedulikan obrolan mereka.
Tapi, meski begitu,
"Hei, hei, beberapa hari yang lalu, aku kencan dengan Kurokawa-kun dari kelas 2, dan kami juga bergandengan tangan!"
"Eeh, Kurokawa-kun yang ganteng itu? Hebat juga kau!"
Tapi kalau mereka sudah membahas masalah percintaan, aku tak lagi memperdulikan obrolan.
"Hei, Narushima-san. Kau juga berpikir begitu, kan?"
Tentu saja aku tetap berusaha mengikuti obrolan mereka.
"Eh, etto.. ya, kurasa Kurokawa-kun memang ganteng..."
Karena aku yang pemalu, akhirnya seperti inilah suaraku.
Aku sudah pernah kencan dengan seseorang yang lebih dewasa bernama Totchi-niichan.
Jika dibandingkan dengan Totchi-niichan, semua laki-laki disini terlihat seperti anak-anak bagiku.
Termasuk juga anak bernama Kurokawa-kun yang selalu dihebohkan oleh gadis-gadis di kelasku. Sama sekali tak terbersit dalam benakku kalau ia adalah cowok yang keren. Karena aku hanya melihatnya sebagai anak-anak.
Di hari perkelahian antara diriku dan kakakku untuk yang pertama dan terakhir kalinya,
Hari dimana aku disangka telah jatuh cinta pada Totchi-niichan dan mengakibatkan rasa cemburu yang berlebihan.
Sejak saat itu, aku terus bertanya pada diriku sendiri.
Apakah rasa 『Suka』ku pada Totchi-niichan adalah 『Cinta』.
Kuyakin itu pasti berbeda. Mungkin. Mungkin saja.
Aku tak punya bukti apapun, dan karena itulah aku ingin merasakan jatuh cinta.
Aku ingin menguatkan hatiku dan mengatakan pada kakakku bahwa dia tak perlu merasa cemburu.
Kemudian, ketika itu terjadi,
Aku ingin merasakan cinta yang membara, seperti kakakku yang lebih memilih seorang laki-laki ketimbang adik kandungnya.
Aku ingin merasakan cinta yang buta, yang bisa membuatku merasakan kecemburuan yang gila.
Namun, aku sama sekali tak tertarik dengan teman-teman sekelasku.
Aku yang sangat haus akan cinta, namun aku tak bisa menemukan seseorang yang bisa memberikannya.
Namun, tiba-tiba terjadilah sebuah titik balik.
Seperti biasa, aku pulang dari sekolah bersama kelompok para gadis yang biasanya.
"Hei, cewek-cewek smp yang disana. Maukah kalian pergi ke karaoke bersama kami?"
Laki-laki dengan seragam SMA menghampiri kami.
"Nggak, makasih. Ayo teman-teman, kita pergi."
Seseorang dari kami mengatakan itu, lalu berlalu sambil menunduk.
Siswa SMA itu memberikan kami jalan untuk lewat. Sepertinya memang dia setengah bercanda.
"Ah, sayang sekali. Kalau begitu, akan kuajak lagi lain kali."
Dia melambaikan tangannya.
"Hmm? Ada apa?"
Hanya aku yang masih berdiam disana, dan mereka semua menatapku dengan heran.
"Tu-tunggu Narushima-san. Cepatlah kemari!"
Gadis-gadis itu memanggilku dengan suara yang pelan.
Meski begitu, diriku...
"Anu.. Tentang karaoke yang tadi kau bilang, maukah kalian membawaku juga bersama kalian?"
Laki-laki tersebut adalah anak kelas 3 SMA. Umur 18 tahunan.
Meskipun mereka memberikan kesan seperti berandalan di awal, tapi mereka jauh lebih dewasa ketimbang teman-teman sekelasku.
Ketika mereka memberikan jalan untuk gadis-gadis tadi, sebenarnya aku mundur perlahan ke sisi jalan, dan ketika anak SMA itu bicara padaku pun, mereka menarikku sambil mengatakan "Itu berbahaya".
Tapi karena aku adalah orang yang mencari cinta dari orang dewasa, menurutku wajar saja jika aku mengikuti ajakan mereka.
"Kau, Yoru-chan kan? Apa tak masalah jika kau sendirian yang ikut? Teman-temanmu bagaimana?"
"Ah, etto...tak masalah, kok. Lagipula, aku sedang ingin karaoke."
"Wah, padahal dia terlihat pendiam, tapi ternyata ia cukup agresif juga. Kalau begitu, ayo segera putar lagu yang pertama."
Seorang laki-laki yang sangat bersemangat memasukkan sebuah lagu, kemudian seorang laki-laki lain yang duduk di sebelahku bilang padaku.
"Lebih baik kau menghubungi teman-temanmu. Kuyakin mereka sangat khawatir padamu."
Namanya adalah Kawano.
Dia adalah satu-satunya diantara para laki-laki itu yang pembawaannya tenang.
"Ah, benar juga ya..."
Ketika aku mengeluarkan ponsel keluaran terbaru yang dibelikan ayahku sebagai hadih karena aku masuk SMP, Kawano juga mengeluarkan ponselnya.
"Apa kau juga menggunaka SNS? Jika kau mau, akan kuberitahu akunku."
Dia mengatakan itu tepat ketika aku mengeluarkan ponselku.
Cara yang ia lakukan sangatlah unik dan tak mungkin ditiru oleh anak SMP, dan itu membuatku refleks tersenyum.
Karena kami telah saling berbagi kontak, aku sering keluar berdua dengan Kawano.
