Translator: Qirin.
Editor: Rion
Chapter 3 - Bento Shimizu-san (part 4)
Karena aku berinisiatif berbicara dengannya, setidaknya aku ingin mengetahui alasan desahannya.
"Yah, aku lupa sesuatu untuk hari ini."
"Apa yang kamu lupakan?"
"Dompetku. Karena itu aku tidak bisa beli makan siang. Aku bertanya-tanya apa yang harus kulakukan."
Memang, saat aku melihat meja Hondo, tidak ada roti, yang biasanya dia maka saat istirahat makan siang. Tetapi, jika itu masalahnya, solusinya sbenernya cukup sederhana.
"Kalau masalah uang kenapa tidak meminjam saja dari Matsuoka? Setidaknya dia bisa meminjamkan uang untuk makan siang."
Matsuoka harusnya menjadi orang pertama yang dituju oleh Hondo dalam situasi ini.
"Itu benar. Toshiya akan meminjamkan uang padaku jika dia ada, tapi dia sedang pergi saat istirahat makan siang karena ada pertemuan klub sepak bola hari ini. Aku berharap bisa menyadari bahwa aku lupa membawa dompet sebelum Toshiya pergi."
Aku melihat sekeliling kelas, dan Matsuoka memang tidak terlihat ada disudut manapun.
"Yah, tidak ada yang disa aku lakukan, kurasa aku tidak akan bisa makan siang hari ini. Maafkan aku karena telah membuatmu khawatir, Shimizu-san."
"A-aku tidak menghawatirkanmu..."
"Baguslah kalau begitu."
Percakapan pun terputus. Sebagai anak SMA, Hondo pasti memiliku nafsu makan yang besar, dan pasti sulit baginya untuk malewatkan makan siang.
Aku memikirkan hal itu sambil melirik ke mejaku sendiri, terdapat dua kotak bento di sana.
Ya, benar, aku punya dua kotak bento hari ini. Ini adalah kesempatan yang tidak terduga bagiku.
"Hei, Hondo."
"Ada apa."
Hondo mengalihkan pendangannya lagi ke arahku. Tanpa melakukan kontak mata, aku meletakkan bento di atas meja Hondo.
"Shimizu-san, untuk apa bento ini."
"…..ambillah."
"Hah?"
"Maksudku, aku memberikan bento itu untukmu."
Hondo sepertinya ingin bertanya mengapa.
"Aku menghargainya, tapi kalau begitu kau tidak akan punya bento lagi, bukan?"
"Aku punya satu lagi untukku."
Aku menunjuk bento lain dimejaku.
"Ah, itu benar. Lalu, bento milik siapa ini?"
"Tidak masalah itu milik siapa….. Dengar, aku hanya memberimu ini hanya karena aku ingin membalas kebaikanmu yang telah menjagaku selama kelas memasak. Lagipula, aku tidak bisa memakan dua bento sendirian, jadi kamu tidak perlu khawatir."
Sebuah tanda Tanya melayang di atas kepala Hondo. Kurasa dia tidak mengerti kenapa aku bisa memiliku dua bento. Tapi, aku tidak bisa terus terang mengatakan bahwa aku membawa bento gagal yang sebenarnya kubuat karena ingin kuberikan padanya.
"Jika ada satu untuk Shimizu-san, maka tidak apa-apa. Terima kasih banyak, akan aku terima dengan senang hati."
"Ya."
Hondo tampaknya tidak sepenuhnya yakin, tetapi dia melihatku memiliki satu lagi bento, jadi dia memutuskan untuk menerimanya.
Lalu aku sadar. Siapa yang membuat bento yang aku berikan pada Hondo?
Bento yang kubuat dan bento yang ibu buat mamiliki bentuk dan warna yang sama, dan tanpa melihat ke dalamnya, aku tidak dapat membedakan bento yang mana.
Oleh karena itu, aku tidak tahu bento mana yang kuberikan pada Hondo barusan.
Disaat aku panil, aku melihat Hondo hendak membuka bento.
"Aku jarang sekali melihat bento milik orang lain, jadi ini sangat menyenangkan."
Dengan santai dia memeriksa isi bento dari samping. Ternyata, bento yang kuberikan pada Hondo adalah bento buatanku sendiri...
'Uhh…..semuanya sudah berakhir sekarang.'
Aku pikir aku mendengar jantungku berdetak kencang. Masakanku yang menghitam sekarang berada di depan mata hondo dengan sempurna.
Aku tergoda untuk segera mengambil bento dari Hondo, tetapi setitik rasiolitasku yang tersisa menahanku. Tidak sopan untuk memberikannya dan kemudian segera mengambilnya kembali.
"Bolehkah aku langsung mencobanya, Shimizu-san?"
Hondo memanggilku, tanpa menyadari pergulatan batinku. Bahkan sekarang, aku ingin memintanya untuk bertukar bento, tetapi di saat yang sama, aku juga ingin dia memakan masakanku. Dua faksi yang berbeda sedang bertarung didalam otakku.
"…..ya."
Pada akhirnya, aku memutuskan untuk membiarkannya memakan bento buatanku.
"Terimakasih, kalau begitu, Itadakimasu."
Hondo mengambil sumpitnya, tidak gentar dengan warna hitam yang mengerikan pada hidangannya. Setelah beberapa saat berbikir, dia mengambil tamagoyaki yang aku buat selama seminggu terakhir dan memasukkannya kedalam mulutnya.
Aku melihat wajah Hondo, tetapi aku tidak melihat perubahan yang signifikat. Aneh, padahal ini salah satu hidangan yang mengerikan yang bahkan bisa mencuri senyum dari anggota keluargaku.
Ketika aku menatapnya, Hondo menoleh kearahku, mungkin merasakan tatapanku.
"Ada apa? Apa kamu ingin mencoba bento ini juga?"
Aku bertanya-tanya apakah Hondo mengira aku adalah orang yang suka makan.
"Tidak aku hanya ingin tau hidangan apa yang akan kamu makan pertama."
"Memang, orang-orang mengatakan bahwa cara seseorang memulai makan bento mereka dapat menunjukan kepribadian mereka. Jika itu aku, aku sepertinya memulai dari tamagoyaki terlebih dahulu."
Yang membuat aku heran, Hondo mengenali benda hitam itu sebagai tamagoyaki sebelum memakannya.
"Aku tidak pernah memakan tamagoyaki yang dibuat orang lain selain keluargaku, tapi tamagoyaki ini memiliki rasa yang menarik."
"Kamu menyebutnya menarik? apa itu yang kamu pikirkan tentang makanannya?"
Yah, aku rasa itu lebih baik dari pada mengatakan itu tidak enak, atau jika dia memaksakan diri untuk mangatakan itu enak.
"Maaf, mungkin seharusnya aku tidak mengatakannya? Ini adalah tamagoyaki dengan rasa yang belum pernah kurasakan sebelumnya, jadi aku tidak tau bagai mana cara menggambarkannya."
"…..tidak apa-apa."
"Aku akan memberi tau mu jika aku bisa memiliki cara lain untuk menggambarkannya."
Dengan itu Hondo malanjutkan memakannya. Sambil memakan bento yang disiapkan ibuku, aku melirik kesamping untuk melihat keadaan Hondo.
Hidangan berikutnya yang dipilih Hondo adalah daging babi jahe, hidangan lain yang telah kucoba selama seminggu terakhir. Meskipun ada hidangan lain di bento-nya yang menurutku lebih enak, mengapa dia meprioritaskan hidangan yang menurutku kurang enak?
'setidaknya makanlah hidangan lainnya sampai aku siap secara mental…..'







Post a Comment