Kami pergi untuk makan di restoran cepat saji, berbelanja, dan juga nonton film.
Itu adalah kencan yang cukup menyenangkan.
Kubilang itu hanya "Cukup" karena bagi orang yang sangat antusias dengan cinta, kurasa itu masih jauh dari kata layak.
Ketika jam istirahat, gadis-gadis di kelompok yang biasanya mengajakku bicara.
"Hei, hei Narushima-san, apa kau pacaran dengan cowok SMA yang kemarin?"
"E-etto...gimana ya... Bisa dibilang, mungkin belum samapai ke tahap itu..."
Aku pernah mendengar budaya unik di Jepang bahwa kau mulai pacaran jika kau sudah menyatakan perasaanmu.
Tapi sepertinya Kawano menyukaiku, dan akupun tak pernah membencinya. Jadi jika dibilang kalau hubungan kami adalah sebagai pacar, kurasa itu juga tak salah.
Tapi kurasa, aku tak bisa menyetujui itu dengan jujur.
Karena aku masih mencaritahu, apakah aku bisa mencintai Kawano atau tidak.
"Tak kusangka, ternyata Narushima-san cukup agresif ya...~"
Ada gadis yang mendukungku.
"Tapi yahh, kau tiba-tiba mengikuti ajakan anak SMA yang tidak dikenal. Bukankah itu berbahaya? Saat itu aku sangat terkejut..."
Dan ada juga gadis yang memperingatkanku.
Kemudian, hal yang "berbahaya" itu terjadi tak lama kemudian.
.........................................................
Kawano bilang bahwa dia memiliki kerja paruh waktu, jadi kami janjian untuk bertemu di minggu malam.
Kami makan malam bersama, dan setelah selesai, itu adalah waktunya untuk kami pulang.
"Ada kafe yang ingin kukunjungi."
Kawano mengatakan itu padaku.
Aku tak punya alasan untuk menolak ajakannya saat itu, jadi aku mengikutinya begitu saja.
Tapi aku heran karena kafe yang ingin dia kunjungi tak kunjung sampai, dan kami malah berakhir di area hotel cinta yang agak jauh dari stasiun.
"Eh? Kalau tidak salah, tempatnya di sekitar sini...tapi sepertinya salah."
Dari kalimatnya, aku sudah bisa membacanya.
"Yahh, tak apa lah. Hei Yoru-chan, kau lelah berjalan, kan? Bagaimana kalau kita istirahat bersama disini?"
Tak seperti ketika ia meminta untuk bertukar kontak, kali ini tidak ada uniknya sama sekali. Yang ia lakukan sama sekali tidak dewasa, dan modus yang ia gunakan seperti candaan rendahan sehingga membuatku kecewa.
"Ma-maaf... Kalau hal seperti itu, sepertinya agak..."
Pada saat itu, aku tak lagi tertarik dengan Kawano.
Meskipun aku beberapa kali bermain dengannya dan kurasa banyak bagian yang menyenangkan, tapi sepertinya, aku tak bisa jatuh cinta padanya setelah ini. Kenyataan bahwa dia bersikeras menginginkan tubuhku adalah buktinya.
Karena itulah aku mencoba untuk kembali pulang.
"Oi tunggu dulu."
Dia menarik tanganku, dengan tenaga yang lumayan kuat.
"Padahal kau sudah mengenalku selama sebulan, tapi kau masih tak membiarkanku untuk menciummu."
"Eh, so-soalnya...hal yang seperti itu baru bisa kita lakukan setelah kita saling mengenal lebih jauh."
"Kalau begitu, ayo kita saling mengenal disini. Untuk sekarang, ayo kita masuk dulu. Momen yang seperti ini sangatlah penting."
Kawano menarikku dengan paksa hingga semakin mendekati pintu masuk hotel.
"Tu-tunggu...tolong hentikan. Aku...tak mau hal seperti ini..."
"Apa-apaan kau disaat seperti ini. Kau dulu pernah ikut ke karaoke sendirian dengan kami, berarti kau sudah terbiasa dengan laki-laki bukan?"
Aku yang hanya siswi kelas 1 SMP, tak mungkin bisa memberontak kekuatan siswa kelas 3 SMA.
Sebuah memori yang tersegel dalam lubuk hatiku yang terdalam dan tak ingin kuingat, tiba-tiba muncul dalam kepalaku.
Itu adalah hari, dimana aku mengintip ke dalam kamar kakakku, dan melihatnya dengan Totchi-niichan sedang melakukan───
"Aku tak mau!"
Kemudian untuk pertama kalinya, aku menampar pipi seseorang.
Kawano memegangi pipinya sambil menatapku dengan tajam.
"Sialan kau!"
Dia terus menatapku tajam dengan aura kemarahan di tubuhnya.
"Ah, anu...mohon maaf untuk semuanya..."
Sebelum aku menyelesaikan kalimatku, aku langsung berlari dijalan aspal itu.
Aku juga tak ingat ke arah mana aku berlari.
Ketika aku menyadarinya, aku sedang duduk di bangku di area air mancur di sebelah stasiun.
Aku melihat sekitar. Kawano tidak mengejarku hingga kesini. Disini juga ramai orang, jadi meskipun aku bertemu dengannya, ia tak akan berani melakukan kekerasan padaku.
"Haaah....haah..."
Saat itu, aku baru menyadari bahwa napasku tersengal. Jantungku juga berdegup kencang.
Aku berpikir untuk membeli minuman, namun aku tak memiliki recehan, jadi kuurungkan niatku.
Kemudian, jari-jariku, tanganku, lenganku, dan seluruh tubuhku gemetar.
Aku takut. Aku benar-benar takut.
Aku benar-benar bodoh.
Padahal banyak kemungkinan hal-hal semacam ini terjadi.
Namun aku tak menyadari kalau aku sedang dalam bahaya sebelum Kawano menarik tanganku.
Sejak awal juga begitu, ketika aku mengikuti Kawano dan teman-temannya dari SMA.
Aku hanya memikirkan jika aku bisa jatuh cinta dengan seseorang yang lebih tua.
Dan aku tak pernah berpikir kalau mungkin saja mereka akan melakukan kekerasan padaku.
Gara-gara hal itu, hampir saja───
"Cinta rahasia" yang dilakukan oleh kakakku dan Totchi-niichan sesaat melintas dalam benakku.
Aku menggelengkan kepalaku.
Nggak, aku tak mau, aku tak mau, aku tak mau. Sebelum aku mengetahui apa itu cinta, aku tak mau melakukan hal itu.
Kurasa, aku tak akan memaksakan diriku lagi untuk mendekati laki-laki yang lebih tua.
Seperti halnya anak-anak kelas 1 SMP, jika aku menghabiskan waktuku dengan teman-teman sekelasku, kuyakin aku bisa menemukan cinta yang normal dari teman sekelasku. Yeah, kuyakin pasti begitu. Kurasa begitupun tak masalah.
Aku berpikir begitu sambil mencoba bangun dari bangku.
Namun tiba-tiba, kakiku terhenti.
Cinta yang normal...?
Apa-apaan itu?
Apakah itu 『Cinta』 yang memisahkan adik seseorang dengan seorang laki-laki hanya karena anggapan egoisnya?
Apakah itu 『Cinta』yang keajaibannya bisa mengubah kakakku yang baik, bijak, dan pandai menjadi orang yang berbeda?
Apakah aku bisa mendapatkan cinta yang gila seperti itu dari teman-teman sekelasku yang hanya anak-anak?
"Hei nona, apa yang kau lakukan disini selarut ini?"
Ketika aku masih berdiri disana, seorang pria memanggilku.
Itu bukan Kawano.
Dia adalah seorang pekerja kantoran berumur 20an, dan dia mengenakan jas yang masih rapi.
"Jika kau punya masalah, bisakah kau beritahu pada kakak yang dewasa ini? Apa kau mau mampir dulu ke restoran keluarga?"
Ah, sungguh.
Padahal aku belum mengetahui apa itu cinta.
Aku hanya sangat menginginkan itu. Padahal baru saja terjadi hal yang berbahaya padaku.
"...Ya, aku ikut."
Tapi, aku lagi-lagi mengikuti ajakan orang dewasa.
Sejak aku sangat haus akan cinta, kurasa aku pasti sudah gila.
Aku pasti tak akan berhenti hingga aku mengetahui apa itu cinta.
Aku beberapa kali menemui pekerja kantoran itu. Namun dia adalah pria sangean yang bahkan tidak bisa menyembunyikan keinginan birahinya, jadi aku langsung berhenti mengontaknya.
Setelah itu aku benar-benar berpikir untuk mencari kenalan di SNS atupun aplikasi semacamnya.
Bagi seorang murid SMP, ada banyak sekali cara untuk menemui laki-laki dewasa.
Tanpa sengaja di waktu yang sangat kebetulan, aku mendapat ajakan bermain dari seorang senpai di sekolah yang sama denganku.
Tapi karena kurasa senpai kelas 3 itu sangat jauh dari kategori dewasa menurutku, akhirnya aku tak pernah menemuinya lagi tak lama setelah itu.
Dan akibatnya, aku jadi sering menerima ajakan dari senpai kelas 3.
──Narushima Yoru adalah seorang gadis yang tidak akan menolak jika kau mengajaknya keluar.
Rumor seperti itu tersebar di sekolah.
Yahh, aku memang tidak menolaknya sih.
Ketika ada seseorang yang lebih tua mengajakku, awalnya aku pasti akan menerimanya.
Untuk mengetahui apakah aku bisa jatuh cinta padanya atau tidak, aku menerima ajakannya bermain.
Ada laki-laki yang bisa kuketahui sifatnya hanya dengan sekali bermain dengannya, dan ada juga yang baru kuketahui setelah beberapa kali keluar dengannya.
Setiap aku merasa seseorang tidak cocok, aku langsung mem-bloknya dan menunggu seseorang menghubungiku lagi.
Hal itu terus terjadi hingga berulang kali.
Akhirnya ketika aku beranjak kelas 2 SMP dan tubuhku menjadi semakin terlihat dewasa, aku malah semakin sering mendapat ajakan dari orang-orang di kota. Terutama ketika hari semakin malam, semakin mungkin akan ada orang yang mengajakku.
Namun hal yang kulakukan tetap sama.
Apakah aku bisa jatuh cinta pada orang ini? Apakah dia adalah orang yang ditakdirkan untukku hingga aku bisa menyerahkan jiwa dan ragaku padanya?
Ketika seseorang mengajakku pergi, aku menerima ajakannya sambil mengamatinya.
Kemudian aku mengelompokkannya apakah ia menarik atau tidak, lalu memilah-milahnya.
Namun semua orang yang kutemui masih kumasukkan ke dalam kotak bertuliskan "tidak cocok".
Hal itu berulang terus menerus. Seperti halnya sebuah mesin yang melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang.
Mulai dari siswa SMA hingga mahasiswa, dari orang bebas hingga pekerja kantoran. Aku sudah berjalan dengan banyak macam laki-laki, dan memilah mereka semua.
Aku juga beberapa kali terjebak dalam bahaya, hingga aku terbiasa dengan itu.
Aku pernah ditarik paksa menuju hotel, dan pernah juga dipaksa untuk berciuman.
Kemudian aku menampar pipi mereka lalu pulang.
Hanya itu saja.
Terkadang aku melawan mereka dengan meninju, menggigit, dan mencakar.
Hingga akhirnya, aku tak lagi merasa takut dengan itu semua.
Dan tentu saja, saat itu tak ada lagi gadis di sekolahku yang mau berbicara denganku.
"...Eh? Ternyata Narushima-san orangnya seperti itu?"
"...Apa kau tidak tahu? Ketika ia kelas satu, ia sering digilir oleh anak kelas 3."
"...Aku juga pernah dengar kalau dia pernah berjalan bersama om-om di tengah kota."
"...Benarkah? Padahal dia terlihat seperti cewek yang pendiam. Ternyata dia tak seperti penampilannya ya."
"...Dia diam-diam seperti jablai. Dia adalah orang yang buruk, dan lebih baik jika kau tak mendekatinya."
Aku mendengar omongan-omongan seperti itu di belakangku, namun aku tak memperdulikannya. Aku tidak akan berhenti.
Soalnya di hari itu pun, aku memiliki janji dengan seorang laki-laki.
Kemudian, kuyakin pasti aku akan memukulnya dan mem-bloknya lagi seperti biasanya.
Kurasa tak aneh juga kalau dibilang bahwa mentalku dirasuki oleh kutukan cinta.
Ketika aku terus mengulangi hal itu, tanpa kusadari aku sudah menjadi murid kelas 3 SMP.
Aku tak ingat lagi kapan hal itu dimulai, namun pada suatu hari.
Aku dikepung beberapa orang yang tak kukenal di kota.
Saat itu sedang hari libur dan aku sedang berbelanja sendirian dalam perjalan pulang dari sekolah.
Tiba-tiba muncullah sekumpulan laki-laki berwajah menyeramkan mengelilingiku.
"Hei Yoru-chan, ayo bermain bersama kami~"
Terbersit dalam bayanganku bahwa salah satu dari mereka pastilah seseorang yang pernah kublok.
Kuyakin kondisi ini adalah pembalasan salah seorang dari mereka karena dia tiba-tiba tak bisa menghubungiku lagi.
Sekelompok laki-laki mengepungku dan mengajakku bermain sambil mengira-ngira hal macam apa yang bisa mereka perbuat padaku, dan kurasa aku akan berakhir mengalami hal yang menyedihkan.
Itu sangat menakutkan ketika kau dikelilingi oleh sekelompok laki-laki yang tidak kau kenal.
Mereka datang mengejarmu tiba-tiba, tanpa mengenal waktu ataupun tempat, dan itu sangat menakutkan.
Tentu saja saat itu aku berpikir tidak bisa melawannya, dan hanya terus berlari.
Aku kabur ke area yang ramai orang, ataupun bersembunyi di toilet perempuan.
Tetapi, jumlah mereka terlalu banyak. Aku hanyalah gadis 14 tahun, dan tenagaku sangat terbatas. Hingga akhirnya pada suatu hari, aku tertangkap oleh mereka.
Mereka membawaku dalam sebuah mobil van yang penuh asap.
Aku sangat takut, namun aku tidak menangis meski aku tak tahu kemana mereka membawaku.
Hingga aku sampai di sebuah bar di basement yang sepertinya selalu mereka gunakan untuk nongkrong.
"Oh, inikah Narushima Yoru, gadis yang rumornya tersebar dimana-mana?"
Seorang laki-laki berumur 30an berambut pendek dan tato yang besar di tangannya sedang duduk di sofa VIP mengatakan itu dengan nada yang selengean.
Dia dipanggil dengan "Masashi-san" oleh orang-orang di sekitarnya.
Dia memiliki pembawaan yang tenang, namun dia adalah orang yang berbahaya yang aku tak tahu apa yang akan dia lakukan jika ia marah.
Itulah kesan pertamaku pada Masashi, dan seketika itu, aku langsung memahami bahwa laki-laki ini adalah orang yang menyuruh mereka membawaku kemari.
Mulutku dipenuhi dengan ketakutan, namun aku berusaha mengatakan sesuatu sambil terus menyorotinya.
"Apa yang kau ingin dariku?"
Lebih baik aku menggigit lidahku sampai mati ketimbang harus membiarkan diriku diserang oleh mereka sebelum aku memahami apa itu cinta.
Dan sebelum itu, aku akan menghajar mereka semampuku.
Aku serius berpikir begitu sambil memandangi asbak kristal yang tergeletak di atas meja.
Dan sepertinya Masashi memahami maksudku.
"Ahaha...kau tepat seperti yang dirumorkan. Gadis yang cantik dan terlihat tenang, tapi dia hanyalah gadis kelas 3 SMP yang bodoh dan keras kepala juga sering membuat keributan di kota. Aku tertarik denganmu, jadi kuculik kau terlebih dulu."
Sepertinya mereka berbeda dengan orang-orang yang biasa mengejarku.
"Kau cantik dan juga pemberani. Hei Yoru-chan, maukah kau bekerja disini? Kebetulan aku sedang mencari orang yang sepertimu. Tak masalah jika kau hanya murid SMP."
"Aku tak akan melakukannya." Aku menolaknya dengan datar.
"Tak perlu khawatir. Tempat ini tidak seburuk yang kau pikirkan. Meski begini, aku cukup dikenal oleh para idiot di kota kau tahu? Jika kau terus begini, mereka akan menangkapmu suatu hari."
Setelah ia bilang begitu, aku tak bisa lagi menolaknya.
Masashi adalah orang yang menjalankan beberapa bar, livehouse, dan klub di kalangan teman-temannya.
Dia mempekerjakanku sebagai penyaji minuman alkohol terkadang di livehouse, dan terkadang di klub, tergantung dimana ia menyuruhku.
Tentu saja, identitasku sebagai murid SMP adalah rahasia yang hanya diketahui oleh Masashi dan koleganya.
Dia sangat senang karena aku membantunya. Namun aku masih sangat yakin bahwa Masashi adalah orang yang sangat berbahaya dan menyusahkan. Bahkan sepertinya ia pernah terlibat dengan kelompok anti-sosialis.
Aku tak tahu hubungan macam apa yang Masashi punya dengan teman-temannya, dan aku tak ingin mengetahuinya.
Hanya saja, aku sering melihatnya mengobrolkan sesuatu yang buruk dengan seorang pria yang perawakannya kasar ketika sedang tidak ada pelanggan.
Dan rayuan mereka sudah jadi keseharianku.
Namun, seberapapun dewasanya teman-teman Masashi, aku selalu menolak rayuan mereka.
Meski begitu, selama aku berada dibawah Masashi, akupun sadar pasti akan datang suatu hari dimana aku tak lagi bisa menolak.
Karena itulah, sedikit demi sedikit aku mulai menjauhi Masashi.
Dan akhirnya ketika aku lulus SMP, aku benar-benar telah memutuskan kontak dengannya.
Kemudian sebulan yang lalu.
Kakakku kembali ke rumah orangtuaku, jadi aku mulai memaksa diriku untuk hidup mandiri.
Ketika aku meninggalkan kampung halamanku, kukira aku tak akan lagi menemui Masashi dan kawan-kawannya.
Tapi, sepertinya tidak semudah itu.
◇
Pembukaan acara akan segera dimulai.
"Yoo...sudah saatnya menarik pelanggan."
Masashi sedang berdiri di bar counter.
Laki-laki pembawa acara itu juga segera menghabiskan cocktailnya dan meninggalkan kursinya.
"Yoru-chan. Tentang yang kukatakan tadi, aku serius lho. Setelah acara berakhir nanti, tunggulah disini. Aku sungguh akan membawamu ke hotel. Nanti kita akan berenang bersama."
"Sudah kubilang aku tak mau."
"Ayolah..."
Kemudian Masashi mendekatkan wajahnya padaku dan berbisik.
"...Kau berhutang padaku bukan? Tak masalah jika kau tak mau ngeseks dengannya. Untuk sekarang datanglah dulu demi diriku, oke?"
Masashi menepuk pundakku kemudian pergi bersama laki-laki pembawa acara itu dengan senyman yang mengerikan.
Tak mungkin aku pergi ke hotel bersama dengan laki-laki yang bahkan tidak kusukai.
Tak peduli seberappun kau menolaknya, kau bisa melihat apa yang akan mereka perbuat.
Tapi aku tak bisa memutuskan hubunganku dengan Masashi, dan misalnya saja aku bisa bertahan untuk malam darurat ini──
"Ini hanya masalah waktu, kah..."
Cepat atau lambat, aku akan berakhir manjalani hubungan dengan laki-laki yang tidak kusuka.
Semuanya gara-gara diriku. Aku tahu itu.
Aku paham hal itu, tetapi...
"Tsk..."
Air ataku mengalir tanpa kusadari.
Sejak hari dimana aku sangat terpesona dengan jahatnya cinta dan menjadi sangat haus akan cinta.
Aku terus berlari hingga tak ada yang bisa menghentikanku.
Cinta yang merubah kakakku yang awalnya kucintai dan baik hati menjadi macan yang penuh rasa cemburu.
Cinta yang membuat Totchi-niichan hilang dari hadapanku, dan membuatku sendirian.
Cinta yang kubenci dan tak terhindarkan seperti itu, aku hanya ingin memahaminya.
Dan akibat dari diriku yang sembrono, akhirnya aku dipungut oleh orang berbahaya seperti Masashi dan terjatuh dalam jurang yang gelap.
Padahal aku sudah coba menghilang dari hadapan Masashi, dan masuk ke SMA ku yang sekarang.
Tapi aku tak pernah belajar dari masa laluku dan terus mengejar cinta.
Padahal aku sudah berpikir untuk menjadi gadis yang lebih tenang.
Namun ketika aku sekelas dengan Seiran-kun yang terlihat sangat dewasa, aku mencoa mendekatinya untuk melihat apakah aku bisa jatuh cinta dengannya.
Seiran-kun berada di kelompok Koga-kun, yang selalu ribut dan mengutamakan pertemanan dibanding cinta.
Koga-kun selalu menempel dengan Seiran-kun, dan dia sungguh sangat mengganggu.
Dia berisik, bocah, dan merepotkan. Aku membencinya, dan kami sering bertengkar.
Tapi... Itu menyenangkan.
Padahal Koga-kun sudah mendengar omongan kotor dariku, dia tetap memanggilku teman. Dia juga menerimaku dalam kelompoknya.
Waktu yang kuhabiskan bersama mereka...sungguh sangat menyenangkan.
Aku pernah berpikir alangkah baiknya jika aku tak pernah memperdulikan tentang cinta.
Namun ketika aku berpikir seperti itu, aku malah kembali bertemu dengan Masashi.
Kurasa lingkungan masa laluku tidak akan membiarkanku untuk pergi ke tempat yang cerah lagi.
Mungkin ini adalah hukuman bagiku karena telah mengganggu teman-teman Koga-kun dengan perasaanku yang setengah-setengah.
Kuyakin sebelum aku memahami cinta, kesucianku akan rusak oleh seorang laki-laki yang sama sekali tidak kucintai.
Jadi, aku akan menerima semua ini sebagai hukuman bagiku.
Demi memahami apa itu cinta, aku sudah berjalan dengan banyak laki-laki, jadi kurasa ini akhir yang pantas untukku.
──Narushima-san adalah kelinci yang sempurna.
Aku ingat bahwa Koga-kun pernah mengatakan ini padaku.
Sebenarnya aku sangatlah kesepian, karena kakakku yang biasanya bersamaku tiba-tiba menghilang.
Tapi, Koga-kun mungkin tidak tahu.
Katanya kelinci akan mati ketika mereka sendirian. Tapi sebenarnya itu salah. Mereka terbiasa bersembunyi meskipun ketika mereka sedang lemah, dan jika kau tidak memperhatikan mereka dengan baik, mereka akan mati sebelum kau menyadarinya.
...ahaha, kalau begitu, apa yang ia katakan benar, bahwa aku adalah seekor kelinci.
Aku menyembunyikan kelemahanku, kemudian diam-diam menghilang dari hadapan Koga-kun, dan diam-diam mencoba untuk mati.
Sebenarnya, hari ini kami sudah berencana untuk pergi melihat kembang api bersama-sama.
Tapi bagiku, itu hanyalah mimpi yang tak akan terwujud.
Tetapi, meski begitu, diriku...
Meski aku enggan, aku tak bisa menahan air mataku sambil mengatakan :
"...Aku ingin pergi melihat kunang-kunang bersama mereka...Tsk..tsk"
Dan ketika itu,
"Narushima-san! Dimana kau?!"
Sesaat setelah pintu masuk terbuka, dan para pengunjung mulai memasuki tempat acara.
Suara yang terdengar tak asing bagiku tedengar ditengah-tengah bar.
"Oi, Narushima Yoru-san! Narushima-san yang masih 'SMA'!!"
Orang itu berteriak dengan suara yang keras dan menekankan kata 'SMA'.
Aku mengucek mataku yang memburam karena air mata.
"Bohong──...?"
Di tengah-tengah kerumunan pengunjung yang masuk,
Ada Koga-kun disana.
Honoko-chan juga ada.
Seiran-kun juga disana.
Tanaka-kun juga ada disana.
Semuanya datang kesini.
Koga-kun yang matanya bertatapan denganku, dia tersenyum sambil melambaikan tangannya.
"Oi, itu dia! Oi, Narushima-san yang masih 'SMA'! Kami datang lho!"
Tentu saja Masashi melihat itu lalu kembali kesini.
"Tunggu tunggu, tuan pelanggan, apa yang kau──"
"Ah, anda pemiliknya? Mohon maaf, pekerja paruh waktu yang disana itu, sebenarnya dia masih kelas 1 SMA. Kalau tidak salah, tempat ini tidak mengizinkan anak SMA bekerja disini, kan?"
"Tidak, itu..."
Seiran mengeluarkan ponselnya.
"Di halaman web ini tertulis begitu. Yahh, normalnya, klub tidak akan mempekerjakan anak sekolahan, kan?"
Honoko-chan membuat senyuman nakal.
"Bukankah akan buruk jika ini dilaporkan~? Dilihat bagaimanapun, Yoru itu cantik dan populer di kalangan pelanggan, dan jika dipikir-pikir, kau mempekerjakannya di bagian bar counter, rasanya agak sedikit..."
"Jadi intinya, kami akan membawanya pulang. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya."
Koga-kun masuk ke bar counter dan menarik tanganku.
Masashi juga mengulurkan tangannya padaku.
"Tu-tunggu Yoru! Mau kemana kau?! Kau sudah mulai menarik pelanggan! Sialan, jangan main-main denganku!"
Koga-kun menepis tangannya dan menyorotnya dengan tatapan yang tajam.
"Jangan sentuh teman kami."
Karena umurku sudah diketahui oleh para pelanggan, Masashi tidak bersikeras untuk menahanku.
Mereka menarik tanganku keluar dari bar di basement yang gelap itu menuju tempat yang sedikit lebih terang.
Dari tadi aku terus bingung dengan apa yang terjadi.
"...Mengapa kalian semua disini?"
Itulah yang pertama kali keluar dari mulutku.
"Mengapa kalian semua datang kesini? Kalian sampai melakukan semua itu untuk memaksaku keluar."
Lalu Koga-kun menggaruk hidungnya dengan malu-malu.
"Soalnya, aku ingin melihat kunang-kunang bersama semuanya."
──Ha?
Lalu semuanya buru-buru membuka kunci sepeda mereka yang terparkir di pinggir jalan.
"Ahaha...Maaf ya Yoru. Padahal aku sudah menyarankan agar kita pergi berempat saja tanpamu, namun Koga-kun bersikeras agar kita pergi berlima."
"Anu, mungkin ini merepotkanmu, tapi kurasa tidak baik bagi anak SMA untuk bekerja di tempat seperti itu."
"Jangan mmarah ya, Narushima. Soalnya kali ini kau yang salah."
──Tidak, tunggu dulu.
"Daripada itu, kami dari tadi sudah menunggu di bawah apartemenmu lho."
Koga-kun mengatakan itu sambil merajuk.
"Sebenarnya aku ingin mengajak Narushima-san sebelum ia berangkat kerja, tapi sepertinya kau berangkat lebih cepat kali ini bukan? Jadi aku mengejarmu hingga ke tempatmu bekerja."
Memang benar aku keluar dari apartemen lebih cepat hari ini dan menghabiskan waktuku diluar hingga waktu bekerjaku tiba.
Soalnya kalau tidak begitu, Koga-kun pasti akan benar-benar datang ke apartemenku, dan ia pasti akan memaksaku ikut dengannya.
Tapi siapa sangka mereka akan melakukan hal seperti ini?
Tak kusangka dia mengejarku hingga ke tempatku bekerja yang jauh dari rumahku, lalu memaksaku untuk pergi bersamanya.
Memang benar itu adalah pekerjaan yang tidak seharusnya kulakukan, tapi bagaimana jika aku sedang bekerja?
Ditambah lagi, alasanmu menarikku dari pekerjaanku,
Karena kau ingin kita melihat kunang-kunang bersama-sama? Alasanmu itu──sungguh kekanak-kanakan.
"Hei, Cepatlah Narushima-san! Kita sudah tidak punya waktu lagi. Jika kau ingin memukulku, nanti saja!"
"Ta-tapi...kunang-kunang itu...kalau tidak hari ini pun..."
"Kalau kita tidak pergi hari ini, hari selanjutnya dimana kita semua bisa pergi bersama itu terlalu lama! Dan saat itupun, pasti kunang-kunangnya sudah tidak terlihat lagi!"
Meski dia bilang begitu, sekarang sudah jam 7 malam.
Kunang-kunang bisa dilihat paling telat jam 9 malam. Meski kami berangkat sekarang, pasti tidak akan sempat.
Soalnya untuk sampai disana, kau harus mendaki gunung menggunakan sepeda.
"Lagipula, aku tidak membawa sepedaku..."
Sebenarnya, aku berencana meminjam sepeda ayahku, namun sekarang aku tak punya waktu lagi untuk mengambilnya.
Lalu Koga-kun menepuk boncengan sepedanya dengan bangga.
"Karena itulah, Narushima-san. Kau akan naik sepeda bersamaku. Aku akan mengayuhnya sekuat tenaga!"
"E,eeh? Itu terlalu gila! tak mungkin kita bisa mendaki gunung berboncengan..."
"Jangan khawatir."
Koga-kun tertawa dengan bangga.
"Neo Junya Ekstra ku sudah dilengkapi dengan gigi."
◇
Tak kusangka, sepeda Koga-kun cukup cepat. Pemandangan di sekitar terus bergerak.
Meski aku duduk di boncengan, aku berusaha menyeimbangkan badanku ketika menaiki jalan pegunungan.
Dan sepertinya, Tanaka-kun mulai kesulitan.
"Haah..haaah...hei, Junya, masih seberapa jauh lagi?"
"Mungkin sekitar satu jam lagi!"
"Haah....tenagaku sudah..."
Melihat Tanaka-kun yang susah payah mengayuh sepedanya membuatku merasa tak enak.
"Gara-gara diriku, keberangkatan kalian menjadi tertunda. Maaf."
Honoko-chan mengayuh sepedanya ke sebelahku dan mendekatiku.
"Yoru pun tidak mau bekerja di tempat itu, kan?"
"Ye-yeah, itu benar sih, tapi..."
Seiran-kun juga mendekatkan sepedanya.
"Kami paham situasinya. Mulai sekarang, jika kau sedang kesulitan, bicarakanlah dengan kami. Meski kami juga tidak tahu apa kami bisa menyelesaikan masalahmu atau tidak. Ahaha."
Tanaka-kun juga bersusah payah mengayuh sepedanya di sebelahku.
"Haah...Benar. Kalau kami, eh bukan, kalau Junya, pasti dia bisa melakukan sesuatu. Seperti tahun lalu, ketika dia memboncengku dibelakangnya..."
Ah gawat.
Orang-orang ini, mereka tidak sepertiku. Mereka terlalu menyilaukan.
Sangat menyilaukan.
"....tsk....tsk..."
Aku tak bisa mengangkat wajahku.
"Kalian...sungguh...terimakasih...banyak.....huaaaaaaa...tsk...tsk"
Kemudian Koga-kun mengatakan ini tanpa menoleh kebelakang.
"Kita ini teman, jadi yang begini sudah seharusnya."
"Yeah, yeah, yeah!"
Padahal kau sangat kekanak-kanakan. Tapi punggungmu, sangatlah besar.
Padahal aku sedang memakai pakaian dewasa. tapi aku terlihat seperti anak kecil ketika menangis begini.
Jadi aku mengerahkan segenap tenagaku ke tanganku dan meletakkannya di pinggang Koga-kun sambil menempelkan wajahku di punggungnya.
Aku tak ingin semuanya melihatku menangis.
Tapi, meski air mataku sudah berhenti, aku tetap menempelkan wajahku ke punggungnya.
Soalnya, dia mengayuh sepeda "Neo Junya Ekstra" miliknya itu dengan sangat kencang.
"Sial, aku belum bisa melihat ujung jalan ini. Bukankah kalau begini tak akan sempat?"
Seiran-kun mengatakan itu sambil terus mengayuh sepedanya dengan putus asa.
"Kayuh terus! Kita masih sempat! Kuyakin pasti masih sempat!"
Koga-kun mengatakan itu dengan tegas.
Jalan gunung ini memang sudah menurun sejak tadi, namun kupikir kami tak akan sempat.
Aku ingin melihat kunang-kunang, tapi, kenyataan bahwa mereka semua datang menjemputku itu sudah cukup.
Kenyataan bahwa aku memiliki teman yang hebat, bagiku itu udah sangat cukup.
Kemudian Koga-kun berbisik dengan suara yang hanya bisa didengar olehku.
"Aku pasti akan membuatmu melihat kunang-kunang, dan saat itu, nyatakanlah perasaanmu pada Seiran."
Ah, jadi dia melakukan semua ini untuk hal itu.
Dia masih mendukung keegoisanku untuk terus mencari cinta.
Tapi, maafkan aku, Koga-kun.
Aku tak ingin lagi menyatakan perasaanku pada Seiran-kun.
Karena itu, akan kukatakan padamu, aku lebih suka ketika kita berlima───bachiiin
"...Sepertinya aku mendengar suara yang aneh barusan. Itu dari sepeda Koga-kun."
"Uwaaaaaaaaaaaaaa.... Remnya putus coeg!!!!"
Koga-kun berteriak.
Sepeda yang kami naiki berjalan sendiri menuruni lereng.
"E-, Tu- Seriusan!? Meski kau memboncengku?"
"Iya, soalnya dadamu itu kebesaran!"
"Sialan lu! Masih sempat-sempatnya kau mengatakan itu di saat seperti ini! Hentikan sepedanya, hentikan!!"
Sepeda yang Koga-kun naiki denganku bergerak semakin cepat.
Sepeda terus melaju menuruni lereng hingga akhirnya kami menabrak pagar pembatas di tikungan yang ada di depan kami.
Tubuhku terlempar, namun akhirnya kami berhenti.
"...Gue takut coeg."
Aku bernafas dalam, dan menyingkir dari sepeda.
Untung saja kami tidak terlempar terlalu jauh. Jika kami melompat sedikit lebih jauh saja, kami pasti terlempar keluar pagar itu.
Diseberang pagar itu, ada sungai kecil yang dangkal dan mengalir dengan suara yang tenang.
Melihat hal itu, aku diam membisu.
Aku mendengar suara rem dari belakang. Sepertinya mereka sudah sampai disini.
"Oi oi, kau tak apa, Junya?"
"Ah, sepertinya ban depannya bengkok. Sepertinya kita tidak akan sempat."
"Kalau begitu, kita hanya bisa sampai sini saja."
"Yoru, apa kau terluka? Itu benar-benar kecelakaan..."
Mereka masih berbicara, sedangkan mataku terus terpaku pada sungai itu. Akupun mengatakan pada mereka.
"Hei kalian, Lihat itu, lihat itu!"
Sebuah aliran dangkal dan tenang yang membelah hutan di malam hari.
Dan di sekelilingnya,
Cahaya hijau kerlap-kerlip bertebaran di udara.
Koga-kun menahan napasnya, lalu berbicara dengan suara yang pelan.
"Itu kunang-kunang..."
Ya──itu adalah kerumunan kunang-kunang.
Dalam hutan dengan kabut yang tipis itu, ada ratusan jejak cahaya yang bergerak.
Sebuah pemandangan alami yang cahayanya bersinar terang kemudian perlahan meedup.
Bahkan kata “luar biasa" belum cukup untuk menggambarkan pemandangan itu.
Pemandangan yang sangat indah hingga membuatmu lupa untuk bernapas, seakan itu adalah jiwa-jiwa yang menari seperti yang kau lihat dalam buku bergambar.
Kami tak bisa berkata-kata, hanya berdiri terpaku disana, karena tersihir oleh keindahan itu.
"Fufu"
Tiba-tiba Koga-kun tertawa.
"Sejak awal aku memang sudah merencanakan tempat ini."
Semuanya memandanginya dengan tatapan heran. Begitu juga diriku.
Entah mengapa bisa-bisanya ia mengatakan hal kekanak-kanakan itu tanpa merasa malu sedikitpun.
Malahan, dia tersenyum bangga.
Jika aku melihat senyum itu──kurasa aku akan berada dalam masalah.
Sebenarnya, sejak tak lama lalu, akumemiliki perasaan yang aneh terhadap Koga-kun ketika aku melihatnya.
Tapi, aku menyangkal hal itu segera.
Soalnya, itu mustahil.
Dia tidak dewasa, dan sangat kekanak-kanakan.
Tapi, karena itulah, dia adalah orang yang sangat polos.
Padahal dia punya masa lalu yang hampir sama denganku, namun tidak sepertiku, dia benar-benar tidak terganggu dengan itu.
Orang yang lebih mengutamakan pertemanan ketimbang cinta.
Orang yang lebih menyukai ketika kami berlima.
Orang yang telah mendengar ceritaku bahwa aku sudah pernah berkeliling bersama banyak laki-laki, namun ia tidak menolak keberadaanku, tetap menerimaku, dan tidak menjauhiku.
Dan diatas semua itu, dia tetap menganggapku sebagai temannya.
Dia juga pernah menangis karenaku.
Dia juga mau repot-repot menjemputku ke tempat itu ketika aku hampir menghilang dari mereka semua karena keegoisanku.
Acara melihat kunang-kunang yang sangat kunanti-nanti, tak kusangka dia juga yang membawaku kesana.
Ah, ini gawat.
Ini benar-benar gawat.
Untuk sekarang, aku memutuskan untuk berdoa pada kunang-kunang ini.
Dari lubuk hatiku, aku berharap jiwa-jiwa yang menari ini akan menyampaikan perasaanku pada kakakku yang jauh disana.
──Hei, Onee-chan.
──Kurasa, perasaanku pada Totchi-niichan bukanlah cinta.







Post a Comment